43. Wears Me Out •

53 5 0
                                    


Membuatku Lelah

Malam itu nuansa Vanrevco memang sepi karena Revan sengaja menutup restorannya dan akan dibuka mulai senin besoknya. 

"Hei! Melamun aja kau, Ri! Genda pun menggedor Rio yang sedari tadi melamun kursi teras restoran itu.

"Kenapa ke sini? Di mana bang Revan?" Refleks Rio pun malah bertanya kehadiran Revan karena menurutnya Genda tak perlu ada di sini dan menikmati hari-hari baiknya sama Revan setelah kasus ini diusut.

"Revan mah lagi mengurus bisnisnya yang satunya." 

"Sok sibuk, sialan. Tapi aku bersyukur lah bertemu dengannya. "Oh, omong-omong kalian pacaran?" lanjutnya.

"Pacaran?" Genda pun mengernyit atas lontaran Rio yang tak masuk akal itu.

"Oke, tak perlu dijelaskan, haha," ledek Rio dan seketika suara tertawanya pecah.

"Ini, sekarang jadi milikmu. Kau berhak memilikinya. Selama ini kau juga pasti menderita." Genda lantas meraih tangan dingin Rio dan memberikan sebuah kunci.

"Kunci apa?" bingung Rio belum mengerti.

"Ini kunci perpustakaan. Percayalah, ayahmu dulu sering membantuku. Aku juga sempat berpikir saat dia seringnya mengatakan kasus kebakaran yang kiranya telah merenggut isteri dan anaknya. Aku paham perasaanmu. Mungkin Revan agak keliru karena jatuhnya seperti memisahkanmu dengan ayahmu, tapi dia juga ingin melindungimu. Kau tahu sendiri, kan? Kalau orang tua John sering melukai orang lain yang bahkan sama sekali tak berhubungan dengan mereka? Ya, yang ada di pikiran Revan adalah itu."

"Ya, begitu lah dia. Aku juga bingung bagaimana cara berterima kasih padanya. Satu lagi, aku pun jadi tak bisa merebut kebahagiannya untuk saat ini," ujar Rio tapi sambil menatap mata Genda lama, sangat lama. Seolah mengisyaratkan seseorang yang Revan punya dan sumber kebahagiannya kini tepat berada di depannya namun tak bisa ia miliki. Rio sungguh tak bisa membayangkannya, baginya ini sudah cukup. Hidupnya sudah mendingan sejak Revan mengajaknya untuk bekerja di restorannya itu.

"Maafkan aku. Aku memang tak menci--"

"Tak apa. Bagaimana pun juga, kita tak bisa memaksakan perasaan masing-masing."

"Kita bisa jadi teman."

"Hmm, iya."

"Ayahmu sudah meninggal, ibuku juga, dan ... Revan juga begitu. Kau tahu? Kurasa kita memang sudah ditakdirkan seperti ini. Setidaknya, sekarang kita baik-baik saja. Kita hanya perlu memulai hidup baru."

"Hmm, kau benar," balas Rio sambil tersenyum tipis tak lupa mengusak rambut Genda pelan. Saat itu juga canggung pun seketika menyelimuti keduanya dan mereka pun terdiam sejenak.

"Ekhemm, tapi ini restoran bakal sepi deh. Bagaimana pun juga dulu aku sama bang Dion sering bercanda di sini. Kaya ada yang kurang begitu."

"Ya, tak apa. Biarkan dia dihukum, dan kita tak perlu membencinya."

"Genn! Pulang." Seseorang pun meneriaki Genda dari dalam mobil dan ternyata itu adalah Eddy.

"Ri, mari kita pikirkan untuk kuliah setelah ini. Kau ingat?" ujar Genda seraya berjalan menjauh dari Rio tak lupa senyumnya yang sangat lebar pada pemuda itu.

"Ya!" balasnya singkat seraya melambaikan tangannya pada gadis itu.

Rumah Revan:

"Kak Rev, maaf, aku penasaran siapa yang telah membunuh ayah dan ibu," tanya Ria pada Revan. Kini mereka pun berbincang di ruang tengah sambil menonton tv.

Fall on Deaf Ears (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang