TWENTY FIVE

8 3 0
                                    

"Astaghfirullah! Kita dari pagi sampek mau malem di salon?! Serius, prajurit yang jagain kita bisa jadi kandidat calon suami gua. Setianya gak tanggung tanggung!"

Zani, berteriak histeris. Berjalan pelan mengangkat dress panjang yang cukup besar karena mengembang. Ia menggeleng dramatis memandang takjub pada jejeran lima prajurit yang sedari tadi berdiri di sudut ruangan menunggu kami semua selesai.

Sampai saat Hadria datang, menjelma menjadi wanita yang begitu mirip dengan Dewi. Iya, Dewi Dewi Yunani. Kecantikannya bisa memesona juga mematikan. Anggun namun tegas. Gaun merah yang menyapu lantai menambah kecantikan paras wanita itu.

"Punya anak cowok seumuran gue kagak sih dia? Pengen gue pelet."

"Ada cucu cowoknya, Kak Zico." Jawabku pelan, menanggapi pertanyaan Zani.

"Ck, gue mau anaknya bukan cucu jauhnya. Yang mahkluk lain gitu." Zani berdecak sebal.

"Sungguh, kalian terlihat seperti bangsawan Euthoria. Kalian pintar memilih warna rambut yang sesuai dengan karakter kalian." Pujian yang dilontarkan Hadria membuat ku tersenyum kaku sembari mengucapkan terimakasih.

Sedangkan Zani ia tersenyum bangga mendengar pujian itu. "Jika kami seperti bangsawan, anda terlihat seperti Ratu Kekaisaran."

Aku ternganga, bisa bisanya gadis itu mengucapkan kalimat formal dengan anggun seperti itu. Kata katanya berhasil membuat Hadria tertawa anggun. Sedangkan aku masih tercengang dengan kalimat Zani, dari mana gadis itu belajar?

"Makanya, sering sering nonton drama kolosal. Supaya kalo kita dipuji, kita juga tahu kata pujian yang bagus ala kerajaan-kerajaan." Zani berbisik tepat di telingaku.

"Zani, kau cocok hidup di istana. Kata katamu membuat orang lain mudah menyukai dirimu."

Senyum Zani semakin lebar, mendapatkan pujian lain dari Hadria. "Ini sebagai persiapan saja."

Gadis satu ini gampang sekali membuat Hadria tertawa. Pembicaraan mereka memang terdengar seperti obrolan gadis bangsawan yang sering Zani perlihatkan padaku dari drama atau movie.

"Sekarang waktunya untuk kita pergi ke pestanya."

"Pesta? Pesta apa?" tanyaku, tebakan Zani sepertinya benar.

"Pesta pernikahan anak dari Kerajaan sebrang. Ratunya adalah teman baikku juga." Jawab Hadria pelan, sebelum melangkah mendekati sebuah tandu kereta tanpa roda dan juga serigala ataupun kuda yang menariknya.

Benda itu terlihat luas juga mewah. Namun  anehnya bagaimana cara membawanya?

"Bener kan kita mau ke pesta. Huwaaa! Cuci mata kita." Zani memandang takjub kearah ku. Yang benar saja, gadis itu bahkan berteriak girang.

Menggoyangkan lenganku yang terbalut kain menjuntai kebawah berwarna biru air. Rok mengembangnya membuatku cukup kesulitan berjalan. Ditambah Sepatu tinggi yang katanya dibuat oleh kaum Wizart untuk keluarga Qhaix, yakni tuan Elvern Qhaix.

Tarikan Zani membuat aku sulit mengambil langkah, tangan satunya ku gunakan untuk mengangkat sedikit gaun biru itu agar tidak terinjak.

Tidak lucu jika sampai aku jatuh dan menghancurkan tatanan rambut yang dikerjakan orang orang salon selama berjam jam. Pasti akan mengambil waktu banyak lagi untuk memperbaikinya.

"Kalian cobalah terbiasa meminta bantuan pada pelayan di sekitar kalian. Mereka siap membantu." Hadria mengerti kesulitan kami.

Ia memberi instruksi pada beberapa pelayan untuk membantu mengangkat gaun bagian belakang dan kedua sisi gaun ku. Rasanya sudah tidak seberat tadi.

𝐏𝐄𝐏𝐑𝐎𝐌𝐄𝐍𝐎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang