EPILOG

16 2 0
                                    

Purple hole.

Lobang ungu yang menjadi jembatan ku datang kemari pertama kali. Aku kembali berdiri didepannya. Bedanya sekarang kami berada di Euthoria, dengan kebahagiaan yang menyertai.

Teringat kembali saat dimana usaha keras kami agar bisa sampai kemari. Usaha dalam menemukan lubang ungu ini. Melawan dingin menuruni tebing curam, bermalam di sana dengan bantuan pohon besar. Bahkan kaki ku saat itu sempat bengkak.

Sampai akhirnya petunjuk dari Bunda Hadria membawa kami kemari. Rasanya baru kemarin pikiran ku dipenuhi banyak masalah, sekarang semua itu sudah selesai.

"Sybil, kau benar tidak bisa tinggal disini? Setidaknya biarkan bayiku melihatmu." Lucineana menggenggam jemariku. Menatap ku dengan sendu.

"Aku ingin sekali melihat bayimu lahir, Ana. Tapi aku membawa Zani. Dia punya kehidupan juga, aku pun ingin melanjutkan sekolah ku. Jadi aku harus pulang. Lagi pula kau bisa mengabari ku ataupun Ghizarion jika bayimu lahir. Kami akan berusaha untuk melihatnya."

Aku mengelus perut buncit itu. Jadi anak baik ya. Jangan terbiasa seperti ayahmu yang suka mengambil tindakan sendiri, dan membuat orang bingung. Tapi tetap ikuti kebijaksanaannya, juga tampangnya.

"Sysy ingin seperti itu juga. Ayo aku bantu!" Ghizarion berdiri mendekat, pria itu baru saja datang bersama Xilam, setelah berpamitan dengan rakyat Euthoria yang menyambut baik keputusan mereka.

"Pikiran Anda! Nikahi sahabat saya dulu, baru boleh ekhem ekhem!"

Aku sebenarnya ingin marah pada Ghizarion karena mengucapkan kalimat frontal seperti tadi. Tapi ucapan Zani lebih membuat amarah ku naik. Kenapa harus diperjelas sih?

"Berhenti membahas hal itu. Pamitan sekarang!"

"Iya calon istri Ghizarion."

"Zan!"

Aku mulai kesal disini ada kak Zico. Jika sampai kak Zico mengatakan pada Ayah dan Ibu, pastinya mereka akan  bingung. Bukannya ingin menyembunyikan hubungan, tapi bagaimana pun juga aku masih anak SMA. Hal seperti pernikahan masih jauh dalam pikiran ku.

"Eum, Yang Mulia terimakasih karena mau memberikan ku gaun gaun cantik itu. Sungguh aku akan menjaganya dengan baik."

Zani menunduk hormat pada Bunda Hadria. Gadis itu sempat juga meminta gaun. Pantas saja ada barang tambahan yang disimpan di dalam kotak besar. Aku heran, itu semua dress?

"Terus kak Zico kenapa tasnya makin besar kayak gitu? Kak Zico bawa apa?"

Kak Zico menoleh melihat tasnya, karena berat hingga tas itu diletakkan di sampingnya. Ia lalu tersenyum. "Oleh oleh buat Ayah sama Bunda. Masa iyya kita pergi jauh pulangnya cuma bawa orang."

"Bang, lo punya dendam apa sih sama Xilam? nyindir mulu dari tadi, heran."

Zani ternyata juga sadar. Kak Zico memang menunjukkan rasa tak sukanya pada Xilam. Efek cemburunya sudah sebesar itu, sampai orang yang tidak tahu apapun ikut menjadi korban. Ingatkan aku jika kak Zico itu kakakku.

"Gak ada. Mukanya emang ngeselin."

"Orang dianya diem diem baek dari tadi. Ngeselin dari mana coba?"

"Lo kok belain dia mulu dari tadi?"

"Kan faktanya gitu."

"Sudah. Berhenti berdebat, dan siapkan diri untuk masuk. Purple hole sudah terbuka."

Tuan Elvern menengahi. Menunjuk dengan dagu pada  lobang ungu yang terbentang lebar dibawah sana. Aku memperhatikannya. "Setelah ini kita akan sampai dimana?"

𝐏𝐄𝐏𝐑𝐎𝐌𝐄𝐍𝐎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang