Selesai membersihkan diri, Tyrion membawa kami untuk mencari makan di sekitar sini. Jujur saja ini sudah hampir sore dan kami belum makan siang itu membuat perut terasa melilit karena sakit.
Setelah beberapa menit melangkah dari penginapan, ada rumah seperti warung kami temukan. Masuk kedalam sana lalu duduk lesehan di depan meja panjang.
Seorang laki laki remaja dengan pakaian sederhana datang menanyakan apa yang mau kita pesan. Tyrion lah yang sedari tadi bicara. Karena memang hanya dia yang mengerti.
Entah bagaimana nasibku nanti di dunia saat Tyrion tidak ada. Pasti hanya bisa terdiam bisu saat ada yang mengajakku bicara.
"Setelah ini kita istirahat sebentar sampai besok, baru deh kita lanjut jalan ke ibukota." Tyrion menghela nafas dibalik penutup wajahnya. Yah, Tyrion mengenakan penutup wajah karena katanya wajahnya itu agak mirip dengan kakaknya yang tak lain adalah pemimpin negeri ini.
Katanya akan sangat repot kalo sampai ada yang mengenalinya. Saat di penginapan aku hanya mengganti pakaian dengan baju tipis juga rok di atas lutut. Baru ku lapisi jubah silver tadi. Kalian tahu? Aku seperti menjadi tokoh anime dengan rok pendek lalu dilapisi jubah panjang.
Kenapa aku memilih memakai rok pendek, ya karena cuaca disini seperti cuaca musim kemarau tapi tidak terlalu panas. Apalagi kulit kakiku cukup banyak yang lebam hingga harus kubuka agar terkena angin. Faktor penyebab besarnya adalah aku tidak suka pakai celana.
"Kita enggak bisa cari duit dulu gitu? Gue mau ganti pakaian. Aneh banget mereka pakek dress lah kita baju kaos biasa. Lo juga sih, gak bilang kalo orang sini pakek dress. Kalo gitu mah gue bawak banyak dress gue."
Zani lagi lagi protes tentang dress. Dari penginapan dia selalu bilang kalo merasa aneh dengan baju yang dia pakai. Dan Tyrion lah yang selalu menjadi sasaran protesnya.
"Eh, Zan. Lo kira cari duit disini segampang di tempat kita? Kagak! Enak aja main nyuruh nyari kerja. Ini aja uang makan kita ambil dari kantong salah satu cewek pelayan di kereta tadi. Udah untung kali lo pakek baju," Kak Zico menimpali.
Aku kaget saat tahu kalo kami akan makan juga dengan hasil curian. "Jadi uang yang kita pakai buat sewa penginapan juga uang curian?!" Aku berusaha memelankan suaraku.
Menatap tak percaya pada Kak Zico juga Tyrion bergantian. Tyrion mengangguk sedangkan kak Zico mengangkat bahu, entah maksudnya apa.
Ku pegang kepalaku dengan satu tangan. Pusing sekali memikirkan kami hidup disini dengan hasil uang curian.
"Zani emang bener, lebih baik kita harus cari kerja. Jangan pakai uang curian mulu. Ini gak bener tau gak?"
"Iya, setelah sampai ke ibukota besok kita cari kerja dulu. Baru setelah itu kita ke kerajaannya kakak gue." Tyrion mengangguk. Aku bernafas sedikit lega.
"Eh, tapi kan disini cuma lo yang ngerti bahasa mereka. Lah kita gimana caranya komunikasi?"
Oh astaga, Zani benar. Aku baru menyadarinya lagi. Bagaimana kami bisa cari pekerjaan disini saat berkomunikasi dengan orang orang disini saja sulit.
Kulihat Tyrion, ia juga terlihat berfikir. Sampai dia menjentikkan jari pertanda mendapatkan sebuah solusi.
"Maaf, Sybil. Tapi kayaknya kita harus nyuri lagi," Tyrion menggeleng memandang ku. Firasat ku memang sudah buruk.
"Enggak ada cara lain apa? Kita disini berasa belajar jadi kriminal tahu gak." Ku usap wajah kasar lalu menghela nafas. Hidup di dunia lain memang sesulit ini.
"Enggak ada. Kita harus curi pil penerjemah setiap bahasa yang dibuat klan fairy itu satu satunya cara agar kalian bisa mengerti bahasa mereka juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐄𝐏𝐑𝐎𝐌𝐄𝐍𝐎
Fantasy𝐊𝐢𝐬𝐚𝐡 𝐬𝐢𝐧𝐠𝐤𝐚𝐭 𝐛𝐞𝐫𝐧𝐚𝐦𝐚 𝐓𝐚𝐤𝐝𝐢𝐫 * * * Membantu menemukan penyebab dibalik ditemukannya Dewi dalam keadaan mengenaskan membawaku pada sebuah pengalaman panjang. Awalnya semua biasa saja, kami datang mengucapkan bela sungkawa ke...