SIX

10 4 0
                                    

Yunani.

Kota kelahiranku ini membuatku takjub dengan sejarah sejarah kunonya. Mungkin aku tidak perlu heran bagaimana keluarga ku sepercaya itu dengan hal hal kuno.

Rasanya sangat berbeda jika kembali ke kota kelahiran setelah bertahun-tahun. Apalagi dengan tujuan yang sangat 'berbeda' pula.

"Sekarang kita mau kemana dulu?" tanyaku saat berada di dalam mobil pribadi Tyrion.

"Ketempat dimana kita bisa ke Euthoria."

"Dimana?"

"Kau akan tahu nanti."

"Ck, tinggal bilang ae susah amat lu," Zani berdecak kesal lalu kembali melanjutkan kegiatan main gamenya.

"Tapi kalian gak mau ke rumah Nenek Sybil dulu? Mungkin kita bisa nemuin sesuatu yang lebih disana," tanya Tyrion.

Bisa juga. Mungkin kami bisa menemukan sesuatu disana juga.

"Boleh tuh, gue juga pengen banget liat rumah lo Sy disini." Zani mengangguk antusias, ia bahkan menghentikan gamenya.

"Yah kalo Rion gak keberatan, kita ke sana."

"Tunjukkan alamat mu."

***

Tidak dapat kugambarkan bagaimana senangnya saat aku bisa melepas rindu dengan kakek juga nenek. Apalagi melihat betapa bahagianya mereka bisa melihatku secara langsung setelah bertahun tahun lamanya kami hanya berkomunikasi lewat Smartphone.

Nenek membawa aku, Zani, juga Tyrion masuk ke ruang tamu. Nuansa rumah klasik bercampur modern yang memang sudah direnovasi berkali kali karena dihuni sejak zaman nenek buyut.

Keluargaku memang tidak ada yang pernah mau menjual rumah ini. Rumah ini selalu ditinggali setiap anak yang memang ingin merawat. Ataupun selalu dijadikan tempat sebagai kumpul keluarga.

Katanya rumah ini adalah peninggalan berharga yang patut mereka jaga baik baik.

"Sysy, nenek senang sekali kau bisa kemari. Sungguh, nenek sangat merindukanmu."

Tangan nenek tidak berhenti mengelus puncak kepalaku. Sedangkan tangan satunya lagi memegang tanganku.

Netra sendunya tak henti menatapku. Memberikan kehangatan luar biasa saat melihatnya. Aku dulu begitu keberatan saat tahu jika harus meninggalkan nenek dan kakek berdua di rumah sebesar ini. Meskipun kata ayah ada maid yang akan datang di pagi hingga sore hari lalu pulang saat malam.

Tapi itu saja tidak akan membuatku tenang, aku ingat sekali bagaimana susah payahnya ayah dulu untuk membujuk ku agar ikut ke Indonesia saat ayah bertugas disana. Sampai akhirnya nenek yang berhasil membujukku.

"Apa dia sahabat mu Zani?" Nenek memandang ke arah Zani.

"Iya nenek, dia Zani."

Zani menoleh saat mendengar namanya disebut. Hanya saja dia masih belum sepenuhnya bisa mengerti bahasa Yunani. Ia masih pada tahap mengenal huruf huruf dasar dan beberapa kalimat yang dipakai setiap hari.

"Zan, kenalan sama nenek gue." Zani menyengir lalu dengan senyum ramah mengambil tangan nenek dan menciumnya.

"Saya Feronika Ghazani," ucap Zani dalam bahasa Yunani.

𝐏𝐄𝐏𝐑𝐎𝐌𝐄𝐍𝐎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang