Hujan bukanlah bencana, melainkan secuplik kisah pahit yang sekian lama tidak dilihat ataupun didengarkan.
◉ Revisi setelah selesai. ✓
◉ Dilarang plagiat, apalagi report ⚠. Belajar menghargai sesama penulis. Menulis cerita itu tak semudah membalikka...
"Haha. Mustahil, sepertinya ini kan berbeda ketimbang biasanya."
"Ini bahkan sudah seminggu."
"Dari caranya marah .... Sebentar, apa dia cemburu?"
Terlalu lelah memedulikan isi kepalanya, fokusnya kini pun teralihkan pada tubuhnya yang semakin hari kian terlihat proportional. Revan, pemuda itu, meskipun sibuk dengan pekerjaanya, ia masih menyempatkan dirinya untuk olahraga di rumah, ataupun di gym seperti sekarang ini. Sebenarnya, ini mengingatkan akan dirinya yang pernah menjadi korban bulian teman-temannya di sekolah karena tubuhnya yang sangat kurus--bukan karena Revan tak ingin makan, tapi memang persediaan makanan di rumahnya yang sangat minim. Bukan juga merubah dirinya karena untuk dipuji, tapi setidaknya supaya ia tidak mendengar lagi kata-kata yang menyakitkan itu lagi.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
9: 45 AM
Tidak begitu jauh dari lokasi gym, lantas Revan pun berjalan kaki menuju ke restorannya untuk mengecek karyawannya sudah pada datang apa belum. Ia pun melangkahkan kakinya ke tempat itu dengan tubuhnya yang terasa lebih segar dibanding hari-hari belakangan. Hingga,
Kriettttt
Dibukalah pintu kaca Vanrevco dan....
Satu kata yang ada di benaknya lagi yaitu, 'Sepi'.
Membuat mood-ku rusak saja.
"Aaa! mengapa kau muncul seperti hantu, huh?" Friska yang sedang memasak pun terlihat terkejut dengan kedatangan Genda yang tiba-tiba datang dari pintu belakang.
"Kau juga Bang, tumben kau tak bawa mobil? Eh, kalian datang barengan?" kata Rio menatap bergantian bosnya dan Genda.
"Hufth."
Jadi, Revan dan Genda tiba Vanrevco di jam yang sama. Genda lewat pintu belakang restoran tersebut, sementara Revan lewat pintu depan. Saat tak sengaja berpapasan di dapur, keduanya pun saling melempar pandangan yang sangat canggung.
"Pasti ia berpikir kalau aku tak mencarinya."
Sesaat kemudian, pemuda itu lantas memasuki ruang pribadi miliknya dan pura-pura tidak menghiraukan Genda. Ia juga beringsut mendudukkan dirinya pada kursi yang ada di ruang tersebut setelah mengambil salah satu buku yang terjejer di rak.
Drttt drttt drtt
Diangkatlah nomor telepon yang menghubunginya itu. Namun, semakin kesal karena yang menghubunginya adalah kakeknya, si Parvez.
"Ya," balas Revan dengan nada dingin.
"Apa kau tidak ingin melihatku? Apa kau tidak ingin melihat kakek dan nenekmu ini?" tanya pria tua yang ada di seberang telepon.