Untuk pertama kalinya aku menginjakkan kaki di sebuah bangunan istana di atas awan seperti ini, apalagi dengan gaun berat yang kupakai.
Dari arah gerbang masuk banyak sekali kutemui orang orang dengan gaun yang sama ribetnya dengan yang kupakai. Bahkan pakaian mereka lebih glamor dan penuh perhiasan.
Ingin sekali aku mengatakan jika jujur aku sakit mata dengan semua pernak pernik berbagai warna yang kulihat. Tapi apa daya, disini mereka bukan makhluk biasa yang tidak dapat mendengar apa yang ku katakan.
Akan sangat merepotkan jika salah satu dari mereka tahu aku membicarakan mereka. Apalagi sedari tadi banyak pasang mata yang memandang kemari.
Mereka akan dengan mudah mengenali jika ada manusia biasa diantara mereka seperti ini. Sedari tadi aku terus berjalan menunduk, mencoba lebih dekat dengan Hadria.
Tatapan mereka sedikit berbeda dari orang orang yang kami temui dijalan ke salon tadi. Mereka terasa terang terangan dalam memandang heran kearah kami. Mereka terlihat waspada dan melemparkan raut aneh.
Mungkin karena mereka derajatnya sama atau bahkan lebih tinggi dari Hadria, membuat mereka tidak segan segan menatap aneh kearah sini.
Ya, kemungkinan besar seperti itu. Kami sekarang ada di acara pesta pernikahan. Pastinya banyak bangsawan dan orang orang tinggi disini. Mereka pasti heran ketika melihat ada tiga manusia datang dengan tuan Elvern juga Hadria.
"Sybil, seseorang keluarga bangsawan Demon, dengan nama yang sudah diramalkan menjadi orang penting di Euthoria, tidak sepantasnya berjalan menunduk seperti itu. Hanya kaum tak memiliki ilmu yang malu menampakkan wajah pada sekitar."
Hadria memegang bahuku. Aku menoleh kesamping melihatnya. Tidak tahu saja dia jika aku bukan malu. Hanya saja aku merasa risih dengan cahaya silau dari setiap pakaian mereka juga warna rambut terang membuat sakit mata.
"Tidak, Bunda Hadria. Bukan begitu, hanya saja aku hanya tidak sanggup dengan cahaya silau, membuat ku memilih menunduk sedikit." Ku beri senyum kaku, mencoba berbicara dengan nada rendah.
"Aku mengerti. Kalau begitu, lebih baik kita duduk disebelah sana saja."
Hadria memberi senyum yang cukup berbeda. Apa ada yang salah dengan kata kataku tadi? Aku tidak menyinggung siapapun 'kan.
Hadria melangkah menuntun kami kearah meja bundar yang dikelilingi sekitar enam kursi. Meja itu dilapisi penutup berwarna merah muda juga bunga yang mirip dengan tulip tapi daunnya berbeda. Daunnya malah berwarna merah muda juga.
Setiap sudut ruangan didominasi warna merah muda, membuatku merasa berada didalam kamar gadis feminim salah satu teman sekolahku, saat datang untuk mengerjakan tugas kelompok.
Cukup nyaman tapi, terasa begitu girly.
Banyak makanan ringan berbagai bentuk yang terhidang di atas meja. Acara pernikahannya tidak jauh beda dengan yang ada di duniaku.
Hanya makanan dan juga orang orangnya yang berbeda. Dengan susah payah aku berusaha mengatur duduk ku dengan baik. Dengan gaun seribet ini, aku harus memperhatikan bagian belakang gaun agar tidak diinjak orang nanti.
"Serius, untuk pertama kalinya gue ke pesta nikahan orang semewah kayak gini, ckckckck gue berasa katrok banget disini. Terdampar diantara lautan bangsawan berdarah bir--eh, darah mereka merah apa warna lain yah? Biru, ungu atau item?" Zani bergantian memandang tanya padaku dan kak Zico.
Aku yang memang tidak tahu pasti jawabannya hanya mengangkat bahu tidak tahu. "Item kali bagi yang kaum kaum iblis?" Alis kak Zico terangkat naik menyampaikan pendapatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐄𝐏𝐑𝐎𝐌𝐄𝐍𝐎
Fantasy𝐊𝐢𝐬𝐚𝐡 𝐬𝐢𝐧𝐠𝐤𝐚𝐭 𝐛𝐞𝐫𝐧𝐚𝐦𝐚 𝐓𝐚𝐤𝐝𝐢𝐫 * * * Membantu menemukan penyebab dibalik ditemukannya Dewi dalam keadaan mengenaskan membawaku pada sebuah pengalaman panjang. Awalnya semua biasa saja, kami datang mengucapkan bela sungkawa ke...