Ke-lima

116 9 0
                                    

Bulan Agustus ini kandungan Laina sudah memasuki usia 9 bulan, sudah benar-benar dekat dengan hari melahirkan yang sudah ditentukan oleh dokter kandungan. Arsyad dan Jaero tentu saja selalu siap siaga jika sewaktu-waktu sang bunda akan melahirkan, meleset dari tanggalnya, bahaya kata Arsyad.

"Bunda, nanti adik kita cowok ya? Cowok lagi, Bun?" tanya Jaero sambil mengelus perut sang bunda dengan sayang.
"Iya cowok lagi, gapapa ya?"
"Gapapa dong Bunda, kita bersyukur kok apapun jenis kelamin adik kita. Aku sama Ro bakalan selalu sayang Bunda dan adik, kita di sini untuk Bunda,"

Ah, Arsyad dan Jaero memang dikenal sebagai kakak beradik bermulut manis tingkah buaya. Bagaimana tidak bahkan sang bunda saja sudah tersenyum sambil tersipu malu mendengar ucapan kedua anaknya. Oh tidak, keduanya memang tulus menyayangi dan akan menjaga keluarga mereka, karena menurut mereka, laki-laki sejati itu adalah laki-laki yang bertanggung jawab, berani, dan akan menyayangi serta menjaga apapun yang sudah menjadi miliknya.

"Bunda lahiran di rumah sakit tempat kerja Bunda, ya? Ada dokter atau suster cantik ga, Bun?" oke, jiwa buaya Jaero memang sudah tertanam sejak dini, jangan heran, oke.
"Ada, tuh Tante Tiffany cantik, baik lagi,"
"Yeh si abang, itu mah gausah ditanya, tapi ntar aku digibeng Om Donghae, Bang,"

Mereka semua hanya bisa tertawa mendengar jawaban polos merujuk bodoh yang dilontarkan oleh Jaero. Arsyad lagi-lagi hanya bisa tersenyum melihat adik dan sang bunda bersenda gurau, tertawa begitu bahagianya. Pemandangan yang akhir-akhir ini jarang dilihat olehnya karena sang bunda lebih suka melamun dan mengurung diri di kamar.

"Abang, gue mau cakap-cakap nih,"
"Apaan? Cakap tinggal cakap,"
"Gue udah tau kelakuan busuknya seorang Arion Alatas, Bang, dan gue ga bisa tinggal diam,"
"Gue juga udah tau dari lama tapi sekarang bukan waktu yang tepat buat bales dendam, Jaero. Bunda bentar lagi melahirkan, kita harus lebih perhatiin bunda daripada si brengsek itu,"

Jaero mengangguk setuju mendengar balasan dari sang abang. Keduanya memang cocok jika disatukan dalam aksi balas dendam, otak mereka seperti sudah terkoneksi oleh suatu benang tebal yang tidak akan mungkin bisa diputuskan oleh siapapun, sekalipun itu sang bunda atau keluarga Malik.

"Arsyad, Jaero! Kalian mau ngelakuin apa ke ayah kalian?"
"Bales dendam lah, Bunda, masa kita ajak main monopoli," jawab Jaero sambil memakan buah milik sang bunda.
"Ga ada bales dendam ya! Kalian tuh masih kecil, belum saatnya untuk ngelakuin ini, Arsyad, Jaero,"
"Bunda tenang aja, ada waktunya kita balas dendam. Bunda ga usah khawatir, kita bisa jaga diri, kita pasti bisa jagain Bunda, adik, dan keluarga kita. Orang itu bukan lagi ayah kita setelah semua yang udah dia lakukan ke kita, Bun. Orang itu memang pantas untuk menerima pembalasan dari kita, Bunda,"

Laina hanya bisa diam mendengar ucapan si sulung, Arsyad. Sebenarnya, diam-diam Laina merasa bangga dengan kedua anaknya, dirinya semakin menyadari bahwa keduanya sudah mulai beranjak dewasa, mengerti akan rasanya tanggung jawab, rasanya menjaga dan menyayangi orang-orang sekitarnya. Laina sungguh menyayangi kedua anaknya dan calon anaknya yang sebentar lagi akan lahir.

Balas dendam, tidak ada yang salah jika hal itu dilakukan oleh Arsyad dan Jaero. Keluarganya disakiti, keluarganya ditelantarkan, apakah keduanya akan diam saja? Tidak, sebagai seorang laki-laki, mereka sudah tahu apa yang harus dilakukan jika itu menyangkut kepunyaannya, termasuk keluarga. Mereka paham bahwa seorang laki-laki sejati harus memegang teguh janji yang sudah diucapkannya saat akad nikah di hadapan penghulu, wali nikah, saksi, para undangan, bahkan di hadapan Tuhan. Menurut mereka, laki-laki yang ingkar, bukanlah laki-laki yang pantas untuk diberi kesempatan , melainkan harus diberi ganjaran agar orang itu sadar akan kesalahannya.

"Tenang, Jaero, gue yang akan nyusun semuanya. Udah siap, kita eksekusi bareng-bareng,"

Arsyad & JaeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang