Last Chapter

206 5 0
                                        

Pagi ini Jaero terlihat sibuk menata meja makan kecil yang memang disediakan pihak apartemen untuk menjamu keluarganya. Setelah persidangan selesai kemarin, dirinya memang berjanji akan mengajak keluarganya untuk menghabiskan waktu bersama, membayar waktu yang selama ini telah hilang karena berbagai masalah yang terjadi.

"Ro! Bukain dong!"
"Sebentar! Cepet amat sih, baru juga gue kelar goreng telor,"
"Oh udah bisa masak lu sekarang? Yaudah gapapa, ini Ayah tadi beliin makanan dulu takut katanya lu menghancurkan dapur,"
"Hm masuk sini. Bunda sama Ayah mana?"
"Lagi di supermarket bawah sebentar, mau beli minuman katanya,"

Arsyad kemudian menaruh bawaannya di atas sofa dan melihat sekelilingnya. Nyaman dan hangat adalah perasaan yang pas untuk menggambarkan suasana apartemen milik adiknya ini. Dirinya tahu pasti adiknya telah mengubah warna dindingnya menjadi biru langit, kasurnya memang hanya berukuran single bed tapi masih cukup untuk ditiduri 2 orang, ada sofa berukuran sedang berwarna beige, meja kecil, tv, dan ada rak kecil yang berisi buku bacaan Jaero. Dapurnya juga terasa nyaman meskipun cukup kecil dan meja makan yang sepertinya begitu pas untuk digunakan oleh 2 sampai 4 orang saja.

"Assalamu'alaikum, Jaero!"
"Bundaaaa!! Huaaaa Ro kangen Bundaaa,"
"Bunda juga kangen kamu sayang, jangan pergi lagi ya, Bunda cuma punya kamu sama Arsyad aja,"
"Huum, aku ga akan pergi lagi, Ayah mana?"
"Ayah di sini, Ro! Sini peluk Ayah!"

Laina dan Adrian kemudian memeluk erat tubuh ringkih anak bungsunya itu. Mereka begitu senang sekaligus sedih karena telah mengabaikan perasaan Jaero dan membiarkan dirinya hidup seorang diri di luar sana.

"Ayo kita sarapan, ngobrolnya lanjut nanti. Kita cobain dulu masakannya Ro,"
"Kamu semenjak kapan bisa masak Ro? Padahal dulu dapur itu area terlarang buat kamu loh," ujar Laina sambil mengambilkan nasi dan lauk untuk keluarganya.
"Ya sejak aku di Korea kan aku masak, Bun. Agak susah di sana cari makanan halal dan ga mungkin aku beli terus kan,"
"Ah iya, Ayah kaget kamu tiba-tiba udah ada di Korea, main kabur gitu aja!"
"Ma-maaf Ayah, aku kan cuma mau nenangin diri aja di sana sekalian aku ambil short course kok, hitung-hitung aku jadinya ga cuti kuliah kan di Indonesia,"
"Udah selesai tapi kan Ro di sana? Bunda ga mau kamu pergi lagi loh ya,"
"Hm selesai semua, matkul aku juga lagi disetarain sama kampus di sini biar semester depan aku bisa lanjut kuliah lagi,"

Sarapan pagi itu terasa begitu hangat dan menyenangkan bagi keluarga Malik. Hal yang sudah cukup lama tidak dirasakan oleh mereka semua, kini, mereka bisa terus menghabiskan waktu bersama tanpa ada lagi yang mengganggu keluarga mereka.

"Ayah, kemaren setelah sidang Ayah Rion bilang dia mau nitipin perusahaannya ke aku,"
"Perusahaan yang mana? Bukan yang bermasalah kan?"
"Hm katanya sih bener-bener masih tahap awal banget pembangunannya, yah dia bilang itu emang dibuat khusus untuk aku,"
"Yaudah nanti kita cek aja berkas-berkasnya, di mata hukum apa bisa dilegalkan jadi milik kamu atau ga, kita urus nanti ya?"
"Ayah ayah! Aku juga kemaren katanya mau dikasih cafe gitu, Ayah Rion udah beli bangunannya sih, cuma belom dijadiin bener-bener cafe gitu loh, boleh ga aku ambil usaha itu? Itung-itung aku juga mau mandiri kayak Abang,"
"Boleh, nanti sekalian kita cek sama-sama ya!"

Laina merasa begitu beruntung bisa memiliki suami seperti Adrian. Laki-laki yang selama ini memang memenuhi kriteria suami idaman menurut Laina, kriteria yang selalu dirinya panjatkan dalam doanya. Sosok suami yang mapan, pengertian, begitu sayang dan sabar dengan keluarganya, dan yang paling penting dirinya bisa mengimbangi keadaan keluarganya yang terkadang sepi dan kadang begitu ramai.

"Mas, makasih ya udah mau jadi suami aku, jadi ayah bagi anak-anak aku, makasih karena udah mau bertahan sama kita,"
"Kamu tau ga, saat saya pertama kali liat kamu dan anak-anak kamu, saya udah jatuh hati. Saya ga akan pernah melanggar prinsip saya, Laina, ketika saya jatuh hati, ketika saya jatuh cinta dan mulai menyayangi seseorang, maka saya akan selamanya seperti itu. Saya mampu bertahan karena kamu dan anak-anak juga mampu untuk bertahan, kita semua itu hebat,"

Arsyad dan Jaero memberikan kedua orang tuanya waktu untuk menikmati hangatnya pagi ini. Kakak beradik itu sekarang tengah duduk di kursi balkon sambil memakan cemilan biskuit milik Jaero.

"Lu nyebat ga bang?"
"Ga, gue masih sayang diri sendiri,"
"Kirain nyebat hehehe, kan abang-abang lain pada gitu,"
"Itu mereka bukan gue, Ro,"
"Bang, gue minta maaf ya? Gue minta maaf karena udah pergi ninggalin kalian, gue minta maaf karena gue selesaiin semuanya sendirian padahal gue masih punya keluarga di sini,"
"Gue juga minta maaf ya, Ro, karena omongan gue, lo hampir kehilangan nyawa, karena gue ga bisa menerima keadaan, lo harus pergi sendirian, nyelesaiin semuanya sendirian. Gue tau mungkin masih susah buat lo nerima gue dan yang lain lagi tapi lo harus tau kalau kita terlalu sayang sama lo, Ro,"
"Jangan bikin gue nangis dong! Gue udah cakep gini masa nangis sih,"

Arsyad tertawa ketika Jaero tiba-tiba menerjangnya dan memeluknya begitu erat. Pelukan ya, kapan terakhir kali mereka berpelukan seerat ini? Mungkin saat mereka masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, itu pun keduanya sudah merasa malu dan enggan untuk dicemooh orang lain. Adiknya menangis di bahunya, Arsyad tahu itu, dirinya hanya bisa mengelus punggung Jaero sambil sesekali mengusap matanya. Ya, dirinya akui, dirinya memang kaku, susah untuk mengekspresikan perasaannya tapi jika menyangkut keluarga dan orang tersayangnya, dirinya rela menangis dan mengeluarkan emosinya.

"Bang, nanti malem bobo sama gue ya? Gue kangen banget sama lu,"
"Hm, ntar gue pukpuk-in pantat lu biar nyenyak tidurnya,"
"Eh boneka Doraemon gue masih ada kan?"
"Masih, kenapa? Mau diambilin?"
"Hehehe ambilin ya, Bang? Hari Jumat gue balik ke rumah kok,"
"Yaudah ntar abis gue pergi sama Ayana, gue bawain bonekanya,"

Arsyad dan Jaero, abang adik yang berbeda tapi bisa bersatu dalam keadaan apapun. Tak peduli seberat apapun cobaan yang mereka hadapi, nyatanya mereka masih di sini, menggenggam tangan masing-masing, saling memeluk erat, menguatkan, dan membuktikan kepada dunia bahwa mereka adalah Si Langit dan Si Laut yang akan terus berjalan, berdampingan, menghadapi beban berat dunia.

Mereka adalah dua anak adam yang dilahirkan dengan perasaan penuh kegembiraan, kehangatan, dan ada rasa kenyamanan saat melihat mereka terlahir ke dunia ini. Semua orang kini hanya berharap mereka berdua akan tetap ada untuk mendukung dan menyayangi satu sama lain. Tidak peduli seberat apapun hidup mereka berdua, yang lainnya pasti akan menjadi garis terdepan untuk membantu Arsyad dan Jaero.

"Terima kasih sudah mau membaca kisah hidup kami yang penuh lika-liku ini. Terima kasih sudah mau tetap ada di sini, setia menunggu kami kembali seperti semula. Kami doakan yang terbaik untuk kalian, kami doakan kalian bisa kembali berbaikkan dengan keluarga kalian, dan kami doakan kalian akan selalu bahagia. Karena kebahagiaan adalah kunci dari setiap permasalahan hidup. Kami pamit undur diri, ya? Sampai jumpa di cerita hidup kami yang lain!"

- Arsyad Kaffa Malik -

"Hai guys! Makasih ya udah mau baca cerita keluarga Malik, penuh drama, emosi, tapi gue berharap dari cerita hidup kami, kalian bisa mendapatkan pesan moral yang kami coba sampaikan dalam setiap babak cerita hidup kami. Jangan kangen ya guys, kalian pasti bisa ketemu gue dan yang lain lagi kok! Good luck and stay healthy semuaaa!!"

- Jaero Abimanyu Malik -

Arsyad & JaeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang