44. Iri Bilang Bos!

915 53 10
                                    


Happy reading!

🍄

****

Ini hari kedua dirinya di rumah sendirian, Adit tak ada kabar begitupun Regan. Ia tidak menunggu, hanya saja merasa aneh jika kedua pria itu tidak menghubunginya.

Apalagi sekarang pikirannya makin bertambah satu, Genta. Entah kenapa dokter satu itu bersikap aneh padanya.

Bukannya Elsa baper, terpesona atau semacamnya. Ia hanya bingung, kenapa para kaum pria di sekitarnya selalu bersikap manis kepadanya.

Elsa tau dirinya memang cantik, tapi jika seperti itu. Elsa harus bagaimana? Ia tidak bisa memilih semuanya kan?

Sudahlah mari tinggalkan pikiran Elsa yang terlalu percaya diri itu.

Sekarang dirinya tengah istirahat, cuci darah kemarin ternyata sedikit menguras energinya. Meski Genta melarangnya untuk pulang namun Elsa keukeuh, karena dirinya bekerja di rumah Regan.

Maka berakhirlah dengan perdebatan Elsa dan Genta dengan dimenangkan oleh Elsa. Genta menghela nafasnya pasrah, ia membiarkan Elsa pulang setelah cuci darah kemarin.

Elsa juga sudah bertanya pada Genta, dirinya akan melakukan rutinitas itu sebulan sekali, meski awalnya Genta menolak namun akhirnya ia menerima juga.

Ya memang menurut ketentuan yang Genta bilang padanya, seharusnya Elsa melakukan dua sampai tiga kali cuci darah dalam seminggu. Namun, Elsa menolak mentah mentah ketentuan itu. Menurutnya sebulan sekali pun cukup.

Karena pekerjaannya yang menuntut Elsa harus tetap berada di rumah.

"Gini amat jomblo karat, nggak ada yang nelpon, nggak ada yang minta kasih kabar." Elsa bergumam di sela waktu istirahatnya.

"Sabar Elsa sabar, tuhan maha baik. Siapa tau sekalinya dapat jodoh, anak tunggal konglomerat." Elsa terkikik pelan dengan ucapan absurd-nya. Efek tidak punya teman ternyata buruk juga baginya.

Yang biasanya Elsa menggosip dengan ibu ibu kos, kini ia hanya diam saja di dalam rumah. Keluar hanya untuk membeli kebutuhan, sekalinya keluar di jadwal hanya sampai jam tiga sore.

Entah beruntung atau malah sial dirinya bekerja dengan si Regan. Elsa jadi teringat saat pertama kali Regan mengijinkannya kerja, ia sampai harus akting menangis agar Regan menerimanya bekerja.

"Sialan, gue malu-maluin banget anjret" gerutunya pada diri sendiri.

"Masa lalu emang kudu di ikhlasin terus di lupain, kalo di inget inget mah jadi malu sendiri anjret." Elsa bergidik kala ia membayangkan pertemuan pertamanya dengan Regan.

ddrrtt... drrtt....

Ponselnya bergetar, ia memang selalu mengaktifkan mode hening agar tidak berisik. Padahal siapa juga yang akan mengirimkan pesan padanya.

"Iya Adit, apa kabar. Seneng liburan di Bali?" tanya Elsa, membuat Adit di sebrang sana terkekeh pelan.

"Bukan senang, malah banyak beban Elsa. Pusing banyak kerjaan" kata Adit.

"Curhat masnya." ledek Elsa, lagi lagi membuat Adit terkekeh di sebrang sana.

"Gimana satu hari sendirian?"

"Biasa aja, lagian lebih enak sendiri daripada ada si bos. Bukannya enak malah enek yang ada." Elsa berucap di akhiri dengan gelak tawa, puas sekali ia mengatai Regan.

"Jadi selama ini kamu enek dengan saya?"

Suara berat itu menginterupsi Elsa untuk menghentikan tawanya.

IRI BILANG BOS! (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang