Ke-duapuluh sembilan

71 6 0
                                    

Sudah menjadi kebiasaan untuk dirinya berjalan ke kamar yang penuh dengan nuansa biru itu dan mulai mencoba membangunkan anaknya untuk segera bangun karena bel sekolah akan segera berbunyi. Laina lagi-lagi mengarahkan kakinya untuk membangunkan Jaero yang selalu tertidur nyenyak dengan memeluk boneka Pikachu pemberian sang abang, Arsyad.

"Ro, bangun yuk! Kamu kan mau sekolah, katanya kamu mau ikut lomba futsal, nanti telat loh,"

Dirinya sadar ketika tak ada jawaban manja dari bibir anaknya, dirinya sadar ketika tak ada bunyi keributan dari dalam kamar anaknya, dirinya sadar bahwa anaknya sudah pergi meninggalkan hidupnya.

"Hiks, Jaeroooo, maafin Bunda, tolong, hiks"

Keadaannya tak jauh berbeda dari Arsyad hanya saja Laina jauh lebih terpuruk daripada semua orang. Adrian menghela nafas seraya mendekap erat tubuh ringkih istrinya itu. Sebagai seorang suami, dirinya merasa gagal untuk memimpin keluarganya dan sebagai seorang ayah, dirinya gagal untuk bisa menyayangi anak-anaknya dengan adil.

"TANTEEE!! TANTE HARUS LIAT INI, TAN!!"
"APA SIH?! BERISIK BANGET, HAIDAR! Ucapin salam dulu kek, maen nyerobot rumah orang aja,"
"Sori, Bang, huft! Selamat pagi, eh Tante nangis? Duh gapapa, Tan, tapi i-ini ada su-surat,"
"Surat apa, Haidar? Boleh saya baca?"
"I-ini emang untuk keluarga Malik, Om, silahkan aja dibaca,"

Adrian terdiam ketika melihat amplop surat yang bergambar karakter Doraemon itu apalagi setelah melihat tulisan yang menghiasi amplop itu. Dirinya yakin Ia tidak berhalusinasi apalagi salah satu teman anak-anaknya bisa sampai terkejut ketika mengantarkan surat ini.

"I-ini tulisan Jaero kan, Mas? Amplop suratnya juga kan? Mas jawab aku!"
"I-iya, Laina, ini pu-punya Jaero, Mas yakin!"
"Bacain Yah isi suratnya apa,"

"To : Keluarga Malik
From : Jaero

Ayah, Bunda, Abang, Jeno, dan semua sahabat-sahabatku yang budiman. Kaget ya? Hehehe, maaf ya ini dadakan banget, aku juga ga tau harus gimana sebenernya.
Untuk semuanya, aku mau minta maaf yang sebesar-besarnya atas apa yang terjadi selama ini. Sebenernya, Ammar udah sempet ketabrak tapi yang kena cuma kakinya aja dan aku ga mau Ammar tambah parah makanya aku dorong dia dan ya gitu aku justru malah yang kena. Aku ga tau kalau akibatnya akan sefatal itu, Ammar harus pergi dengan cara yang kejam, aku ga bisa tinggal diam, ya kan?

Aku juga tau apa aja yang selama ini kalian omongin pas aku koma. Kenyataan kalau orang koma itu masih bisa denger orang lain, itu bener deh. Aku bersyukur karena hampir semua sahabat-sahabat aku selalu dateng dan nyemangatin aku, ngeyakinin aku untuk secepatnya bangun. Tapi semua usaha aku untuk bangun kayak sia-sia di mata beberapa orang. Mereka datang dan ngomong hal-hal yang jahat, membuat aku sadar kalau aku emang ga seharusnya hidup lagi ke dunia ini. Jadi, aku cuma bisa berdoa saat itu ke Allah, cabut aja nyawa aku karena aku emang udah ga pantes lagi untuk hidup.

Tapi ya ternyata Allah berkehendak lain, setelah aku dinyatakan meninggal, tiba-tiba aku bisa hidup lagi. It's like He give me a chance to prove that I'm not wrong and my family still wants me. Dokter Reyno sih yang bilang ke aku, jangan marah oke?!

Ayah, Bunda, Abang, Jeno, dan semuanya, aku baik-baik aja, ga sih, aku lagi jalanin terapi untuk tulang belakang aku, kakiku juga sempet retak jadi ya harus penyembuhan total. I'm not in Indonesia lagi, aku ada di luar negeri, kuliah aku ambil short course di sini dan akan di approve sama kampus di Indonesia, jadi ya tenang aja.

Satu hal yang harus kalian tau, pelaku sebenarnya adalah Arion Alatas, ayah kandung aku dan Bang Arsyad, mantan suaminya Bunda. Seperti yang ada di diary, aku udah tau dia ngincar keluarga kita terutama Ammar, and I need to stop him. Bukti-buktinya udah banyak yang ke kumpul, abis ini minta tolong Bang Theo sama Yara buat proses semua perkara ini.

Aku akan kembali untuk kalian semua cuma I still need some time to healing myself dan short course aku juga belom selesai di sini. Ayah, Bunda, Abang, Jeno, dan sahabat-sahabatku yang aku cintai, tunggu aku, ya? Btw ada yang aku taksir di kampus, Bang, jagain yang namanya Clara Syahilla, satu jurusan sama Ayana. Bye.

Jaero Abimanyu Malik

Laina tidak tahu bagaimana bisa semua sahabat anaknya ada di rumahnya ini tapi dirinya bersyukur karena ternyata masih banyak yang peduli dengan Jaero dan selalu mendoakannya. Dirinya cukup terhibur melihat bagaimana Radith menyumpahi anaknya karena kesal dengan semua yang disebut Gilang sebagai drama.

"Kita tunggu aja Jaero balik, mau sampe berapa lama pun, itu anak pasti balik,"
"Pas dia balik, gue ulek itu anak jadi sambel, enak aja bikin air mata gue kebuang sia-sia,"
"Jaero pasti balik dan gue yakin, itu anak bukannya makin bener jadi makin gesrek anaknya. Makin bahaya ga sih itu anak?"
"Bahaya gimana maksudnya, Tar?"
"Gue setuju sama Bang Tara, itu bocah bakalan lebih bahaya dari yang sebelumnya. He will protect us more than before and we can't do anything to stop him. He won't let anyone hurt us or he and his brother will do the same thing like that person do to us,"

"Bunda ga peduli mau seberbahaya apa kamu nanti setelah pulang, Jaero. Bunda cuma mau kamu bisa cepet sehat dan bisa cepet kembali ke sini, Bunda mau memperbaiki semuanya, Nak,"

Arsyad & JaeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang