13.] - Terror

510 59 8
                                    

JANGAN LUPA VOTE & COMMENT YA! :)

****

"Yenny Margaret?"

"Hadirr bu."

"Muhammad Eko?"

"Hadirr.."

"Windara Hilmawan?" Wendy menyapukan pandangannya ke depan, menatap satu persatu muridnya.

"Windara Hilmawan?" ulangnya. Saat tak mendapati jawaban dari sang murid. Lalu matanya bergerak ke bangku yang biasa Winda duduki dan ternyata memang kosong.

"Winda absen ya hari ini?" Wendy bertanya pada murid yang lain karena tidak ada nama Winda di papan absen.

"Tadi berangkat kok bu." jawab teman sebangkunya. Kening Wendy berkerut heran karena tak biasanya Winda absen di kelasnya.

"Baiklah, kalau begitu kita masuk ke materi baru hari ini ya, yaitu tentang analisis seni musik---...." Wendy menerangkan bab isi buku sembari memberikan contoh pada siswa-siswinya agar anak-anak itu tidak cepat merasa bosan karena terlalu banyak penjelasan. Apalagi di jam terakhir seperti ini, tak sedikit murid-murid yang banyak menguap entah karena menahan kantuk atau bosan.

Usai 2 jam beralalu dan mata pelajarannya selesai, Wendy berjalan menjauhi gedung utama sekolah dan beralih ke sisi kiri gedung yaitu di mana parkiran berada. Ia sedikit bergegas, karena selain ingin mengambil motornya, ia juga harus mengembalikan kunci motor yang ia bawa semalam ke pemiliknya yaitu Pak Gaga. Setelah seharian ini ia tidak bertemu dengan pria itu karena Pak Gaga yang harus menemani beberapa murid mengikuti perlombaan di sekolah lain.

"Maaf Pak, udah lama nunggu ya?" ucap Wendy dengan tidak enak karena ternyata Gaga sudah menunggunya di parkiran. Pria itu lalu tersenyum manis menggeleng.

"Nggak apa-apa kok bu, santai saja." jawabnya. Wendy mengangguk kecil dan menyodorkan sebuah kunci dengan aksesoris mainan kayu kecil yang mungkin memiliki fungsi lain saat kunci jatuh agar bisa mudah di temukan.

"Ini kunci bapak. Makasih untuk bantuannya semalam." Wendy tersenyum tulus. Lalu pria itu juga menyerahkan kembali kunci motornya.

"Sama-sama Bu Wendy. Justru saya malah bersyukur Bu Wendy bertemu saya tadi malam. Kalau nggak kan pasti tambah repot dorong motor sampai ke rumah." ucapnya. Yang Wendy tanggapi dengan tawa kecil.

"Iyaa, sekali lagi terima kasih pak."

"Ini di luar jam sekolah. Bu Wendy nggak usah terlalu formal ke saya. Mungkin bisa panggil nama aja." ucap pria itu sambil mengusap lehernya dan tersenyum malu. Wendy mengerjapkan matanya bingung sebelum akhirnya ikut mengangguk.

"Baiklah. Saya panggil Mas Gaga aja ya.. Kalau panggil nama aja nanti kesannya nggak sopan. Bapak kan lebih tua dari saya." jawab Wendy. Gaga langsung mengangguk di sertai senyuman lebar mendengar panggilan itu dari gadis pujaannya.

"Iyaa nggak apa-apa kok, justru malah saya seneng dengarnya, Wendy? Boleh kan saya panggil nama aja biar lebih akrab?" Wendy menganggukkan kepala sebagai jawaban.

"Kalau begitu saya permisi dulu Mas Gaga, terima kasih sekali lagi untuk bantuannya." ucap Wendy sebelum memacu motornya pergi dari sana. Sebenarnya aneh sekali rasanya mengganti panggilan untuk rekan gurunya secara tiba-tiba seperti ini. Tapi ia juga tidak bisa menolak karena tidak enak dan juga sungkan. Apalagi itu hanya sebuah perkara panggilan kan.

****

Kamar dengan luas yang tak begitu besar itu terlihat rapi dan juga aesthetic dengan beberapa penempatan barang bernuansa hijau, coklat dan putih yang mendominasi. Tata letaknya begitu pas dan tak berlebihan, hingga membuat siapapun termasuk sang pemilik kamar betah hanya dengan menghabiskan waktunya di dalam kamar dengan di temani buku-buku favoritnya. Wendy mengatur posisi duduknya senyaman mungkin di atas ranjang sambil bersandar di heardboard. Membaca buku sebelum tidur adalah kegiatan favoritnya, karena hal itu bisa membuatnya lebih cepat mengantuk jika sedang susah tidur.

Mr.Sat Set (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang