TRHEETY ONE

7 2 0
                                    

"Sy, kira kira kisah tentang gue gimana ya? Pasti bakalan beda dari lo. Gue jadi penasaran peran penting gue disisi lo apa?"

Zani ikut membaringkan diri di sofa panjang yang ku tempati. Memandang langit malam Euthoria yang penuh bias keunguan. Tidak ada bintang dan bulan. Langit Euthoria terlihat seperti langit galaxi. Indah dan misterius.

Aku masih tidak menyangka ada dunia di sana. Dan aku sempat menginjakkan kaki di tempat itu.

"Entah, jadi penyemangat gue kali." Aku menoleh melihatnya, sembari memberinya senyum.

"Mungkin gak ya gue dapet jodoh disini?"

"Iyya kali."

"Lo mah, jawabannya berasa PHP, mau percaya tapi nyatanya palsu." Zani menghela nafas kasar, menatap kesal padaku.

"Ya mau gimana, gue aja gak tahu apa yang bakal terjadi sama gue kedepannya."

Zani berdecak sebal. Kembali fokus menatap langit indah di atas sana. Meski suasananya berbeda dari langit Bumi, tapi ini sudah lebih dari cukup untuk memuaskan mata.

"Tapi, setelah ini buku itu gue yang pegang. Soalnya kalo ada kejadian aneh yang terjadi sama gue, pasti tertulis lengkap dibuku itu. Rahasia besar gue pasti bakal tertulis juga. Bahaya kalo sampek dibaca orang lain."

Aku kembali mengingat saat Hadria dan Tuan Elvern memberikan padaku buku itu. Meminta ku untuk menjaganya baik baik. Karena buku itu adalah kisah hidupku. Sangat berbahaya jika orang lain tahu.

"Lo punya rahasia besar? Kok gue gak tahu?" Zani terbangun dan menatap ku dengan raut kaget.

"Bukan rahasia lagi kalo lo tahu."

"Yee biasanya juga gue lebih tahu rahasia lo dari lo sendiri."

Aku mengerutkan kening, "Mana bisa kayak gitu?!"

"Ya bisalah." Zani dengan santai mengambil beberapa kue kering di atas meja. Memakannya dengan lahap.

"Terserah lo dah."

Aku menghela nafas, memilih memejamkan mata menikmati angin malam yang cukup sejuk. Berada di balkon kamar yang ternyata tersedia di dekat jendela besar terasa nyaman.

Ternyata kemarin aku dengan bodohnya memilih duduk dipinggir jendela, padahal ada balkon disini. Salahkan bibi Khell yang baru memberi tahu.

"Oh iyya, itu cowok bucin akut, kapan baliknya?"

"Kangen lo ya?" Aku membuka mata, melihat Zani dengan senyum jahil. Gadis itu memberi raut jijik yang dibuat buat.

"Kangen pengen gue semprot pestisida."

"Ditangkap polisi, tau rasa lo."

"Disini ada polisi? Bentukannya gimana ya, sumpah sih, Sy. Bangsawan nya orang sini tuh damage nya beuh beda. Mukanya pada diluar nalar."

Aku memutar bola mata jengah, lagi lagi pembahasannya ketampanan.

"Hantu kali di luar nalar."

Aku terbangun. Melangkah ke pinggiran pembatas balkon yang cukup tinggi. Pilar tinggi dikedua sisinya membuatku seakan diapit, meski jarak keduanya cukup luas.

"Tapi emang dia ngapain aja tempat itu, supaya bisa buka segel?"

Zani ikut mendekat, menumpukan tangannya di pembatas balkon.

"Semacam bertapa kali."

"Tapi, bantuan yang dia minta kan cuma sampai sini. Kita gak bantu lagi gitu?"

𝐏𝐄𝐏𝐑𝐎𝐌𝐄𝐍𝐎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang