FOUR

14 3 0
                                    

Revisi setelah tamat. Jadi kalo ada Typo tolong di tandai.

Happy reading...


Awal hari yang baik adalah ketika dimulai dengan kebahagiaan. Bahagia dalam hal apapun itu. Sama halnya dengan saat ini. Tetaplah terlihat bahagia meskipun sedang menyaksikan keburukan didepan mata.

Membantu tak mampu, tetap diam namun kasihan.

Kasus pem-bully-an di sekolah ku itu berbeda. Jika biasanya yang membully itu anak geng sekolah ke anak cupu ataupun beasiswa. Disekolah ku itu malah guru magang yang membully anak OSIS.

Sayangnya lagi guru magang tukang bully itu anak pemilik sekolah. Anaknya pembully, orang tuanya kurang peduli. Menderita lah anak OSIS.

"Sybil lo dipanggil kepsek!" Teriakan cempreng menggelegar di lorong koridor. Aku menoleh cepat kearah belakang.

Bukan hanya aku tapi semua murid yang berkumpul menyaksikan pembullyan juga ikut menoleh. Sungguh gadis itu punya nyali hebat sekali. Berteriak kearah sini saat pembullyan monoton terjadi. Disaksikan sepertiga penghuni sekolah.

Yang membuat aku kesal, kenapa harus namaku yang dia teriakkan?! Dia yang berteriak aku yang malu.

Aku berlari cepat mengamankan diri. Terlanjur sudah namaku dikenali banyak orang, tidak perlu wajahku. Akan sangat tidak etis dan mengenakkan saat aku jadi sasaran pembullyan juga. Fyuhh... Semoga tidak akan pernah terjadi.

Setelah berhasil menjauh dari kerumunan tadi, aku akhirnya bisa berjalan santai menuju ruang kepala sekolah. Panggilan beliau harus ditanggapi. Karena salah jalan sedikit saja nama baik akan tercoreng. Begitulah sekolah elite yang ku tempati menghabiskan masa remaja ini.

Entah ada hal apa sampai aku di panggil Kepala sekolah. Semoga itu bukan sesuatu yang buruk.

Setelah sampai didepan pintu berkaca buram dengan papan nama bertuliskan ruang kepala sekolah aku mencoba mengetuk pintu tiga kali.

"Permisi, Pak. Saya Sybil," ucapku ketika ternyata pintunya tidak terkunci hingga terlihat Pak Danu tengah berbincang dengan seseorang.

"Oh Sybil, duduk Nak." Aku berjalan pelan mendudukkan diri dikursi yang bersebrangan dengan kursi Pak Danu, spasi dua kursi dari laki laki yang diajak bicara Pak Danu tadi.

"Ada apa ya Bapak manggil saya?"

Beliau tersenyum hangat. Pembawaannya yang tenang benar benar menunjukkan kedewasaan sebagai pemimpin di sini. Ia cocok sekali menjadi seorang Kepala sekolah.

"Jadi begini--"

"Assalamu'alaikum Pak! Pak Danu manggil saya?"

Ucap Pak Danu terpotong oleh sebuah suara dari ambang pintu. Suara berintonasi ramah membuatku menoleh cepat saat ku kenali suara itu. Dan benar dugaan ku jika itu adalah Zani, gadis frontal yang juga begitu ramah dengan para guru, termasuk guru pembully tadi.

Ternyata gadis itu dipanggil juga. Senyumnya sekarang semakin lebar saat mendekat kearah ku dan duduk dikursi sebelah tanpa dipersilahkan.

"Waalaikumsalam, Zani. Datang juga kamu." Zani terkekeh mendengar ucapan Pak Danu.

"Emang saya ditungguin ya pak? Bilang atuh Pak. Kalo saya tahu kan tadi saya skip jadwal makan sebentar, langsung nemuin bapak."

Kali ini Pak Danu yang tertawa kecil. Zani ini, entah kenapa bisa gampang dekat dengan Pak Kepala sekolah. Apalagi dengan setiap ucapannya yang ceplas-ceplos. Mungkin karena dia selalu jujur dalam berbicara.

𝐏𝐄𝐏𝐑𝐎𝐌𝐄𝐍𝐎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang