20. Salah Paham

456 48 9
                                    

"Kalau menurut kamu kita menikah bagaimana?"

Wendy menatap Chandra terkejut. Ini terlalu tiba-tiba dan dia tidak menduga kalimat itu akan muncul saat ini.

Chandra masih menatap Wendy, menunggu jawaban gadis itu.

"Chan?" Matanya menatap ragu ke arah Chandra.

"Ya?"

"Bukankah ini terlalu terburu-buru? Kita baru aja menjalani tahap mengenal satu sama lain. Dan juga pernikahan bukan hal sesederhana, dimana sepasang kekasih bisa tinggal bersama setiap hari aja. Ada banyak hal yang harus di pertimbangkan."

Chandra terdiam. Sorot mata kecewa jelas terlihat saat Wendy secara tidak langsung menolak idenya yang ingin menikah.

"Aku mau kamu merasa yakin terlebih dahulu kalau kamu milih aku untuk jadi pendamping kamu. begitupun juga aku, aku ingin meyakinkan diri aku dulu kalau kamu juga merupakan seseorang yang tepat buat aku." Wendy memberikan pengertian.

"Chan, boleh aku tau apa sebenarnya tujuan kamu ngajak aku nikah?" Wendy menatap Chandra dengan wajah serius.

"Tentu aja karena aku cinta sama kamu. Aku ingin kita sama-sama membangun keluarga kecil kita dan menghabiskan waktu bersama sampai tua dengan saling menyayangi dan mengasihi satu sama lain. Mungkin akan ada banyak batu kerikil ke depannya, tapi aku yakin kita akan bisa melewatinya nanti."

Wendy tersenyum tipis. Hatinya masih di penuhi kebimbangan. Karena bagaimanapun keputusan menikah bukanlah hal yang mudah yang bisa ia putuskan begitu saja.

"Boleh beri aku waktu berpikir?" Chandra mengangguk.

"Tentu. Sebanyak apapun waktu yang kamu butuhkan. Aku bakalan siap menunggu jawaban kamu nanti." Chandra memberikan senyumnya di tengah kegelisahan hatinya yang was was akan penolakan Wendy. Ia paham jika Wendy merasa tidak yakin dengannya. Apalagi dengan masa perkenalan mereka yang bisa di katakan cukup singkat. Tapi ia juga tidak sembarangan memutuskan saat mengajak kekasihnya menikah. Dan sudah ada banyak pertimbangan yang Chandra pikirkan sebelum mengatakan hal ini pada Wendy.

****

"Abang baik-baik ajakan?"

Devina memperhatikan wajah Chandra dengan seksama hingga membuat pria itu merasa terganggu dengan apa yang adiknya lakukan.

"Hm." Jawabnya tanpa minat.

"Bisa anterin Vina beli buku?"

"Minta anter Devan aja sana."

Chandra melirik Devina sekilas, lalu kembali fokus membaca tulisan yang tercetak di dalam buku. Meskipun tidak satupun tulisan di buku itu masuk ke kepalanya. Karena saat ini di dalam kepalanya sudah seperti benang kusut karena terlalu memikirkan banyak hal dan kemungkinan kemungkinan buruk lainnya karena Wendy yang tak kunjung menghubunginya semenjak beberapa hari lalu. Pesan yang ia kirimkan pun hanya di balas sekenanya saja hingga membuat Chandra berpikir yang tidak tidak.

"Bang Dev belum pulang tuh dari rumah sakit. Cuma Abang aja yang ada di rumah." Jawaban Devina membuat Chandra langsung menghela napas panjang.

"Kenapa sih bang? Abang udah kaya ayam penyakitan tau nggak? Lemes banget kaya tanaman nggak kena sinar matahari." Gerutu Devina. Chandra yang sedang malas berdebat hanya mendelik tak terima saat adik laknatnya itu mengatainya dengan kosa kata yang bikin 'nyebut'. Untung adik sendiri. Coba kalau adik tetangga, sudah pasti akan ia kilokan si Devina.

Mr.Sat Set (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang