Tiga Puluh

3 5 0
                                    

Sesampainya di tempat yang ia tuju, Bara memberhentikan motornya lalu mencari tempat parkir yang telah disediakan. Tempat yang mereka kunjungi ini terlihat sangat ramai. Ya, Bara dan Filia kini tengah berada di pasar malam.

Filia turun dari motor dan menaruh helm di salah satu spion di sepeda motor Bara, lalu melihat sekitarnya. Betapa bahagianya Filia diajak kesini, setelah hatinya terasa sakit saat bertengkar dengan Nando tadi. Tapi ia tak mau memikirkan masalah itu saat ini, yang terpenting hatinya senang telah diajak kesini.

Filia beralih menatap lelaki yang ada di sampingnya kini, ia menarik sudut bibirnya dan tersenyum. Seakan ingin mengatakan ucapan terima kasih untuknya. Tanpa disadari, Bara sadar karena telah ditatap lekat oleh Filia.

"Aku tau, kalau aku tuh tampan. Jadi biasa aja ngeliatnya," ucap Bara dengan sangat percaya diri.

Filia terkekeh geli, "lebih tampanan dia, daripada kak Bara," cibir Filia seraya melihat seekor kucing yang berada dalam kardus yang dibawa Bara.

"Jadi kamu ngebandingin aku nih sama kucing?" tanya Bara.

Dibalas dengan gelak tawa oleh Filia, "haha, cuma bercanda. Yuk kak masuk," jawab Filia.
Mereka berdua berjalan seperti sepasang remaja yang sedang berbahagia, apalagi Bara ia sangat senang kesini apalagi dengan seorang perempuan yang ia kagumi.

"Wah ramai ya kak," seru Filia seraya melihat sekitar pasar malam ini.
Bara hanya tersenyum seraya menatap lekat wajah Filia.

Bukan hanya anak-anak saja yang menyukai tempat ini, remaja seusia Bara dan Filia banyak yang mengunjungi, bahkan juga ada orang dewasa yang memainkan wahana permainan disini.

Filia yang sedang asyik menikmati tempat ini, sampai tidak sadar Bara yang tadi berada di sampingnya kini mendadak menghilang. Saat Filia menyadari bahwa Bara tak ada lagi di dekatnya, Filia bingung sembari bergumam kecil kemana Bara.

"Kak Bara kemana?" gumam Filia seraya celingak celinguk menoleh ke kanan dan ke kiri mencari keberadaan Bara. Filia berniat untuk menghubungi Bara melalui ponselnya, saat Filia baru saja mendekatkan benda pipih itu ke telinganya tiba-tiba ada yang mengagetkannya dari belakang.

"Lia," panggil seseorang itu menyebut nama Filia.

Filia kaget dan menoleh kebelakang dan melihat ada dua orang perempuan dan salah satunya teman sekelas Filia, "Devi?" ucap Filia pelan lalu tersenyum.

"Kamu kenapa li, kok kelihatan panik gitu? Kamu baik-baik aja kan?" tanya Devi pada Lia yang masih dengan ekspresi sedikit panik dan kaget.

"Ah iya Dev, aku baik-baik aja," jawab Lia sedikit kikuk.

Devi menghembuskan nafas lega, "syukurlah."

"Wah kebetulan kita ketemu disini, kamu sama siapa li?" tanya Devi. "Oh ya, Lia kenalin ini sepupu aku namanya Annisa," sambungnya lagi seraya memperkenalkan Annisa yang berdiri di sebelahnya.

"Ca, kenalin ini teman sekelasku di sekolah namanya Filia," seru Devi lagi menoleh ke Annisa memperkenalkan Lia ke sepupunya. Devi memanggil nama Annisa dengan sebutan Ca karena udah biasa karena sedari kecil Devi memanggil dengan sebutan seperti itu.

"Hai, aku Filia," sapa Lia seraya mengulurkan tangannya.
"Annisa," jawab Annisa tersenyum dan membalas jabatan tangan dari Lia.

Lalu datanglah Bara dengan satu bungkus plastik gulali berwarna pink, dan satu kotak susu yang berada digenggamannya. Filia menoleh ke arah Bara.

"Kak Bara kemana aja sih, aku cariin dari tadi," kata Lia pada Bara. "Aku kira kakak ninggalin aku loh," sambungnya lagi dengan Nada sedikit panik tapi lembut.

"Jadi, kalian kesini berdua," ujar Devi penasaran seraya menunjuk ke arah Bara.

Filia tersenyum kaku menoleh ke arah Bara lalu beralih menatap Devi.

"Eh ada Devi, iya, kita kesini berdua," jawab Bara menjawab pertanyaan dari Devi.

Bara beralih posisi ke dekat Filia, "ini buat kamu, aku tadi liat ini dan langsung beli deh kesana," ujar Bara pada Lia sembari menunjuk gerobak yang menjual gulali.

"Lucu kan warnanya, kamu suka?" sambung Bara lagi.

Filia mengambil Gulali itu dari tangan Bara. "Makasih kak,"

"Oh iya, ini nggak bakalan dilupain dong ya," ujar Bara seraya memperlihatkan dua kotak susu ke arah Filia.

Filia tersenyum, "ya nggak dong pastinya, dia nggak bakal terlupakan," jawab Lia menerima susu kotak tersebut.

"Makasih ya kak, tau aja," tambahnya lagi.

"Ciee bakalan ada pasangan baru nih," ledek Devi.

"Devi apaan sih," elak Filia.

"Hmm, kebetulan kita sekarang ada disini gimana kita cobain wahana permainan yang ada disini, pasti seru," usul Bara pada ketiganya.

"Boleh tuh," jawab Devi.

Bara menoleh ke arah Lia, "gimana?"

"Boleh sih, asal jangan permainan yang ekstrim aja, hehe," jawab Filia.

"Yaudah, yuk," ujar Devi.

Tapi langkah mereka terhenti karena Devi menghentikan langkahnya dikarenakan ponselnya bergetar tanda ada yang menghubungi.

Drrtt … drrtt ...

Devi merogoh ponsel dalam kantong jaketnya lalu melihat ponselnya, tertera nama 'Mama' disana, dengan cepat ia menggeser tombol hijau lalu mendekatkan benda pipih itu ke telinganya.

Bara, Lia maupun Annisa hanya menoleh ke arah Devi yang sedang mengangkat sebuah panggilan telepon dari ponselnya Devi.

"Iya ma, hallo," jawab Devi mengangkat panggilan telepon tersebut.

"Iya ma iya, aku ke mobil sekarang," jawab Devi lagi lalu menekan tombol merah dan menaruh ponselnya lagi ke kantong jaket yang ia kenakan.

Devi menoleh, "maaf ya, aku udah disuruh mama balik nih," ujar Devi pada Lia dan Bara.

"Yaudah nggak apa-apa, kalian hati-hati ya," jawab Lia pada Devi dan Annisa

Devi dan Anisa meninggalkan Bara dan Lia yang masih berdiri di posisi mereka, Lia masih melihat punggung Devi yang lama kelamaan menghilang dari penglihatannya. Bara menoleh pada Lia, "kita berdua aja, nggak apa-apa kan?" tanya Bara. Lia mengangguk mengiyakan pertanyaan dari Bara.

Bara memilih menaiki wahana permainan bianglala, banyak pasang remaja yang memiliki untuk menaiki permainan ini daripada permainan lain.

Lia melihat permainan yang ada di depannya ini, ia menelan salivanya karena melihat sebuah wahana yang menurutnya itu lumajang tinggi. Filia takut akan ketinggian, ia teringat dulu dengan Nando pernah menaiki wahana ini, dan Nando berkata "Nggak usah takut, kan ada aku," ucapnya. Raut wajah Filua berubah murung ketika mengingat sahabatnya itu.

"Andai ada Nando disini, aku nggak bakalan ngerasa takut gini," gumam Filia pelan seraya menatap wahana permainan di depannya ini.

Kembali teringat saat Filia belum datang kesini, ia bertengkar dengan Nando yang membuatnya mengeluarkan air mata. Filia rindu dengan Nando yang selalu menemaninya kemanapun ia pergi, dulu dimana ada Lia pasti ada Nando. Tapi sekarang, semua terasa berubah. Filia rindu masa-masa dimana, ia selalu bersama Nando.

"Kamu kenapa berdiri aja ayok, jangan bilang kamu takut naik ini?" tanya Bara melirik sekilas pada Lia.

Tapi tak ada balasan dari Lia, ia hanya diam menatap wahana di depannya. Bara yang menyadari pertanyaannya tak ditanggapi menoleh ke arah perempuan di sampingnya ini.

"Filia?" panggil bara seraya menepuk pelan pundak Lia membuat sang punya nama tersentak.

"Kamu kenapa Lia, kenapa ngelamun hmm?"

"Aku baik-baik aja kok kak," jawab Lia tersenyum kaku.

"Kalau Lia nggak mau naik wahana ini, nggak apa-apa, kita cari permainan lain yuk," ajak Bara.

"Nggak kak, ayo kita naik ini aja," jawab Lia cepat.

Bara tersenyum, "Oke, ayo."

FILIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang