Chapter 10

151 29 4
                                    

Kedua sisi yang bertahan

-
-
-

Sinar matahari yang menembus celah tirai jenedela mengagetkan Alcace dan dia semakin terkejut ketika melihat sisi ranjangnya kosong. Tanpa sadar tubuhnya langsung melompat dari tempat tidur dan dalam sekejap dia sudah berdiri di depan pintu kamar,menatap sekeliling dengan perasaan linglung.

Baru setelah dia menemukan sosok yang di carinya barulah dia menghela napas lega.

"Apa yang kamu lakukan?"

"Memasak." Blue menjawab singkat, fokus wajan di kompor.

"Kamu tidak tahu memasak." Alcace menimpali sambil berjalan mendekat.

"Saya sedang berusaha." Blue menyahut dengan gerakan-gerakan aneh, terlihat begitu kesusahan berdiri di depan pantry.

Alcace mematikan kompor sebelum entah telur atau daging di wajan itu semakin menghitam, dia tersenyum tipis melihat hasil kerja keras gadis tersebut.

Dia menatap Blue dengan hangat lalu menariknya ke dalam pelukan. "Kamu bukan berusaha tapi mengacaukan dapur saya."

Blue mendengus dan hanya diam, memang benar di banding terlihat sedang belajar memasak, kini dapur itu malah seperti baru di terjang badai.

"Selamat pagi." Gumam Alcace, dia menundukkan wajahnya di pundak Blue dan menghirup dalam harum tubuhnya. "Kamu sudah berusaha dan saya menghargainya. Tapi jangan lagi, kamu tidak harus melakukan hal yang kamu tidak suka."

"Maaf, saya berpikir akan menyenangkan jika kamu bangun dan sarapan susah siap di meja." Jelas Blue tidak bersemangat.

"Kita delivery saja bagaimana?" Alcace menyarankan.

"Baiklah, terserah kamu."

Alcace melepaskan pelukan memperhatikan raut wajah Blue yang sudah berubah mengeruh. "Saya juga tidak pandai masak Blue, jangan menjadi kecil hati seperti ini." Hiburnya.

"Pria tidak bisa memasak itu wajar?" Blue menggeleng.

Alcace tidak langsung menyahut masih memperhatikannya mimik kesalnya setelah itu dia tersenyum. "Bagaimana jika begini, kita ikut kelas memasak? Beberapa teman saya juga ikut program itu dengan pasangan mereka."

Meskipun nampak masih enggan mengendorkan kekesalannya namun Blue akhirnya mau menatap lawan bicaranya. "Kelas memasak?" Tanyanya.

"Jika kamu sudah bisa, mungkin di lain kesempatan kamu bisa memasakkan makanan untuk Terra." Alcace menambahkan, berharap gadis tersebut lebih tertarik dengan sarannya.

Blue langsung mengangguk dia tersenyum tipis. "Baiklah ayo lakukan itu." Ucapnya pasti namun kemudian menggeleng cepat. "Tapi, setelah rumah desain launching produk baru dua Minggu lagi, selama waktu itu akan sibuk. Setelah semuanya rampung baru kita daftar."

Meskipun dengan mimik yang tertata biasa namun nada suara Blue begitu bersemangat, satu hal yang hampir tak bisa ditemukan darinya.

Dan Alcace ikut tersenyum, ia merapikan anak rambut Blue yang jatuh di pipi dan kembali memeluk gadis itu. "Hmm, ayo lakukan itu dua minggu lagi." Ujarnya.

....

"Saya antar kamu pulang yah?"

Blue menggeleng. "Jangan, kamu tahu kak Terra. Dia akan berhenti saat melihatmu namun di tempat yang lain jika tiba saat saya membuat kesalahan lagi dia akan melepaskan kemarahan yang dia tahan."

Alcace berdiri dari sofa, berjalan ke tempat dimana Blue sedang memasang sepatunya.

"Kamu tidak akan mendengarkan saya jika menyuruhmu bersikap baik bukan?" Alcace bertanya dengan mata tetap tidak terlepas pada segala apa yang dilakukan gadis tersebut. "Agar Terra tidak punya kesempatan kembali marah padamu." Lanjutnya.

TemporeryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang