Chapter 13

149 28 9
                                    

Kemungkinan yang buruk dan indah.

....

Setelah pulang kerja Blue langsung bersih-bersih diri dan setelah makan dia kembali sibuk dengan beberapa laporan kinerja yang dia bawa pulang karena belum sempat terselesaikan. Ketika semuanya rampung dan tiba waktu yang harusnya terpakai untuk istirahat di malam hari, itu terbuang percuma karena permintaan Alcace yang ingin menonton bersama meskipun pria itu tahu dia bukan pencinta film.

Salah satu movie yang rilis bertahun-tahun lalu entah mengapa menjadi tontonan favorit pria tersebut. Ini jarang terjadi, tapi ada saat dimana ketika Blue kembali bermasalah dengan Terra lalu datang ke apartemen Alcace, pria tersebut akan memaksanya menonton, tentu saja film yang sama. Blue sudah bosan sekali tapi Alcace tidak mengindahkan.

Sehingga terkadang Blue tertidur di samping Alcace ketika film baru saja di mulai, atau menahan dongkol sampai kata the end muncul di layar tv.

"Kamu tidak bosan dengan film ini?" Tanya Blue saat Alcace mulai mengatur volume tv ke nada yang pas.

Pria itu hanya menggeleng lalu mengambil tempat di samping Blue.

"Malam pertma saya tinggal disini juga kamu nonton ini Ace, sungguh kamu tidak lelah menontonnya? Saya yakin kamu bahkan sudah hafal adegan sama dialognya."

"Iya, tentu saja." Alcace menjawab santai.

"Saya nyindir kamu Ace."

"Saya tidak merasa tersindir Blue, jadi percuma. Saya suka filmnya, kamu jangan mengomel, kan kamu bisa tidur disini dulu kalau bosan, filmnya selesai baru saya bangunkan kamu nanti."

Mata Blue menatap sinis. "Kalau saya sudah enak tidur rasanya tidak nyaman kalau di bangunkan lagi Ace, kamu mau nonton kan bisa sen--."

"Shhhs sudah mulai, kamu jangan bicara terus." Alcace memotong cepat dia menyelipkan tangannya ke belakang tubuh Blue, menarik gadis itu lebih dekat padanya. "Nontonnya lebih seru seperti ini, filmnya bagus dan suasana mendukung."

"Iya mendukung buat kamu peluk saya begini, saya yang tersiksa." Blue menyahut ketus dan hanya di balas Alcace dengan tatapan yang menyipit karena senyuman geli.

Blue mendecak kesal dan akhirnya pasrah juga, dia memilih memperbaiki posisi duduk lebih nyaman lalu menyandarkan kepalanya ke dada Alcace, tangannya pun kini melingkar di perut pria tersebut.

"Sungguh, saya penasaran kenapa kamu sangat suka film ini?"

"Alur filmnya cukup mungkin bisa terjadi di dunia nyata, di sisi lain saya merasa lega film ini hanya fiksi. Mungkin dengan memikirkan itu, saya mencoba menghibur diri jika memang ada hal yang sangat bisa terjadi meskipun itu tidak di harapkan, saya hanya harus menerimanya."

"Dan apa hubungannya dengan film ini? Sebuah film di buat dengan alasan untuk menghibur, meskipun tentu saja ada alasan lain yang bersifat filosofis atau membangun."

Kalimat Blue disambut Alcace dengan tawa kecil yang tak tertahan dan gadis itu hanya mengedikkan bahu tidak merasakan kelucuan ucapannya.

Blue menyipitkan matanya. "Tapi film yang kamu tonton ini lumayan jauh dari filosofis atau semacamnya. Kenapa menjadi dasar dari pikiranmu itu?" Tanyanya lagi.

Alcace menarik tanganya dari Blue lalu merenggangkan badan, dia melipat kedua tangannya di perut laku berdehem. "Hmmm... seperti yang saya bilang, di satu sisi kisah film ini bisa menjadi nyata. Jika saya tidak bisa bersama kamu sampai seterusnya saya hanya harus bertahan dan menerimanya. Saya menonton ini untuk melatih diri cara merelakan keadaan jika kita memang harus berpisah nanti."

TemporeryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang