TIGAPULUH

97 23 73
                                    

Mata gadis itu menjelajah sekeliling, kenapa mereka berhenti disini? Ini kan gang masuk perumahan Ara bukan rumah Aksel.

"Kenapa disini? ayo gue anterin pulang!" ajak gadis itu kembali menaiki sepedanya namun tertahan tangan Aksel.

"Gue bisa pulang sendiri kali Ra, udah Lo buruan pulang sana keburu sore." Suruh Aksel tangannya membenarkan poni Ara yang tertiup angin.

Ara terdiam canggung, kenapa dia harus pusing mikirin Aksel? dia telpon para pengikutnya juga pasti di jemput. Iya si Ical sama Fahri.

"Ah gitu? yaudah."

"Eh Ra," panggilan Aksel seketika menghentikan langkah Ara.

",maafin gue soal kemaren, niat gue gak kayak gitu kok. Terus ini yaudah bawa aja dulu gue juga gak mungkin kan bawa pulang, nanti malah nyungsep lagi." Lanjut laki-laki itu mencoba santai.

Tatapan Ara beralih ke sepeda yang ia tinggalkan, mubadzir juga kalau di buang.

"Kalau Lo gak mau gak papa kasih aja ke siapa gitu, gue gak maksa Lo makek seterusnya. Beneran Ra."

Ara menatap mata Aksel dalam. Dia tuh serius bukan mau ngrendahin harga diri Ara. Niatnya baik supaya Ara gak naik bus terus menanggulangi gangguan jajaran Otong kayak kemarin.

"Makanya besok jangan beliin barang-barang lagi!" gadis bertubuh mungil itu berkacak pinggang dihadapan Aksel.

"I-itu gak---maaf, iya maaf gue salah deh."

"Yaudah."

"Yaudah apa?"

"Biar gue bawa siapa tahu besok Lo bisa naik sepeda terus Lo ambil nih sepeda, Lagian bisa naik motor kenapa gak bisa naik sepeda!"

Aksel mengerutkan kening, "iya ya kenapa gue gak bisa? sampai kapanpun juga gue gak bakal bisa," gumamnya dikalimat akhir.

"Woy!!" Tiba-tiba seorang dengan motor ninja berwarna hitam yang dia kendarai berhenti di dekat dua insan tadi. Dia menstandar motornya dan membuka helm full face hingga akhirnya menampakan wajah yang tak asing.

"Wehh cewek baru nih." Lanjut laki-laki tadi lalu berjalan mendekati Ara.

Tatapan Aksel berubah sarkas, dia menahan tangan Ara agar tetap di belakang sedangkan gadis itu hanya diam tak mengerti.

"Lo kenal Sel?" Aksel tak menggubris pertanyaan Ara.

Laki-laki tadi berceringai dan tepukan tangan. "Hebat banget Lo tiap hari gonta-ganti cewek."

"Ngapain Lo kesini?" tanya Aksel dingin.

"Eyyo man, ini jalan kerumah. Lo pikir gue ngikutin Lo?"

"Gue lagi gak mau ribut Ndre!"

"Aksel?" bisik Ara sekali lagi, namun tetap tak ada jawaban dari orang yang dia panggil.

"Kenalan dulu dong sama kakaknya Aksel tercinta, nama gue Andreas Lo siapa?"

Uluran tangan Andreas ditampar kasar oleh Aksel. Ini orang bukannya naikin IPK-nya malah ngurusin hidup Aksel terus, heran.

"Kakak?" geming Ara semakin tak mengerti.

"Ra, Lo pulang ya udah sore."

"Jadi pacar Lo sekarang tinggal di--ehm tempat ginian?"

"Ra! gue mohon!" pinta Aksel dengan nada meninggi. Ya memang sikonnya gak mendukung untuk segala pertanyaan Ara, lebih baik agar dia pulang.

Ara mengangguk pelan, dia mulai mengayuh sepedanya masuk gang menjauhi kedua saudara itu.

"Iya sih dia cantik tapi kalau Papa tahu dia anak kampungan--"

Jomblo, Bodo Amat!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang