Ke-delapan

91 8 0
                                    

10.30 WIB, sudah saatnya bagi Laina untuk segera masuk ke ruang persalinan untuk melahirkan anak bungsunya. Dengan ditemani oleh Donghae dan diiringi doa dan harapan dari semua orang, Laina akhirnya bisa melahirkan bayinya dengan selamat meskipun harus melahirkan secara caesar.

"La, mau dikasih nama siapa? Oh ya, harus diadzanin dulu, kan?"
"Iya, Hae, boleh tolong panggilin anak-anak? Aku harus diskusi sama mereka,"
"Oke, tunggu sebentar ya, La,"

Melihat Donghae keluar, Arsyad, Jaero, dan Jeno langsung buru-buru masuk ke dalam kamar rawat sang bunda. Donghae yang melihat kelakuan mereka hanya bisa mendengus dan duduk terdiam di ruang tunggu.

"Donghae! Gimana, Laina udah melahirkan?"
"Udah, Ad, gih sana masuk, bayinya laki-laki, ganteng,"
"Gue masuk dulu, ya, titip jas sebentar,"

Adrian kemudian membuka pintu kamar rawat Laina secara perlahan, dirinya takut mengganggu waktu istirahat dokter cantik yang disayanginya itu. Oh, mungkin, Laina belum bisa beristirahat karena ketiga anak di hadapannya ini terus meributkan masalah nama untuk si bungsu.

"Boys, ini rumah sakit, malu dong ah. Itu ada Om Adrian juga kalian masih aja ribut,"
"Gue tau! Om, izin pake namanya buat si adek, ya?!"
"Ha-hah? Nama saya?"
"Iya, tadi apa Jen nama dari lu? Ammar ya?"
"Mahendra Ammar Malik, gimana?"
"Ih cakep itu nama, saya suka saya sukaaa!"

Adrian hanya bisa menggelengkan kepala sambil melihat bayi mungil yang sedang didekap oleh sang bunda. Dirinya benar-benar membayangkan bagaimana jika seandainya Laina saat ini melahirkan anaknya dan ketiga anak di depannya ini adalah anak-anaknya. Adrian benar-benar bersyukur sebenarnya karena namanya dipakai untuk menamakan anak bungsu Laina dan sepertinya sang bunda juga tidak mempermasalahkannya.

"Pak Adrian ga masalah namanya dipakai?"
"Ga masalah, Laina, itu berarti kedua anak kamu sekaligus Jeno percaya dengan nama saya. Pasti mereka ada alasan tersendiri kok," jawab Adrian sambil mengelus pipi gembul milik Ammar.
"Om, tolong adzanin Ammar, ya?"
"Loh kok saya? Kamu kan abangnya, Syad,"
"Saya masih sering bolong ibadahnya, kelakuan saya juga banyak minusnya. Saya tahu Om mungkin masih orang luar dalam keluarga kami tapi saya tahu kalau Om lebih baik daripada saya, Om juga mungkin ada minusnya dulu, tapi kan sekarang sama dulu beda. Kalau saya sih masih minus banyak, mending Om aja, ya kan, Ro, Jen?"
"Bener tuh Om! Jangan suruh Jaero, anak berandal macem dia malah lebih parah daripada Bang Arsyad, kalau saya beda agama kan Om,"
"Astagaaa, kalian ini ngerepotin Om Adrian banget loh!"
"Gapapa, Laina, sini biar saya adzanin. Semoga dengan memakai nama saya dan diadzanin oleh saya, Ammar bisa menjadi anak yang berbakti kepada orang tuanya, penurut, sayang dengan bunda dan abang-abangnya, bertanggung jawab. Ammar harus berani ya kayak Bang Arsyad dan Bang Jaero, Ammar juga harus loyal ke sahabat Ammar nanti kayak Bang Jeno, oke? Om pasti selalu di sini untuk melihat tumbuh kembang kamu, sampai kamu dewasa nanti, Ammar,"

Laina meneteskan air matanya, terharu mendengar doa dan harapan yang dipanjatkan Adrian untuk anaknya. Dia juga merasakan hangat di dalam benaknya ketika mendengar suara merdu Adrian mengadzani anak bungsunya, Ammar, dirinya juga merasa begitu tenang setelah mendengar lantunan ayat suci yang juga dibisikkan ke telinga anaknya. Dulu, saat Arsyad dan Jaero lahir ke dunia ini, bukan Rion yang mengadzani mereka, melainkan sang ayah, kakek dari anak-anaknya yang melakukan itu semua.

Arsyad, Jaero, dan Jeno juga sama-sama meneteskan air mata mereka mendengar ucapan tulus dari mulut Adrian. Arsyad dan Jaero merasa begitu senang karena bisa melihat adik mereka diadzani oleh orang yang bertanggung jawab seperti Adrian. Mereka senang karena bisa mengenal sosok laki-laki seperti Adrian, mereka merasa tenang dan hangat juga, perasaan yang selama ini tidak pernah dirasakan oleh mereka sejak dulu. Jeno bahkan yang tidak mengerti apapun tentang adzan dan ayat suci pun ikut meneteskan air matanya. Dirinya terharu karena Jeno baru pertama kali bertemu dengan orang sebaik dan setulus Adrian. Jeno semakin yakin kalau sebenarnya jodoh dari Laina itu bukan Arion Alatas melainkan Adrian Raka Mahendra yang sekarang tengah mengecup sayang kening adik bungsu sahabatnya.

Mahendra Ammar Malik14 Agustus 20xx3,3kg ; 53,5 cm

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mahendra Ammar Malik
14 Agustus 20xx
3,3kg ; 53,5 cm

"Welcome to this beautiful world, Ammar! Kamu akan dicintai, kamu akan disayangi oleh banyak orang. Ammar, tumbuh lah menjadi laki-laki yang kuat, laki-laki yang menepati janjinya, laki-laki yang tidak hanya mengandalkan emosi tetapi juga pikirannya. Jadilah laki-laki yang menyayangi keluarga, ya, Nak, jadilah laki-laki yang bisa diandalkan baik fisik maupun bathinnya. Om akan selalu di sini, menemani kamu, Laina, dan kedua abang kamu, meskipun Om harus mengorbankan perasaan Om, karena bunda kamu masih menjadi milik orang lain,"

Arsyad & JaeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang