24 | ego

2.4K 331 61
                                    

Jika jeda sesaat saja tidak cukup membuat rasa ragumu menghilang, apakah aku harus menyudahi kisah yang belum pernah terajut ini?

Pukul sembilan malam lewat empat puluh lima menit, Leiya baru sampai di depan pagar kosannya, diantar oleh Edgar, mereka baru kembali dari Bekasi untuk next project AVL .

"Kok nggak turun? Mau ikut ke apartemen gue?" Edgar menyeringai nakal.

"Nggak."

Leiya berusaha menghalau perasaan campur aduk sejak mendapati seseorang yang tengah duduk di atas motor matic yang terpangkir tak jauh dari pagar kosannya. Tidak salah lagi, itu Kaesar. Meski motornya terparkir agak jauh dari sinar lampu jalan, Leiya tetap tahu dari jaket yang dikenakan pria tersebut, topi hitam polos yang selalu Kaesar pakai juga Leiya tahu betul.

"Itu siapa, Lei?" tanya Edgar curiga. "Ayo, gue anterin turun."

Leiya menarik napas. "Nggak perlu, itu temen gue kok."

"Siapa?"

"Kepo deh lo."

"Haruslah gue kepo. Gue takut besok tiba-tiba dapet berita 'Leiya meninggal dunia di depan kosannya, diduga karena dimutilasi oleh temannya sendiri'. Njir, ngeri."

"Itu Kaesar," kata Leiya pada akhirnya.

"Oh, yang itu?"

"Diem lo." Leiya meninju lengan Edgar. "Udah ah, lo pulang aja. Hati-hati ye, gue takutnya lo yang dimutilasi kang begal."

"Sialan."

Leiya hanya berdiam di tempat sebelum Edgar berlalu, Edgar membunyikan klakson saat melewati Kaesar.

Entah kenapa Leiya menahan napas saat Kaesar turun dari motor dan mulai mendekat.

"Kenapa?" tanya Leiya tanpa ba-bi-bu.

Kaesar memindai Leiya dari atas sampai ke ujung kaki. Kaesar membuang napas.

"Cuma pengen ketemu kamu bentar."

Cuma katanya?

"Oh."

Lagi-lagi Kaesar menghela napas kala menatap Leiya, tangannya terulur mengelus lengan Leiya.

"Gue pulang, ya? Udah malem."

"Kamu nunggu berapa lama di sini?"

"Nggak lama kok."

Kaesar menunduk, memandangi sepanjang sepatunya. Ia menyelipkan kedua tangannya di saku jaket agar tangannya tidak menuruti keinginan hatinya, yakni ingin memeluk Leiya.

"Masuk, gih. Udah malem. Aku juga udah mau pulang," kata Kaesar.

Leiya tak bergeming tanpa mau menatap Kaesar.

"Lei."

Kaesar menyerah. Ia memegang lengan Leiya dengan perasaan ragu.

"Maafin aku, ya."

Leiya menelan ludah pahit. Ketakutan yang menghantuinya akhir-akhir ini mungkin akan segera terjadi.

Nggak apa-apa. Nggak apa-apa.

"Gue ngerti kalau misalnya lo marah gara-gara kelakuan gue. Wajar kok," gumam Leiya.

"Nggak, Lei."

Kini Kaesar merangkum kedua bahu Leiya. "Aku nggak marah, kamu ngapain aja aku nggak marah."

"Bohong."

Sepasang mata wanita itu memanas, tetap tak mau menatap Kaesar meski wajah pria itu sudah sangat dekat dari wajahnya, Leiya tetap memandang ke arah lain.

Barbar Ambyar (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang