Jangan Berbohong
"18, lilin, dan pisau yang mengirisnya."
"Cih, tak kusangka bisa bertemu lagi dengan dengan si Kayla itu! Apa dia pengajar di sini? Bareng kak Revan?" ucapnya sambil menyeka air matanya yang perlahan mengering.
Dan ... tadi siapa sih? apa salah satu siswa di sana? Mengapa ia mengenaliku sebagai wanita padahal sekarang aku sedang menyamar menjadi pria? Wajahnya juga mirip dengan wanita ular itu. Apa mereka berdua saudara?
"Maaf, apa Anda pengajar baru di sini?"
"Ti-tidak, saya hanya karyawan dari bos Revan yang kebetulan ...." Genda sebenarnya agak bingung bagaimana menjabarkannya. Revan sama sekali seperti orang sinting karena mengajak dirinya ke tempat belajar seperti ini yang notabennya dirinya hanya karyawan biasa di restorannya. Ia juga baru menyadari, mengapa bosnya itu tak mengajaknya ke mana gitu?
"Kok bisa sampai sini?"
"Ceritanya panjang, Dek."
Agak lancang anak ini, tapi tak apa dia mungkin hanya penasaran saja.
"Ya, sudah salam kenal, Kak, aku Diandra. Aku salah satu siswa kursus di sini. Aku juga mau pulang dari asrama sini karena weekend"
"Sa--ma-maaf ada telepon."
"Ya, sudah, Kak, tak apa semisal buru-buru."
"Oke, Dek. Saya permisi dulu."
"Huftth, untung saja kak Revan tak mengejarku. Bagus! ya bagusss sekali sama dia saja. Ini siapa sih daritadi nelon tapi diangkat malah tak aktif?"
Kaki jenjangnya pun tanpa sadar sudah sampai halte saja.
"Pak Ilham?" heran Genda karena tak biasanya pria itu menelpon dengan cara seperti itu.
"Apa benar ini dengan nona Genda?" tanya orang di seberang telepon itu.
"Maaf sebelumnya, kok suaranya bukan pak Ilham" tanya Genda pada orang yang ada di seberang telepon.
"Lebih baik kamu ke rumah beliau. Saya biasa melihatmu sama pak Ilham, jadi saya hanya bisa menghubungi kamu."
"Baiklah, ta-tapi ada apa ya, Pak?" balas Genda dengan tangannya yang bergetar.
Perasaanku benar-benar tak enak. Ada apa ini?
"Langsung saja ke sini, cepat!!" ujar orang itu tak sabar.
"I-iya, Pak."
Selanjutnya, Genda menghentikan langkahnya ke perpustakaan yang biasa ia kunjungi itu. Namun, Ilham, pemilik perpustakaan itu benar tidak ada di sana. Tanpa pikir panjang, ia lantas bergegas melewati ke ruas gang lain. Kejanggalan pun terjadi, karena banyak orang yang berdatangan di rumah itu. Hatinya pun seketika melengos menyadari ada yang tak beres terjadi pada Ilham. Tanpa pikir panjang lagi, ia pun segera menerobos masuk ke ruang depan, tengah, hingga ke kamar Ilham yang tidak terkunci itu. Dan....
Degg!!
"Pak!" Saat itu juga, di depan mata kepala Genda sendiri ia melihat Ilham yang terlentang dengan matanya yang terpejam dan selang infus yang menancap di punggung tangan yang keriput itu. Dengan keadaan seperti itu, lantas membuat gadis itu khawatir bercampur takut jika Ilham meninggalkannya. Ia benar-benar tak siap jika hal itu terjadi. Sungguh....
"Beliau mengalami stroke. Sekarang ia juga sulit untuk berbicara, dan harus memakai kursi roda ini," ujar warga yang menelponnya tadi. Sekedar informasi, warga itu adalah salah satu tetangga yang kebetulan tinggal dekat di samping rumah Ilham, ia dan keluargannya juga yang memanggilkan Ilham dokter.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall on Deaf Ears (COMPLETED)
FanfictionHujan bukanlah bencana, melainkan secuplik kisah pahit yang sekian lama tidak dilihat ataupun didengarkan. ◉ Revisi setelah selesai. ✓ ◉ Dilarang plagiat, apalagi report ⚠. Belajar menghargai sesama penulis. Menulis cerita itu tak semudah membalikka...