Sudah hampir satu minggu Ammar pergi untuk selamanya dan Jaero masih terbaring di ruang VVIP tempatnya dirawat. Sahabat-sahabatnya datang silih berganti untuk menemaninya sejenak sebelum sang ayah, Adrian, datang di malam hari untuk menjaga anak keduanya yang kini telah menjadi si bungsu di keluarganya. Arsyad juga sesekali datang untuk menjaga adiknya hanya saja dirinya banyak berubah sejak kejadian yang menimpa Ammar apalagi dirinya sekarang tahu kalau Jaero sengaja mendorong adiknya agar terhindar dari mobil gila itu.
"Kak Arsyad oke?"
Ya saat ini Arsyad tengah menemani adiknya bersama dengan gadis cantiknya, Ayana. Gadis itu bahkan menangis histeris ketika melihat jasad Ammar dikuburkan dan saat itu juga dirinya melihat Jaero yang seluruh tubuhnya terpasang selang yang entah apa saja nama dan kegunaannya. Ayana memang sudah sesayang dan sepeduli itu dengan Arsyad dan keluarganya, maklum, meskipun kedua orang tuanya memperhatikan dirinya, tetap saja baginya orang tua Arsyad dan Jaero adalah yang paling perhatian dan penyayang untuknya.
"Saya ga tau, Ay, saya ga tau harus gimana. Saya kehilangan Ammar, saya hampir kehilangan Jaero, ini semua terlalu menyakitkan untuk saya,"
"Kak, kematian Ammar itu emang mungkin udah takdirnya,"
"Iya, Jaero kan penyebab kematian Ammar, saya tau itu, Ayana. Dia sengaja dorong Ammar, walaupun tau maksudnya baik, tapi pasti ada cara yang lebih baik,"
"Kak, istigfar! Kalau waktu itu Jaero ga ngedorong Ammar, dia meluk Ammar, otomatis Jaero yang sekarang udah dikubur. Sama-sama bikin Kakak sedih, bikin Kakak kehilangan kan?"
"Tapi lebih baik daripada Ammar yang pergi, Ayana. Jaero itu terlalu kayak ayah kandungnya, kita ga bisa nutupin fakta itu, dulu waktu Bunda ngelahirin dia, Bunda hampir kehilangan nyawa karena terlalu susah untuk ngeluarin Jaero. Dari dulu, Jaero terlalu menyusahkan, Ayana,"
Tidak ada yang menyadari kalau di sudut mata Jaero ada setetes air mata yang tiba-tiba saja keluar setelah mendengar pembicaraan Arsyad dan Ayana. Tidak ada yang menyadari kalau mungkin sebentar lagi dirinya akan terbangun dari tidur panjangnya.
"Aku tunggu Kak Arsyad di luar, minta maaf sama Jaero, ya? Kalau Kakak mau tau, orang koma itu masih hidup, dia selalu denger apa yang kita omongin, jangan bikin Ro ngerasa sia-sia untuk kembali ke dunia ini, Kak," ucap Ayana sambil melangkahkan kakinya keluar dari ruang rawat Jaero.
"Gue bahkan ga tau setelah ini lo masih jadi adek gue atau engga, lo penyebab semuanya, Jaero,"
Lagi dan lagi, air mata keluar dari mata indah Jaero yang kini tertutup rapat. Apa yang dikatakan Ayana benar, dirinya mendengar semua pembicaraan orang-orang, dirinya tahu kalau Ammar sudah pergi meninggalkannya tepat di hari ulang tahunnya, dirinya juga tahu bagaimana anak-anak 7DREAM kecuali Jeno terlalu sering berkunjung dan menyemangatinya. Dirinya juga tahu kalau selama dirinya koma, orang-orang yang dia harapkan ada tidak pernah datang, kecuali ayahnya, itupun hanya sebentar.
"Jaero Abimanyu Malik,"
Itu suara bundanya, suara indah Laina yang selama ini ditunggu kehadirannya, sosok bunda yang selama ini diharapkan pelukannya oleh Jaero. Dirinya bahkan sudah berjanji sekarang, saat nanti bundanya memeluknya, dirinya akan langsung terbangun dan memeluk balik tubuh ramping bundanya.
"Kamu pembunuh, Jaero, kamu pembunuh,"
Tidak, bukan ini yang Jaero mau dari bundanya, bukan ini yang Jaero harapkan dari kedatangan bundanya.
"Kamu sudah membunuh adik kamu sendiri, Jaero, kamu sudah membunuh Ammar,"
Tidak, Jaero tidak pernah membunuh Ammar, Jaero yakin akan hal itu.
