Tidak Meninggalkan Jejak?
Jakarta, 18 Maret 2022
Eddy sedari tadi hanya bisa duduk dengan gusar tak lupa dengan sorot matanya yang mengedar ke luar jendala dashboard mobilnya itu. Perasaannya kali ini benar-benar kacau, ia tidak menyangka mengenai laporan asistennya perihal anaknya yang sudah tak menempati Rumah Tua. Kini, Eddy dengan setelan kaos putih oblongnya yang sama sekali tak menampilkan identitasnya sebagai seorang pengacara pun hanya bisa menghela napasnya berkali-kali seolah sedang menyesali segala perbuatan masa lalunya tersebut. "Apa dugaanku benar? Kau tidak di sini karena bersama pemuda itu, Nak?" Sembari membuka pintu mobilnya ia pun tak khayal mengambil payungnya karena ternyata di luar hujan deras.
Nihil, setelah dia berusaha mengetuk puntu rumah itu ternyata memang dikunci dari luar yang artinya Genda benar-benar tak ada di sana. Semua lampu yang biasanya menerangi tiap sudut rumah itu pun mati kecuali di samping jembatan yang biasa Genda lalui itu.
"Bagaimana, Pak? Apakah putri Anda benar-benar ...." Sopirnya itu tak melanjutkan perkataannya karena melihat bosnya menampilkan raut wajah yang sangat sedih.
"Kita pulang saja," katanya dengan sangat putus asa.
10 tahun yang lalu, 18 Maret 2012
"Mengapa ibu lama sekali mengambil pisau di dapurnya, Yah? Ah, lagian kenapa kue ini tidak ada pisau plastiknya itu, sih!"
"Tidak tahu, Nak." Perasaan Eddy lantas seperti tak enak karena menunggu istrinya di dapur itu tapi tak segera kembali ke lantai atas.
Malam itu, tepat pukul 19.30, Genda akhirnya bisa merasakan apa itu sensasi ulang tahun dengan dirayakan orang tuanya yang ia nanti-nantikan sejak sekian lama itu. Moment yang memang langka karena atas kesibukan keduanya. Ayahnya yang menjadi seorang pengacara, dan ibunya yang menjadi seorang dokter di salah satu rumah sakit di Jakarta membuatnya sulit untuk sekadar melakukan quality time bersama.
"Ayah, perasaanku tidak enak. Mengapa ibu lama sekali? Aku mau ke bawah saja sendiri."
Tanpa banyak cakap lagi, Genda lantas berlari kecil ke lantai bawah dan menuju ke dapur menengok ke sana kemari mencari keberadaan ibunya tapi tak ada siapa pun. "Ibu, kau di mana?" Ia pun kemudian mencoba mendekati perlahan counter table yang ada di sana dan mandapatkan eksistensi ibunya yang tergeletak bersimbah darah dengan tubuhnya yang tengkurap dan pisau yang menancap tepat di bagian pinggang kirinya itu.
"Ibuuu!" Genda sontak saja berteriak keras kemudian dengan cepat membalikkan tubuh kaku ibunya yang tergeletak di samping kulkas itu. Noda darah pun berceceran begitu banyak di lantai berwarna coklat almond di dapur tersebut.
"Hiks, bagaimana ini? Kita ke rumah sakit sekarang, Yah!" Genda sudah sesenggukan, sementara Eddy yang dari tadi mengikuti Genda dari arah belakang tak menyangka melihat pemandangan di depannya. Dengan nafasnya yang tercekat, tangannya yang bergetar, dan air matanya yang akan jatuh pun memberanikan diri mengecek apakah denyut nadi Emily, istrinya itu masih ada atau tidak.
"Ibumu sudah tak ada, Nak. Ibumu sudah meninggal. Darah itu ...."
"Apa! Hiksss ini tak mungkinnn, ibuuu!!!"
Eddy sekarang seperti tak bergeming melihat pemandangan di depannya. Ia merasakan dunianya hancur saat itu juga. Malam itu bukan kegembiraan yang ia dapatkan setelah sekian lama tidak berkumpul bersama keluarganya itu, bukan juga sebuah perasan lega karena harusnya memanfaatkan kesempatan untuk meminta maaf pada istrinya yang berulang kali mengingatkannya tapi tak pernah ia dengar sama sekali. Ia sungguh menyesal, menyesal tak bisa menjaga anak dan istrinya dari musuhnya selama ini. Ia tak menyangka juga saja jika kebaikannya selama ini malah dianggap sebagai ancaman bahkan sampai membuat keluarganya sendiri hancur.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fall on Deaf Ears (COMPLETED)
FanfictionHujan bukanlah bencana, melainkan secuplik kisah pahit yang sekian lama tidak dilihat ataupun didengarkan. ◉ Revisi setelah selesai. ✓ ◉ Dilarang plagiat, apalagi report ⚠. Belajar menghargai sesama penulis. Menulis cerita itu tak semudah membalikka...