THREETY EIGHT

7 2 0
                                    

"Ada apa ini?"

Aku tersentak. Tyrion terbangun. 

Nada suaranya berbeda. Aura nya berbeda, bahkan warna matanya juga berubah menjadi silver. Aneh tapi indah. Netra itu semakin tajam menelusuri sekitar. Apalagi saat tatapannya tertuju pada Kaisar Feo dan Xilam.

Tyrion berdiri, melangkah mendekat ke arah mereka. Mereka sedang memasang aura permusuhan. Suasana dingin bercampur aura aneh dari mereka membuatku merinding. Seakan sulit mengambil nafas.

"Feodorovna, dan Xilam. Lama tak bertemu. Bagaimana, kalian terasa nyaman hidup di atas kehancuran Caerhayes?"

Nada tanya Tyrion sudah terdengar sinis.

"Sepertinya tidak. Kau pasti belum bisa melupakan Viola bukan? Kira kira bagaimana keadaannya sekarang. Apakah masih menjadi tawanan atau menjadi milik orang lain?"

Woah, Kaisar Feo punya kekasih? Viola namanya. Tidak ku sangka dia ternyata juga punya rasa seperti itu.

"Jaga ucapan mu!"

Menegur tapi dengan nada datar. Itu spesialisnya Si Kaisar Feo ini. Jujur saja wajahnya menyebalkan kalau menunjukkan raut itu. Perang dingin dimulai.

Disini tidak ada yang ingin bergerak sama sekali. Tuan Elvern hanya diam memperhatikan, Bunda Hadria juga begitu. Zani dan Zico masih tercengang entah karena apa, dan Xymie serta suaminya memandang waspada. Waspada sewaktu waktu mereka bisa baku hantam disini.

"Ucapan ku? Ada yang salah dengan itu? Oh, ataukah Viola bernasib sama dengan Lucineku?"

Terdengar ada tekanan dalam setiap kata Tyrion. Apalagi saat menyebut nama Lucine. Sepertinya memang Kaisar Feo juga punya masalah percintaan.

"Kau!"

Kaisar Feo bersiap memberi serangan. Tangannya sudah mengeluarkan asap disertai cahaya. Auranya sarat akan kemarahan. Refleks saja aku bergerak menghentikan. Entah mendapat dorongan dari mana tapi dengan beraninya aku berdiri menengahi mereka.

"Jangan mengeluarkan energi jahat di tempat suci seperti ini!"

Tempat ini sejuk dan tentram. Tidak ada yang boleh menodainya dengan amarah seperti itu. Sebenarnya jantung ku juga berdetak takut. Tapi mau bagaimana lagi, setiap kata kata yang dilontarkan Bunda Hadria saat didepan goa teringat.

Aku harus bisa melindungi Tyrion. Bukan hanya itu, aku harus mencegah adanya korban disini. Itu tekad ku. Takdir ini akan ku terima dengan lapang dada.

"Menyingkir!"

"Tidak. Jaga emosimu. Aku pelayanmu enam hari ke depan kan, maka dari itu aku harus melindungi tuan ku ini dalam tindakan bodoh yang dilakukannya ketika marah."

Kaisar Feo diam. Untunglah, asap bercahaya ditangan nya menghilang, pekikan dari Zani terdengar samar. "Sy, please deh. Jangan bahayain diri lo sendiri dalam situasi kayak gini!"

"Ini bukan membahayakan diri Zan. Tapi mencegah bahaya itu terjadi."

Aku menoleh melihat Zani sebentar lalu kembali mendongak sedikit memandang tepat pada netra Kaisar Feo.

"Sekarang pikiran apa yang tengah Kaisar tinggi kalian itu rasakan sekarang. Tyrion kembali mendapat kuasanya. Kekuatan yang tersegel itu terbuka setelah bertahun tahun. Besar kemungkinan Kaisar Zhirion sudah merasakan perubahan ini. Jadi, kalian masih tetap ingin berdebat disini, atau mencari tahu keadaan di pusat Euthoria?"

Pria bertopeng itu mengerjab. Agak sulit mengetahui ekspresi apa yang tengah dia tunjukkan hanya dengan menatap matanya. Tapi yang pasti dia tengah berfikir. Semoga saja dia mendengar ucapan ku.

𝐏𝐄𝐏𝐑𝐎𝐌𝐄𝐍𝐎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang