Ke-tujuhbelas

57 5 0
                                    

Pertemuan yang dijanjikan oleh Laina kepada ketiga anaknya kini sudah akan berlangsung dalam waktu 10 menit lagi. Arsyad, Jaero, dan Ammar bahkan sudah siap mengenakan kostum semi formal untuk mendukung acara pertemuan sang bunda dengan keluarga calon ayah baru mereka, Adrian.

"Ro, bunda kamu kok belom keluar? Bunda baik-baik aja kan?"
"Bentar, Om, Ro cek dulu, titip Ammar ya," jawab Jaero sambil menyerahkan adiknya kepada Adrian.

Sepertinya Arsyad paham alasan kenapa sang bunda belum juga keluar dari kamarnya padahal waktu sudah menunjukkan pukul 19.30 WIB, sebenarnya sudah telat 10 menit dari waktu yang sudah dijanjikan.

"Bunda? Ro masuk, ya?"
"I-iya, Jaero, masuk aja,"
"Loh?! Bunda kok nangis? Bunda kenapa? Mata Bunda kecolok eyeliner atau pensil alis?"
"Bu-bunda takut, Ro,"
"Takut kenapa, Bunda? Kan ada Bang Arsyad sama aku yang jagain, Bunda,"
"Bunda takut kalau orang tua Om Adrian ga suka, Bunda takut mereka ga bisa nerima kondisi Bunda yang udah janda, anaknya tiga lagi,"
"Astagfirullah, Bunda! Bunda kan tau sendiri, Ammar aja suka banget kalau diajak main ke rumah Om Adrian, kita juga diterima dengan baik sama mereka, Bun. Bunda tau kan tentang omongan kalau mau dapetin ibu atau ayahnya, deketin dulu anaknya?" Laina kemudian mengangguk mendengar kata-kata anak keduanya itu.
"Nah! Mereka tuh suka tau sama Bunda, mereka tuh deketin Bang Arsyad duluan bahkan, soalnya dia kan yang paling tua, protektif sama kita, baru deh deketin Ro sama Ammar. Apalagi pas mereka tau Bunda tuh dokter spesialis anak, tambah gembira mereka,"
"Gitu ya?"
"Hm, Bunda udah cantik, manis, menawan banget. Ga keliatan sumpah kalau Bunda tuh udah janda beranak 3,"

Laina kemudian tersenyum dan merapihkan lagi rambut serta dress yang dipakainya. Dirinya memang sungguh menawan, dengan wajah yang manis serta bentuk badan yang proporsional, tidak menunjukkan kalau dirinya sudah memiliki 3 anak serta sudah menjadi seorang janda. Dress merah yang dibelikan oleh Arsyad serta heels dengan warna senada juga menambah kesan manis namun seksi dari seorang Laina Ashilla Malik.

"Astaga, ini bunda kamu, Syad? Ya ampun cantiknyaaa," ucap seorang wanita yang diyakini Laina adalah ibu dari calon suaminya, Adrian.
"Selamat malam, Tante, saya mohon maaf karena sudah terlambat untuk turun, tadi saya sangat gugup untuk bertemu Tante,"
"Loh kenapa gugup? Saya udah tau kamu dari lama, Laina,"

Jujur saja, Laina dan kedua anaknya merasa heran dan bingung dengan perkataan dari ibu Adrian yang terkesan misterius. Hal ini membuat Arsyad dan Jaero berpikir keras akan berbagai kemungkinan yang bisa saja terjadi dulu sebelum Adrian datang ke kehidupan mereka.

"Oh, apa mungkin Oma yang pake mobil warna biru itu ya?"
"Warna biru? Maksudnya gimana, Syad?"
"Dulu, sebelum Bunda nikah sama orang itu, aku sering liat mobil biru di depan lobby rumah sakit, terus aku sekilas denger ada yang sebut nama Laina gitu,"
"Ih ih, Ro inget! Waktu itu di minimarket sebelah kantin rumah sakit, aku pernah papasan sama Oma, terus juga sebut-sebut nama Laina,"

Ibu dari Adrian hanya tersenyum sambil mengangguk mendengar ucapan dari kedua calon cucunya ini. Dirinya tidak salah pilih calon menantu dan calon cucu kalau ternyata Arsyad dan Jaero memiliki insting dan ingatan yang begitu tajam. Padahal dirinya sangat yakin kalau kejadian itu sudah terjadi bertahun-tahun yang lalu.

