FOURTY TWO

7 2 0
                                    

"Sy, berjanjilah padaku. Jika suatu saat nanti akan ada masa dimana kita harus terpisah, bahkan Sysy akan lupa padaku, Sysy harus tetap bisa jatuh cinta dengan Ghiz. Jangan pernah memberikan perasaan itu pada orang lain. Aku mohon itu..."

"Sy, semuanya akan baik baik saja. Ada banyak hal yang menjadi semangat hidup Ghiz di sana. Termasuk menunggu Sysy datang. Sudah waktunya aku pergi. Aku akan selalu merindukanmu Sy."

"Sy, jika hari dimana kita akan bertemu kembali itu tiba, Aku mohon jangan membenci Ghiz karena tindakan aku ini. Ini demi Euthoria, dan demi kedua kakakku. Tapi Ghiz janji, setelah semua selesai Ghiz akan kembali bersama Sy. Hidup bahagia entah itu di sini atau di Euthoria."

"Aahkkk, ingatan apa itu!"

"Sy, jangan memukul kepala mu. Itu akan akan menyakiti dirimu sendiri."

Tangan besar yang cukup dingin menyentuh jemariku. Menghentikan pergerakan ku memukul kepala karena sakit.

Ingatan yang merembes masuk tanpa aba aba itu membuat kepalaku berat. Rasa tenang kurasakan saat tangan itu menarik ku dalam dekapannya. Dekapan hangat yang terasa sangat ku rindukan.

Ghizarion. Kami pernah bertemu sebelumnya. Bahkan dari ingatan itu tergambar jelas jika kami menjalin hubungan. Kenyataan yang sungguh kembali mengejutkan.

Aku, aku adalah bagian dari mereka. Para mahkluk immortal yang dulu tinggal di Caerhayes. Ingatan demi ingatan silih berganti memenuhi memori ku. Menciptakan tangis saat kulihat bagaimana seramnya ketika pemberontakan untuk meluluh lantahkan Caerhayes terjadi.

Aku di sana, bersama Ghizarion dan juga Zhirion. Berdiri di penuhi darah ungu, dengan nafas memburu ditengah padang yang dipenuhi genangan darah yang berwarna merah. Yah, hanya kami orang orang yang masih bertahan dengan darah ungu.

Ada dua kubu yang masih bertahan. Aku, Ghizarion, dan Zhirion, berdiri menghadap dengan Tyrion dan Lucine di depan sana.

"Zhirion, kau puas sekarang? Menghancurkan negeri ini dengan keegoisan mu?! Huh, obsesi mu itu hanya bisa menghancurkan. Kau makhluk paling hina di mataku, terlepas dari kita yang sedarah."

Aku menoleh memandang raut datar yang ditunjukkan Zhirion. Benar benar sandiwara yang terjadi karena ketidaksengajaan. Itu yang Lucine katakan saat di tempat kurungan nya. Disini, semua orang yang ku ketahui terlibat perang sudah berdiri.

Dalam kubu Tyrion ada Bunda Hadria. Namun Bunda sudah terlihat putus asa dengan semua ini. Lucine juga hanya bisa menunjukkan raut lelah. Dalam ingatan ini untuk pertama kalinya saat aku lupa segalanya, aku dapat memandang dengan jelas wajah angkuh Kaisar Feo. Tidak ada yang harus ditutup dari wajannya. Jadi apa alasan dia memilih memakai topeng.

"Kau harus pergi dari tempat ini!"

"Silahkan saja. Tapi jangan pernah berfikir untuk merebut Lucine dariku."

"Sayangnya, Lucine juga harus pergi ke dunia Hadria."

Tyrion nampak kaget. Ia saling pandang dengan Lucine sebelum menatap Bunda Hadria. "Bumi manusia?"

"Selamat menikmati hidup barumu di sana."

Belum sempat Tyrion berbicara. Tubuh mereka perlahan berubah menjadi butiran cahaya. Zhirion yang melakukan itu. Huh, hebat.

"Hadria!"

Tuan Elvern disini juga. Berteriak dengan air mata mengenang di pipinya. Ia menangis, untuk pertama kalinya aku melihatnya menangis itupun di masa lalu.

𝐏𝐄𝐏𝐑𝐎𝐌𝐄𝐍𝐎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang