30. Astonished •

103 7 0
                                    

Heran

"Bang Rev! Kau dalam masalah!" heboh Rio berlari ke kamar Revan.

"Hufth, kau kenapa sih? Baru aja istirahat. Masih ngantuk juga," gumam Revan dan dilihatnya samar-samar di layar hp Rio menampilkan sebuah headline berita yang mana membuatnya seketika naik pitam. Karena mengejutkan, sontak saja Revan langsung mengubah posisinya menjadi berdiri dan mengepalkan jemarinya dengan keras sampai kuku-kuku jemarinya memutih.

"Bukannya kau sudah mengurus hal ini, Bang? Ini namanya fitnah! Harga dirimu akan hancur kalau seperti ini, Bang!" cecar Rio dan dilihatnya kini Revan yang semakin kesal. Dion yang juga kebetulan lewat pintu unit kamar Revan pun seketika menghentikan langkahnya. Ia lantas menatap Revan kasihan. Ia merasa menyesal dan mengapa ia harus seperti ini. Jika dilihat pun Revan sangat baik padanya.

"Haruskah aku tetap membantunya?" lirih Dion dan tanpa angin atau hujan ternyata Friska juga sudah di sampingnya.

"Membantu apa, Bang?" tanya Friska sambil menyilangkan lengannya di dadanya.

"Ti-tidak, aku izin pergi sebentar, Fris."

"Kenapa dia?" Friska pun celingukan dan datang lah Genda juga di sana yang baru mandi.

"Revan kenapa, Kak Fris?" tanya Genda yang juga kebetulan ikutan nimbrung.

"Ayo!! di mana bang Dion? Dia pergi lagi? Ke tempat pameran?" tanya Revan dan diangguki pelan oleh Friska.

"Iya, kayaknya gitu, deh."

"Ini sudah malam, kita bisa ke CBC besok," saran Rio.

"Ck, ini menyebalkan. Bahkan, seumur hidupku aku ini orang yang tak mau menjadi beban orang lain. Sialan, bisa-bisanya membuat berita murahan seperti itu?" decak Revan kesal. Sementara Genda ia langsung menatap sedih ke Revan. Di balik itu, Rio juga mengamati gesture dan kontak mata Genda yang memang sepertinya sangat khawatir dengan keadaan Revan. Suasana pun menjadi canggung, Friska yang tentunya juga di sana menambah atmosfir menjadi semakin tidak nyaman. Tidak ada suara, mereka berempat hanya diam. Hingga ....

"Aku ingin sendiri," ujar Revan lirih kemudian beralih menyenderkan bahunya lemas di frame jendela kamarnya.

"Ayo, kita keluar," ajak Rio pada Genda,  tapi gadis itu masih dalam posisinya menatap bahu Revan.

"Ini untukmu," kata Genda mengabaikan Rio kemudian mendekat ke arah Revan. Perasaan pemuda itu pun seketika mencelos dengan sikap Genda. Ia semakin yakin kalau Genda sudah jatuh cinta dengan bosnya itu. Rio yang sebenarnya antara tak tahan dan penasaran pun memilih pergi dari kamar itu.

Genda pun lantas meraih tangan Revan kemudian memberikan sebuah bandul love berwarna biru laut kepada Revan. Di dalamnya juga tercetak jelas nama lengkap pemuda itu yang sangat cantik.

"Apa ini?" tanya Revan menerima benda itu dari tangan mungil Genda. Tapi tidak, seketika wajahnya menunjukkan ekspresi jijik.

"Jangan bertingkah seolah kita kenal. Ingat, kita hanya sebatas hubungan atasan dan bawahan," tampik pemuda itu sama sekali tak menatap wajah Genda.

"Tapi, Van," tukas gadis itu karena Revan tiba-tiba berubah dingin dan takmenerima barang yang ia berikan barusan.

"Jangan hiraukan aku, dan kau tak perlu
mengasihaniku. Aku sudah terbiasa menghadapi masalah seperti ini, memangnya kau siapa? Anggap saja ciuman kita yang kemarin bukan apa-apa. Aku menyesalinya."

Telak sudah Revan berkata demikian dan saat itu juga Genda keluar dari kamar pemuda itu dengan matanya yang berkaca-kaca. Dadanya terasa sakit saat mendengarkan lontaran menyakitkan itu.

Fall on Deaf Ears (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang