Temani Aku
"Woah, lezat juga!" puji Revan pada masakan Genda yang mana membuat pipi sang empunya bersemu memerah.
"Benarkah? Jujur aku tipe cewek yang gak bisa masak, kalau ini enak artinya memang kupelajari, bukan bakat," balas Genda sambil mencomot sambal yang ada di ulekan.
"Hmm, bagaimana kalau kau pindah posisi lebih ke atas seperti Friska?"
"Rasanya itu tak mungkin. Aku tak ada ilmu khusus, kalau Friska kan sudah pasti punya."
Revan pun menghela napas panjang dan, "Ya, sudah. Kalau dilihat-lihat kau juga tak cocok di Vanrevco sebagai chef," lanjutnya mengejek tak lupa wajahnya yang ia majukan hingga begitu dekat dengan gadis itu. Karena kau lebih cocok menjadi pendamping hidupku kem--argh! apa yang kupikirkan!
Genda lantas membeku. Mencoba menahan degub jantungnya yang tak terkontrol akibat perlakuan Revan.
"Ja-jangan mengatakan hal yang tak penting!"
Revan pun kembali ke posisinya menghadap ke makanannya tak memedulikan apa yang barusan ia lakukan.
"Aku hanya merasa kita pernah bertemu sebelumnya tapi entah di mana. Kita juga seperti sudah pernah ngobrol bersama," ucap Revan sambil menunduk ke depan memperhatikan kakinya yang disilang dan tak terbalut oleh kaos kaki seperti biasanya.
"Ya. Kau memang pernah bertemu denganku."
"Kapan?" Revan pun menoleh sekilas ke gadis itu dan terlihat dia seperti malu tak mau menatap matanya.
"Lupakan saja," jawabnya dengan sedikit putus asa.
Dasar pikun
"Hmm, kutunggu sampai kau mau cerita denganku," ujar pemuda itu.
"Ou, i-iya," gadis itu menganggukkan kepalanya pelan.
Suasana di sana pun berubah sedikit canggung.
Hanya ada suara cicak yang sedari tadi menjadi pengiring suasana di sana.
5 menit
10 menit
"Gen," bisik Revan yang sudah menghabiskan makanan di depannya.
"Hmm," gumam Genda.
"Sepertinya aku harus pulang, besok kau harus bekerja lagi. Harus, gak boleh nolak!" kata Revan sambil dirinya yang beranjak dari duduknya.
Shh, harus menyamar lagi. Capek juga, tapi aku butuh uang. Tahu gini aku bisa mencari pekerjaan lain yang tak menyusahkan diriku sendiri.
Namun, sesampai Revan berdiri di teras rumah itu, ia mendapati pemuda yang 'tak kalah jangkung dengannya terlihat sedang melepas sepatu dengan posisi membelakanginya. Revan lantas diam sejenak, memandang punggung lebar itu. Genda yang dari ruang tamu sudah melambaikan tangannya pada Revan pun terlihat bingung.
"Siapa? Apa yang ingin kau lakukan ke sini!" geram Revan karena ia jadi was-was semisal Genda kedatangan pria yang akan berbuat tak baik padanya di rumah ini.
"Aku," jawab orang itu enteng seraya berbalik kemudian tersenyum miring.
"Oh, kau John. Bukannya sudah usai?" Revan pun menatap tajam orang di depannya itu sambil mengeraskan dagunya. Lagi-lagi Revan tak bisa menahan amarahnya kala orang itu ada di hadapannya.
"Apa urusanmu? Kalau aku kan mantan Genda? Kau siapanya? Kau menyukainya?" ejek John sambil tersenyum miring ke arah Revan.
"Ahaha, kau! Kau suka dengannya? Ia menyamar! Mengapa kau tak memecatnya! Itu di luar kriteria pekerja di restoranmu, Van!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall on Deaf Ears (COMPLETED)
FanfictionHujan bukanlah bencana, melainkan secuplik kisah pahit yang sekian lama tidak dilihat ataupun didengarkan. ◉ Revisi setelah selesai. ✓ ◉ Dilarang plagiat, apalagi report ⚠. Belajar menghargai sesama penulis. Menulis cerita itu tak semudah membalikka...