Chapter 4

210 34 0
                                    

Kenangan : masa lalu menyedihkan baginya

....

4 tahun sebelumnya

Ketukan pintu membuat Blue menghentikan aktivitasnya.

Belum saja dia mempersilakan siapapun yang mengetuk pintu kamarnya itu, kepala Terra sudah menyembul duluan disana dengan senyum yang terlihat dipaksakan.

"Boleh kakak masuk?" Tanyanya.

Blue mengangguk samar dan Terra segera melangkah ke dalam dan duduk di tempat tidur. Blue menatapnya, menunggu apa yang akan di katakan kakaknya itu namun sekian detik berlalu, Terra hanya diam sambil memandang keluar jendela. Karena itu, Blue kembali pada pekerjaannya yang berserakan di lantai.

"Algyas tampak berbeda, saya hampir tidak mengerti dia sekarang." Dan kemudian Terra berbicara.

Blue membiarkan lanskap dan beralih pada Terra lagi, keningnya mengerut.

Terra akhirnya mau melihat padanya lalu menemukan mimik bingung di wajah Blue. "Kamu tahu itu, dia seperti menghindari saya." Terra menggeleng, lingkarang hitam di bawah matanya memperlihatkan dia begitu kurang tidur belakangan. Mungkin karena banyak berpikir.

"Dia tidak menghindar." Blue menyahut kemudian dan kembali sibuk pada lanskap di notebook. "Algyas hanya tidak menanggapi kakak."

"Jadi kamu juga menyadari itu, bukan." Ucap Terra lalu dia berdecak-mengelengkan kepalanya. "Saya pikir itu sama saja, dia menjadi seperti orang asing."

"Berlebihan, Algyas suami kakak dan tidak akan menjadi siapapun selain itu." Blue mamberikan tanggapan lagi tanpa mengubah arah tatapannya. Dia tak tahu Terra kini sedang memandanginya dengan raut cemas.

Terra tak tahu lagi mengeluarkan rasa gumdahnya. Blue tidak sama sekali membantu.

"Sedang apa?" Pertanyaan itu hadir menengahi diamnya mereka.

Keduanya melihat ke arah pintu dan kali ini Kyelsa yang berdiri disana-menatap penuh selidik pada mereka.

"Kalian berbincang tanpa saya." Dia bersungut lalu berjalan masuk. Ikut duduk bersampingan dengan Blue di lantai, lalu memperhatikan desain lanskap yang dibuat Blue. "Tidak apa-apa, asal sekarang ceritakan juga pembicaraan kalian pada saya." Lanjutnya dengan nada menuntut.

"Hal sepele, kak Terra kekurangan perhatian dari suaminya." Blue menjawab dengan santai sambil mengedikkan dagu ke arah tempat tidur-dimana Terra duduk memperhatikan.

"Blue!" wajah Terra berubah dongkol, dia menggeleng sambil melirik Kyelsa. "Jangan dengarkan dia."

Kyelsa hanya tersenyum tipis-dia mengangguk. "Jadi itu tentang apa?" Tanyanya.

Blue tidak menanggapi lagi sedangkan Terra menghela napas dulu.

"Kamu juga sadar tidak, kakak ipar kamu agak aneh?" Terra nenatap Kyelsa serius.

Gadis yang paling muda di antara mereka itu menggeleng ragu. "Saya ambil banyak jam kerja di kantor, jadi tidak memperhatikan itu. Kak Algyas jarang bicara juga sama saya."

Ekpresi Terra semakin memendung. "Kamu benar, bertegur sapa saja  hampir tidak kalian lakukan setiap hari." Dia menunduk sebentar lalu turun dari tempat tidur, mengangguk pasti dan serius. "Mungkin karena terlalu sibuk dengan proyek baru yang dia kerjakan, palingan semuanya menjadi normal setelah itu." Ujarnya

Blue mendongak lagi. Begitu lama dia melihat pada Terra bahkan ketika kakaknya itu berjalan keluar dari kamar, dia memperhatikan Terra dengan seksama.

....

"Seharusnya kamu tahu seperti apa rasanya ini." Algyas menggeleng. menatap suasana luar yang temaram dari jendela.

Wanita yang berdiri di belakangnya, sedikit mendekat. "Entahlah, yang saya sangat tahu itu perasaan sesaat dan sudah pasti akan menghancurkan hubunganmu dengan Terra."

Algyas menunduk, begitu dalam dan bahunya pun ikut jatuh, begitu gundah meski terlihat dari belakang. "Dan saya yang tidak tahu hubungan apa yang kamu maksud ada antara saya dan Terra-selain bagaimana kami bersumpah dalam ikatan pernikahan. Sejak awal, saya tak pernah menempatkan pernikahan kami sebagai hal yang saya inginkan."

"Akhiri semuanya, entah itu sebatas pernikahan dengan Terra yang kamu sebutkan." Telak, wanita itu memberikan kalimat menohok hingga Algyas menoleh padanya.

"Dan kehilangan? Mungkin jika hanya Terra aku bisa, tapi dengan...

Dia dengan cepat lebih mendekat-memotong ucapan Algyas, menatap semakin tajam padanya. "Kamu menjadikan Terra seperti itu. Jika saja dari awal kamu lebih jujur, kebohongan yang terjadi tidak menjadi besar di antara kita semua."

"Jika pernikahan saya dengan Terra berakhir, semua akan lebih mudah, itu yang kamu maksud. Tapi, sudah sangat jelas apa yang akan terjadi setelahnya." Algyas tidak merasa gentar melihat kemarahan dalam mata itu, dia sendiri di liputi rasa tidak pasti juga ketakutan yang besar. "Hubungan kalian taruhannya, Blue" Dia menyambungkan.

Itu cukup untuk membuat mimik wajah Blue berubah seketika. Kini kekosongan memenuhi sirat tatapannya.

Hening, keduanya sama-sama diam.

"Apa maksud kalian?"

Suara itu bagai sembaran, mengubah emosi mereka menjadi kebingungan. Dia yang harusnya ada di luar kota untuk pertemuan kerja sama koleganya, entah bagaimana bisa muncul di antara mereka sekarang. Suasana yang menggelap karena matahari yang sudah semakin tenggelam, kini lebih mencekam akan kehadirannya.

"Kak Terra?" Blue bisa merasa kepahitan memanggil namanya.

"Hubungan apa yang kalian maksudkan?" Kali kedua pertanyaan meluncur dari mulutnya dengan bibir bergetar sambil berjalan pelan menghampiri.

Baik Blue dan Algyas diam, hanya sekali saling melirik lalu pria tersebut mengalihkan matanya ke arah jendela kembali.

Sontak Blue menatap Terra dengan bola mata melebar. Dia meraih lengan kakaknya itu. "Bukan begi-"

PLAK!

Tapi belum selesai dia bicara, tangan Terra duluan menampar dengan keras di pipinya.

Membungkam semua ucapannya.

"Kalian berhubungan?" Suara Terra begitu dalam keluar. Bertanya lagi dan kini itupun bukan hal yang seharusnya dia katakan.

....

Be Continued....

L•|2🍀

TemporeryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang