43 | taktik

3.4K 347 41
                                    

Hawa horor langsung dirasakan Leiya saat memasuki rumah Kaesar. Leiya memegang erat lengan Kaesar.

"Wih, udah pulang," sapa Vivi ramah dibarengi senyum tak ikhlas timbul di bibirnya kala bertatapan dengan Leiya. "Hai, Kak Leiya."

Leiya cuma mengangguk.

"Ma, ada Leiya nih," teriak Kaesar yang hendak ke ruang belakang mencari sang mama. Namun, Leiya tetap kokoh menggenggam erat lengannya.

"Kae."

Kaesar bisa melihat binar ketakutan dari kedua bola mata Leiya, cahaya mata itu sangat jujur akan keadaan. Kaesar paham.

"Tenang ya." Kaesar mengelus punggung tangan Leiya.

"Vi, kamu temenin Kak Leiya dulu ya, Kakak mau panggil Mama." Sekaligus Kaesar ingin mengatakan sesuatu. Kaesar berlalu meninggalkan Vivi dan Leiya berdua saja di

"Bukannya kalian udah—" Kalimat Vivi menggantung dengan penjelasan yang dianalogikan lewat gerakan jari yang awalnya berdekatan jadi berjauhan. "Maksud aku break gitu." Vivi mengangguk-angguk, berharap Leiya paham maksudnya. "Ya, itu."

"Coba tanya kakak kamu aja," jawab Leiya singkat.

"Oh, oke."

Keduanya sibuk pada ponsel masing-masing hingga Santi dan Kaesar muncul.

"Kalian berangkat jam berapa tadi?"

"Jam setengah sembilan, Ma. Kami harus siap-siap sama sarapan dulu."

Mulut Leiya terkunci rapat, bahkan ia tak berani berani mengarahkan pandankan ke  mama Kaesar.

"Oh, siapa-siapa aja yang ikut ke puncak, Lei?"

Leiya melirik Kaesar, seolah-olah bertanya dia harus menjawab apa. Kaesar yang hanya menaikkan alis membuat Leiya tak segan menendang kaki Kaesar di bawah sana.

"Mama kepo nih." Pria itu berdecak.

"Jawab aja, Leiya. Kaesar itu suka bohong."

"Ma, jangan gitu dong."

Leiya tersenyum canggung menyaksikan sisi kekanakan Kaesar tersebut.

"Sebenarnya kami cuma berdua, Tan, ke puncak." Kejujuran Leiya membuat Kaesar melotot.

"Lei."

"Sudah Mama duga." Santi menghela napas panjang. "Lalu foto yang di WhatsApp itu bagaimana? Kelakuan kamu juga?"

Kaesar yang dituduh seperti itu hanya mengangguk santai. "Nggak sengaja ke posting, Ma. Niatnya mau kirim ke Leiya, eh malah kekirim ke status. Udah Kaesar hapus kok."

Spontan Leiya menginjak kaki Kasar dengan pelan, pria itu cuma mengedipkan mata.

"Kelilipan, Kak?" sindir Vivi yang bisa membaca suasana.

"Iya nih."

"Buat apa kamu foto-foto nggak senonoh begitu? Kamu nggak lihat baju Leiya? Bisa-bisanya foto intim seperti itu kamu koleksi." Santi menggeleng-geleng.

"Ma." Kaesar menggaruk kepala, bingung harus menjelaskan bagaimana lagi, yang lebih tepatnya dia bingung harus beralasan bagaimana lagi.

"Kaesar belum pernah ngapa-ngapain kamu kan, Lei? Tolong jujur, saya nggak mau kepikiran terus gara-gara hubungan kalian. Mama juga capek, Kae."

"Jawab aja, Lei," bisik Kaesar.

"Hm, ngapa-ngapain gimana maksud Tante?" Leiya bertanya lebih khusus agar jawabannya nanti tidak melebar ke mana-mana.

"Yang melanggar agama kita pokoknya."

Leiya menyikut pria di sampingnya.

"Nggaklah, Ma. Mama tenang aja."

Barbar Ambyar (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang