41. Malaikat kecil

454 24 3
                                    

"Bunda, aku takut terjadi apa-apa sama bayi aku." Wendy menangis lirih sambil memegang erat tangan Kirana. Wanita itu menggeleng pelan sambil membalas genggaman tangan menantunya erat.

"Ga boleh ngomong gitu. Ga akan terjadi apa-apa sama kalian. Berdoa terus ya." Ucapnya menguatkan. Wendy menangis terisak, ketakutan yang begitu besar melandanya. Bahkan rasa sakit pada perutnya tidak sebanding dengan rasa takutnya saat ini.

Saat ia menyadari mengalami pendarahan tadi, Orang rumah langsung sigap membawanya ke rumah sakit. Dan saat ini mereka tengah menunggu hasil pemeriksaan agar di lakukan tindakan selanjutnya dengan tepat.

Tak lama dokter lystina terlihat memanggil Papa dan bunda untuk memberitahukan tindakan selanjutnya. Sedangkan di ruangan, Wendy tengah di temani Devina yang terlihat cemas.

"Wendy dan bayinya nggak apa-apa kan, Dok?" Tanya Kirana cemas.

"Menurut hasil pemeriksaan, tindakan yang tepat saat ini adalah operasi caesar. Demi keselamatan bayi, kita harus segera mengeluarkannya karena ada tanda-tanda ketuban pecah. Sedangkan dengan kondisi ibu Wendy saat ini persalinan sangatlah beresiko." Ucap Dokter Lystina. Kirana menoleh pada suaminya cemas, lalu memegang tangannya erat.

"Tapi kandungannya baru menginjak 8 bulan, Dok." Ujar Kirana. Dokter Lystina mengangguk lemah.

"Memang benar. Hal ini mungkin saja bisa terjadi. Salah satunya karena di picu stress tinggi, yang mengakibatkan tekanan pada bayi dalam kandungannya. Kami akan berusaha yang terbaik untuk ibu dan bayinya." Ucapnya. Junwan dan Kirana langsung mengangguk.

"Lakukan yang terbaik, Dok. Selamatkan nyawa ibu dan bayinya." Pinta Kirana. Dokter Lystina mengangguk singkat.

"Untuk tindakan operasi saat ini kita membutuhkan tanda tangan wali pasien. Suaminya?" Tanya Dokter Lystina menatap pasangan paruh baya itu.

"Pa, Chandra udah kamu kabari?" Kirana menatap suaminya yang mengangguk.

"Sudah, sebentar lagi dia bakalan datang." Ujar Junwan. Kirana sedikit menarik napas lega.

"Kalau begitu tim saya akan menyiapkan ruang operasi dan menghubungi dokter anak terlebih dahulu. Saya permisi!" Pamitnya. Kirana dan Junwan mengangguk sambil menunggu kedatangan Chandra dengan cemas.

Setelah di beritahukan akan menjalani operasi darurat. Wendy tidak berhenti menangis dan menyalahkan diri sendiri karena kelalaiannya bayinya harus di keluarkan paksa sebelum waktunya. Kirana yang menemani saat itu tidak berhenti menenangkan Wendy dan mengatakan jika ini semua bukan salahnya. Ia dan bayinya juga akan baik-baik saja meskipun akan terlahir prematur.

Tepat saat itu, Chandra masuk ke dalam ruang dengan tergesa dan wajah cemas setengah mati. Ia menghampiri istrinya dan memegang tangannya erat. Wendy yang menghadiri kedatangan Chandra tidak bisa membendung tangisnya. Wanita itu menangis kencang sambil memukul dada Chandra yang setengah membungkuk ke arahnya.

"Maaf aku baru datang." Ungkapnya dengan wajah bersalah. Matanya berkaca-kaca penuh rasa penyesalan. Ia memegang erat tangan istrinya yang masih menangis hebat.

"Kamu jahat banget, Kamu tau?!" Ucapnya menatap marah. Chandra mengangguk, mengakui kesalahannya. Ia menempelkan kepalanya ke tangan Wendy yang mengepal kuat.

"Maaf.." rintihya lagi.

"Aku nggak akan maafin kamu kalau sampai anak kita kenapa-kenapa." Ancamnya dengan penuh peringatan. Chandra terlihat tertegun sesaat sebelum akhirnya mengangguk lemah.

"Kamu harus kuat. Aku selalu di sini menunggu kamu. Anak kita juga anak yang kuat." Ucap Chandra dengan mata berkaca-kaca menahan tangis. Ia juga mengusap perut istrinya sebelum para perawat membawanya ke ruang operasi. Dalam hati ia berdoa agar istri dan anaknya bisa keluar selamat dan sehat dari ruang operasi. Atau ia akan menyalahkan dirinya seumur hidup karena dirinya lah Wendy menjadi seperti ini.

Mr.Sat Set (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang