Bersurai Cokelat.

0 1 0
                                    

Skema Teori. ( 23 )

Ku dorong diri itu untuk cepat terjatuh. Badannya tersungkur, terjerembab di trotoar jalanan yang telah sembab. Basah karena air hujan. Cipratan air menyumbar dari segala sisi. Mengenai pakaian kemeja biru muda milikku.

Pistol ini telah berada tepat di dahi nya. Tertutupi oleh poni rambut yang bersurai cokelatan itu. Pasti wanita ini mewarnai rambut nya. Tapi bukan itu yang harus ku pedulikan saat ini. Ada hal lain yang mendesak. Membuatku harus mengancamnya saat ini juga.
"Lagu itu,dimana kau mendengar lagu itu?!"

"Apa?"
Ia hanya menjawab nya dengan pertanyaan balasan. Lalu kembali menatap lekat anjing pudel peliharaan miliknya. Yang terus menggonggong. Membuatku merasa harus menyingkirkan itu terlebih dahulu.

"Kau ingin ia mati di tanganku?"
Wanita itu kembali menggeleng mantap. Lalu aku hanya kembali terdiam membisu. Melihat anjing yang berada di tangan kiri ku.

"Kalau begitu bicara! Dimana kau mendengar lagu itu!"
Ia menggeleng lagi. Membuatku mendengus kesal karena tingkah laku nya. Orang ini pasti mengetahui hal lain! Ia pasti tahu!

Aku membuka kenop mobil tua itu. Menyuruhnya masuk ke dalam sana. "Cepat! Atau ku habisi kau disini!" Ia menggaguk singkat. Mengerti.

Kenop mobil sedan telah tertutup sempurna. Pendingin udara di dalam mobil menyeruak perlahan. Menemani suasana canggung ini. Sedikit demi sedikit–meter ke meter mulai terkikis. Menuju kantor pusat tempat ku berkerja.
Wanita ini diam. Tak bergeming atau berkutik.
Sama sekali.

Baguslah, jika ia tak membuat ku kerepotan.

"Gian!"
Aku kembali berteriak dengan napas yang menderu. Walau jam telah tumpang tindih di angka tiga dini hari. Keadaan masih ramai. Beberapa orang hanya melirik ku sekilas.

Tak ada yang berbisik bisik karena tingkahku.
Ayolah–mereka ini polisi. Bukan segerombolan bocah-bocah SMA. "Aku berada didalam."
Gian berucap kecil. Seakan bergumam pelan.
Ku buka pintu kehitaman itu lebar lebar.

Menampakkan Gian seorang diri yang tengah terduduk manis di hadapan layar cahaya monitor.
Komputer itu menyala dengan hampa. Kertas kertas putih bertebaran dimana-mana. Map yang berada di genggamannya teguh nan kokoh bersandir. Kopi hitam yang tak lagi hangat telah menyiratkan bahwa ia sedang sangat sibuk.

Sangat lelah. "Bantu aku.."
Gian hanya terdiam kaku. Kembali menarikan jemari jemarinya di sana. Tak bergeming dan menanggapi permintaan ku barusan. Sama sekali.

"Apa?"
Ujarnya singkat. Menatap kearah ku lamat lamat kemudian.

"Aku mendengar seseorang menyanyikan lagu itu.."

"Lagu apa?"
Gian acuh tak acuh. Bosan karena perihal itu yang harus di ulas ulas kembali. Mengingatkan nya kepada seseorang. Seseorang dengan segaris mata biru mudanya.

"Kau tahu apa yang kukatakan.."
Ia menghela napas berat nan panjang. Kemudian kembali menatap ku lekat. Dari tatapan yang entah menyiratkan apa lagi.

"Ya. Aku memang mengerti. Hanya–aku ingin berpura pura tak mengerti. Siapa orang yang menyanyikan lagu itu? Tak ada yang menghafalkannya selain Sadam.."

Aku menggaguk singkat. Menyetujui argumentasi Gian. "Ada seorang wanita yang menyanyikan itu."

"Dimana dia sekarang?"

"Di dalam mobil.."
Gian berdiri dari formasi duduknya. Mematikan sejenak komputer itu. Kemudian menatap lekat arlojinya yang berwarna putih polos. Aku hanya tersenyum simpul. Senang karena ia mengenakan arloji yang ku berikan kepada nya beberapa bulan lalu ini.

Skema TeoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang