Pagi itu di rumah keluarga Malik, semua orang sudah terbangun dan mulai melaksanakan aktifitas mereka. Laina sedang memasak dibantu oleh Bibi Min, Adrian sudah membaca koran ditemani dengan kopi hitam panasnya, sedangkan Arsyad tengah memasang dasinya untuk keperluan kampusnya.
"Abaaang!! Ini tuh dasinya Ro, lepas ga?!"
"Apa sih?! Ini dasinya Abang, dasi kamu kan biru!"Lagi-lagi kenangannya bersama sang adik terputar bagaikan kaset rusak, dirinya selalu mengingat setiap kali mereka meributkan hal-hal kecil, contohnya seperti dasi tadi.
"Syad, ayo sarapan, Bunda udah nungguin," kata Adrian.
"Oke, aku ke bawah sekarang,"Laina yang sudah duduk di meja makan kemudian tersenyum melihat betapa gagahnya anak dan suaminya itu. Namun, hatinya kembali menangis ketika melihat tidak ada sosok anaknya yang ceria dan penuh keributan itu, hatinya kembali berteriak memanggil anak keduanya yang telah pergi meninggalkan mereka semua. Ia menyesal, sangat menyesal atas semua yang terjadi pada anak keduanya, Jaero.
"Bunda kenapa? Bunda sakit?"
"Eung? Oh gapapa, Bunda sehat kok,"
"Bunda kepikiran Jaero ya?"Adrian tersenyum tipis ketika tahu istri dan anaknya masih merindukan sosok Jaero yang kini telah meninggalkan mereka. Bohong jika dirinya baik-baik saja, sejak beberapa tahun yang lalu, Ia tidak pernah bisa tidur dengan lelap memikirkan semua yang terjadi pada keluarganya. Adrian akui, Ia salah karena tidak bisa menjadi sosok kepala keluarga dan ayah yang baik, Ia menyesal karena tidak bisa menemani anaknya di hari terakhir dia hidup, Ia menyesal karena sudah mengikuti egonya dan malah membiarkan anaknya merasakan penderitaan dan penyesalan karena bisa hidup kembali sampai akhirnya Tuhan memilih untuk membawanya pergi.
"Jaero udah tenang di sana, Mas yakin dia ketemu sama Ammar, mereka baik-baik aja,"
Tak jauh berbeda dengan keadaan keluarga Malik, Tiffany bahkan sampai sekarang juga enggan untuk melihat anak semata wayangnya, Donghae hanya bisa diam dan memilih untuk tidak ikut campur dengan perasaan Tiffany.
"Kenapa sih Jen kamu ngomong kayak gitu? Kamu tau ga, Ro tuh sayang sama kamu, dia pasti pengen kamu nemenin dia waktu itu, tapi kamu malah menjauh, sekalinya dateng, kamu bikin dia kecewa sama dirinya sendiri, Jen,"
"Maafin Jeno, Ma, Jeno nyesel sekarang, maafin Jeno, Ma, Pa,"
"Minta maaf sama Jaero, minta maaf atas semua perbuatan kamu. Asal kamu tau, Jen, kalau aja Papa tau waktu itu dia kecelakaan dan butuh donor darah, Papa rela donorin darah Papa buat Jaero,"Semua orang yang mengenal sosok Jaero sangat terpukul ketika tahu anak yang begitu ceria dan penuh tawa itu pergi meninggalkan mereka. Semua orang menyesal karena tidak pernah berusaha untuk membuktikan kepada Jaero bahwa mereka akan selalu ada untuknya, meskipun dunia menatapnya dengan jahat, meskipun dunia menolak keberadaan dirinya, harusnya mereka bisa membuktikan bahwa dengan adanya mereka, Jaero tidak perlu takut, Jaero tidak perlu bersembunyi atau bahkan pergi. Karena mereka akan melawan dunia hanya demi kebahagiaan Jaero.
"Maafkan kami semua, Jaero, kita salah, kita berdosa atas semua yang menimpa kamu. Maafkan kami yang tidak bisa menjagamu dengan baik, maafkan kami yang memilih untuk pergi daripada menemanimu. Jaero, kami begitu sayang padamu,"

KAMU SEDANG MEMBACA
Arsyad & Jaero
FanfictionArsyad Kaffa Malik dan Jaero Abimanyu Malik, sepasang kakak adik yang tidak bisa dipisahkan oleh apapun. Arsyad dengan perangainya yang lembut, dingin, dan sulit disentuh, Jaero dengan perangainya yang meskipun dingin, Ia tetap tersenyum riang kepad...