"Apa salah Ammar sampe kamu rela dorong adik kamu sendiri, Jaero? Bunda ga pernah ngajarin kamu untuk berbuat jahat, Bunda ga pernah mendidik kamu untuk jadi orang jahat, Jaero. Bunda kecewa sama kamu Jaero, Bunda menyesal udah melahirkan kamu ke dunia ini, kamu terlalu mirip seperti ayah kandung kamu. Seharusnya dulu waktu dokter ingin menyerah mengeluarkan kamu dari rahim Bunda, harusnya Bunda setuju untuk membiarkan kamu mati, Jaero,"
Jaero kembali menangis, menitihkan air matanya ketika mendengar semua ucapan bunda yang paling disayanginya. Jaero kembali merasakan sakit meskipun dia kini tengah tertidur, seharusnya bundanya tidak seperti ini. Ini bukan bundanya, bukan Laina Ashilla yang terkenal dengan kesabaran dan kelembutan hatinya.
"Kamu ga pantes ada di keluarga Malik, Jaero. Kamu bukan anak Bunda lagi, anak Bunda hanya Arsyad dan Ammar, kamu bukan anak Bunda,"
Bundanya sudah pergi, menangis keras setelah mengatakan hal itu. Bundanya tidak akan pernah datang lagi ke ruang rawatnya, bundanya tidak akan mau mengurusnya lagi setelah ini. Dirinya sadar, dia sudah dibuang jauh oleh sang bunda dan abang yang sangat disayanginya. Entah kepada siapa lagi Jaero harus berharap, ayahnya atau kepada Jeno yang sampai saat ini belum datang untuk menjaganya?
"Jaero, lo denger gue ga? Lo inget gue ga?"
Suara sahabatnya, sahabat yang begitu dirindukan olehnya, sahabat yang begitu disayanginya, Lee Jeno. Apakah dirinya harus berharap kepada sahabatnya? Apakah dirinya harus berharap bahwa setidaknya masih ada yang mau menopang dirinya ketika sang bunda dan abangnya pergi meninggalkan dirinya?
"Gue kecewa Jaero, gue sangat kecewa sama lo,"
Lagi, sahabatnya kecewa terhadapnya, kini dirinya tahu, di dunia ini, Ia sendirian. Ia hidup sendirian tanpa ada siapapun yang mau menemaninya.
"Ro, gue tau mungkin yang lain tetap mau jadi sahabat lo, tapi gue beda, Ro. Gue ga sebaik itu, Jaero, tapi gue harap lo bisa cepet bangun dan cepet sembuh. Oh ya, tadi gue ketemu sama ayah lo, katanya dia ga bisa nemenin lo lagi tiap malem, gue pergi,"
Percuma, percuma dirinya bisa bangun kembali dan cepat sembuh. Untuk apa dirinya kembali hidup jika ternyata orang-orang yang disayanginya meninggalkannya sendirian? Untuk apa dirinya kembali hidup jika ternyata Ia kembali tersakiti? Jika Jaero boleh meminta sekarang, dirinya ingin meminta kepada Tuhan agar menukar takdirnya dengan adik bungsunya, Ammar. Jaero ingin meminta kepada Tuhan agar mencabut nyawanya dan kembali menghidupkan adiknya. Dirinya tahu, dibanding kehidupannya, semua orang lebih menyayangi hidup adiknya, dibanding kehidupannya, semua orang lebih menerima hidup adiknya.
"Dok! Dokter Reyno! Pasien mengalami kejang-kejang, detak jantungnya menurun, Dok!"
Kalau memang ini sudah menjadi jalannya, Jaero menerimanya dengan ikhlas.
"Dok, sepertinya terjadi pendarahan di belakang kepalanya, apa kita harus melakukan operasi lagi?"
"Siapkan ruang operasi dan segera carikan kantung darah dengan golongan darah A sebanyak 4 kantong!"
"Bunda, Ayah, Bang Arsyad, Jeno, kalau emang kalian pengennya aku pergi dari dunia ini, tolong segera berdoa supaya Tuhan mengabulkan keinginan kalian. Aku rela, aku ikhlas kalau aku harus pergi meninggalkan kalian. Kalau kalian bahagia tanpa adanya aku di hidup kalian, aku juga akan bahagia. Aku senang bisa tumbuh di keluarga Malik dan mempunyai keluarga seperti kalian, aku tidak akan berjuang untuk hidup kembali, aku akan pergi,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Arsyad & Jaero
FanfictionArsyad Kaffa Malik dan Jaero Abimanyu Malik, sepasang kakak adik yang tidak bisa dipisahkan oleh apapun. Arsyad dengan perangainya yang lembut, dingin, dan sulit disentuh, Jaero dengan perangainya yang meskipun dingin, Ia tetap tersenyum riang kepad...