Ara terpaku menatap apa yang baru saja terjadi didepan matanya. Tubuhnya kaku seolah tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi.
"Kak, kak bangun kak!" Anak laki-laki itu terus menggoyangkan tubuh cowok yang menolongnya, dia memakai helm sehingga membuat wajahnya tidak terlihat begitu jelas.
Seperkian detik Ara tersadar dari lamunannya, dia menyetandar sepedanya dan berlari mendekat ke arah mereka berdua.
"Kak, kak bangun kak!"
Ara berjongkok, "kamu gapapa dek?"
"Gak papa kak, tapi kakak ini." Anak itu menunjuk ke tangan kiri laki-laki itu. Darah, terlihat darah keluar dari lengan tangannya, mungkin di sebabkan karena dia melindungi kepala anak tadi dan membiarkan tangannya tergores ke aspal.
Jaket laki-laki tadi sedikit terbuka, memperlihatkan identitas sekolahnya.
Logo SMA Pertiwi. Melihat laki-laki itu berasal dari sekolah yang sama, segera mungkin Ara berusaha membangunkannya.
"Woy, mas, ah dek, kak, ah siapa pun Lo tolong bangun dong." Ara terus menggoyangkan tubuh laki-laki itu.
Keadaan jalanan yang sepi membuat Ara semakin buntu ide bagaimana harus menolongnya.
Ara berusaha membuka helm yang dia kenakan, dan benar saja Ara semakin terkejut melihat siapa yang terbaring di hadapannya.
"AKSEL!!"
"Bangun dong, Sel, Lo gak bakalan mati disini kan? Jangan jadi penunggu jalan disini dong! Gue tiap hari pulangnya lewat sini soalnya. Aksel bangun!"
Anak laki-laki di sebelah Ara mencoba memeriksa denyut di tangan kiri Aksel.
"Kak." Panggil anak tersebut, dia memandang Ara dengan wajah ketakutan.
"Apa, apa ada apa?"
"Gak ada denyutnya."
Ara terkejut, dia kembali menggoyangkan tubuh Aksel. "Ahhh yang bener dek kalau ngomong! Ahh Aksel bangun dong, kalau Lo mati masa gue harus jadi saksi kejadian ini! Lo nolongin gue! Makasih banget tapi ayo dong hidup lagi! AKSEL!!!"
"Arghh." Terdengar suara rintihan berat, Aksel menggerakkan badannya. Ara dan anak tadi terdiam memperhatikan.
"Argh, dek, yang Lo pegang itu bukan denyut nadi, tapi sendi di pergelangan tangan gue, argh." Suara Aksel terdengar berat, dia beralih duduk sekarang.
"Lo? Lo gapapa? Tangan Lo." Tanya Ara dengan berhati-hati.
Aksel merogoh sesuatu dari dalam saku celana dengan tangan kanannya. "Ah ini." Dia mengulurkan beberapa lembar uang seratus ribu rupiah kepada anak laki-laki di hadapannya.
"Tapi kak..."
"Tadi gue sengaja nabrakin motor gue, dan ini buat ganti biaya lecet-lecet motornya sama Lo. Lain kali kalau mau jadi pembalap sekolah dulu yang bener, jangan main trek-trekan di jalanan kaya gini, coba aja kalau gue tadi telat. Nih, ambil dan bawa ke bengkel, jangan sampai bikin ortu Lo khawatir." Aksel masih menyodorkan uang nya.
Anak itu mengambil uang yang Aksel ulurkan, "ma_makasih ya kak. Kakak gapapa kan?"
"Udah, udah buruan sana sebelum dilihatin banyak orang."
"Sekali lagi makasih kak, maaf juga." Anak laki-laki itu berlari menghampiri sepeda motornya dan meninggalkan Ara dan Aksel.
Ara masih melamun memandangi Aksel.
Aksel menoleh ke arah Ara, sorot mata mereka bertemu. "Kenapa? Gue ganteng kan?"
Ara tersadar dari lamunannya, dia cepat-cepat mengalihkan pandangan dan berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jomblo, Bodo Amat!
Novela Juvenil✓[ Fiksi remaja - Romance - Comedy ] |Sebelum baca, follow dulu yuk biar lebih enak azekk| Jomblo. Satu kata yang cukup--horor bagi setiap orang yang pernah merasakannya. Siapa yang masuk kategori ini? Mereka yang sendirian, gak ada pasangan, gak d...