"Ya, Oma sebenernya udah ngincer bunda kalian untuk jadi menantu buat Oma. Eh, malah udah dijodohin duluan dan nikah deh,"
"Sa-saya baru tau kalau Tante ternyata udah memperhatikan saya sejak lama. Kenapa Tante ga pernah ketemu sama saya, ya?"
"Sengaja hehehe, saya hanya mau memantau aja, melihat bagaimana rupanya kamu, cara kamu menangani pasien apalagi menangani anak-anak, cara kamu berbicara di depan umum. Itu semua menarik perhatian saya, Laina,"
"Oleh karena itu, Laina, saya Adrian Raka Mahendra ingin meminang kamu untuk menjadi istri serta ibu dari anak-anak nanti. Saya tahu bagaimana kehidupan pernikahan kamu dulu, saya tahu bagaimana penderitaan dan kesedihan yang kalian rasakan. Saya tidak meminang kamu karena rasa belas kasihan, tapi karena saya memang tulus mencintai dan menyayangi kamu dan anak-anak kamu. Saya tidak bisa memaksa kamu untuk menerima saya, karena saya tidak mau egois mengenai perasaan dan hati seseorang. Saya di sini hanya bisa berusaha dan mengusahakan yang terbaik untuk semuanya, selebihnya saya pasrahkan kepada Yang Maha Kuasa,"

Laina menangis mendengar penjelasan dari Adrian dan ibunya. Dulu, sebelum dirinya dinikahi oleh Rion, kedua orang tua laki-laki itu tidak pernah sekalipun mengatakan hal seperti ini kepadanya atau bahkan kepada kedua orang tuanya. Rion pun selaku calon suaminya dulu bahkan tidak pernah seperti ini.

"Kalau anak-anak gimana? Nerima ga lamaran anak Oma?"
"Saya sebagai perwakilan adik-adik, jujur, saya menyetujui lamaran yang disampaikan oleh Om Adrian. Saya juga sudah mengenal Om Adrian selama ini, beliau orang yang perhatian, penyayang, loyal, dan royal, Om Adrian juga bisa menjadi sosok ayah yang baik untuk saya dan kedua adik saya,"
"Ro juga setuju sama Bang Arsyad! Om Adrian orangnya hangat, murah senyum, dermawan juga. Kalau kata ustadz sih kalau dermawan nanti hidupnya makin aman, nyaman, tentram, damai, harta juga makin berlimpah, hati juga makin baik. Jadi, Ro setuju!"
"Ju! Mal ju ju!"

Adrian dan ibunya tersenyum senang setelah mendengar persetujuan dari ketiga anak Laina itu. Ammar bahkan kini sudah ada di gendongan ibu Adrian dan terus memamerkan senyum lucunya kepada sang bunda.

"Sa-saya setuju dengan lamaran dari Adrian, Tante. Tapi mungkin Tante dan Adrian harus menemui kedua orang tua saya dulu untuk meminta restu juga dari mereka,"
"Alhamdulillah, terima kasih Laina! Kalau gitu lusa aja kita makan siang dengan keluarga kamu, ya? Dan jangan panggil tante, panggil aja mama,"
"A-ah iya, Mama, kalau gitu ayo kita makan malam dulu, Laina udah masak banyak hehehe,"

Mungkin ini sudah saatnya bagi mereka untuk berbahagia, mungkin ini sudah saatnya bagi mereka untuk menemui ketenangan dalam hidup mereka. Mungkin ini sudah saatnya bagi Adrian untuk menjadi pemimpin dari keluarga kecil Laina ini, mungkin ini sudah saatnya bagi Arsyad dan Jaero untuk benar-benar belajar menjadi sosok pelindung bagi keluarganya, sosok jenderal dan panglima tempur yang sesungguhnya.

"Laina, Arsyad, Jaero, Ammar, saya bisa pastikan kalian akan bahagia bersama saya,"

Arsyad & JaeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang