SIXTEEN

7 2 0
                                    

Tak jauh beda dengan rumah pohon yang sering digambarkan oleh para pendongeng cerita cerita legenda. Rumah pohon fairy rata rata memiliki peralatan rumah dari kayu. Namun disini terlihat lebih elite juga unik.

Tempat duduknya dari kayu namun dipahat sedemikian rupa sampai terlihat elegan. Ruangan luas yang menjadi ruang tamu disini dihias dengan berbagai bunga indah juga harum.

Rasanya rileks saat menghirup aroma disini.
Kami duduk menunggu tuan rumah yang sedang melakukan sesuatu didalam.

Sampai akhirnya dia datang setelah mengganti pakaian yang tadi jubah besar menjadi dress sederhana berwarna ungu. Cantik sekali.

"Setelah waktu yang cukup lama, akhirnya kau datang."

Ia memandangku. Jujur aku hanya bisa memandang dengan senyum fairy cantik itu. Aku tidak mengerti bahasanya sama sekali, Tuhan.

"Begini, jadi mereka bertiga tidak mengerti bahasa kita, maka dari itu aku membawanya kemari untuk meminta sedikit pil penerjemah yang kau punya."

"Owh, begitu rupanya. Tunggu sebentar."

Setelah mengatakan sesuatu, wanita itu berdiri. Melangkah menuju sebuah kotak penyimpanan yang dia simpan di sebuah lemari kayu tak berpintu. Mengambil sesuatu dari sana lalu kembali ke tempat duduknya.

Dia menyodorkan sebuah mangkok kecil berisi tiga buah pil berbentuk bulat kecil berwarna putih bening.  Apa itu pil penerjemah yang dimaksud Tyrion?

"Makan pilnya."

Arahan Tyrion membuatku mengangguk kecil lalu mengambil satu pil itu. Begitu pula dengan kak Zico juga Zani.

"Enggak ada air nih? Gue gak bisa nelen pil tanpa bantuan air."

Zani membuat gerakan ku terhenti. Dia termasuk salah satu spesies orang yang tidak bisa menelan obat berbentuk pil tanpa bantuan air.

"Sayangnya pil itu tidak boleh tercampur air lebih dulu."

Aku menoleh melihat Zani. Ia seketika terduduk lemas karena ucapan Tyrion. Ku tepuk pelan bahu gadis itu. Mau tidak mau ia harus memakannya tanpa bantuan air.

Susah payah aku membantunya memasukkan pil itu ke dalam mulutnya. Memaksa agar dia menelannya. Aku cukup kasihan saat melihatnya kesulitan menelan pil itu hanya dengan bantuan salivanya.

Aku ikut menelannya, untung saja pil ini tidak memiliki rasa apapun.

"Tunggu sebentar, kau Tyrion bukan? Adik Kaisar tinggi?"

Sekarang aku bisa mengerti apa yang dibicarakan wanita itu. Ia bertanya pada Tyrion. Tyrion tersenyum kecil lalu mengangguk. Mungkin saja tidak ada gunanya lagi menyembunyikan identitasnya pada fairy itu. Karena dia saja mengetahui tentang nenekku.

"Pantas saja, berarti kau cucu generasi ketujuh dari Hadria?"

Wanita itu menoleh melihatku. Aku mengangguk mengiyakan.

"Jadi, sepertinya kalian memiliki tujuan lain selain mengembalikan Tyrion kemari bukan? Soalnya aku tidak melihat keberadaan Lucine disini," Ujar wanita itu pelan.

Cara bicaranya begitu anggun, pelan juga tenang. Ia mendikte wajah kami satu persatu, lalu berakhir melihat Tyrion.

"Lucine, ada digenggaman Kaisar tinggi kalian."

Tyrion terlihat menahan sesuatu, tangan kanannya bahkan mengepal kuat. Sedangkan wanita didepannya memandang terkejut. Namun detik berikutnya dia mengembalikan raut wajah tenangnya.

"Ramalan itu terjadi rupanya. Pantas saja saat pertemuan besar dulu kami semua merasakan sebuah energi kuat didalam istana Kaisar."

Aku berusaha mengerti arah pembicaraan mereka.

𝐏𝐄𝐏𝐑𝐎𝐌𝐄𝐍𝐎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang