23. I Saw You •

106 10 0
                                    

Aku Melihatmu Dahulu

"Pak Eddy ... saya sudah tahu siapa pemilik perpustakaan yang biasa putri Anda kunjungi itu."

"Ilham maksudmu? Aku masih ingat siapa dia. Aku berhutang budi padanya. Aku juga sudah pernah menghinanya kala itu. Bagaimana, ya? Aku merasa bersalah dua kali lipat."

"Benar, dan beliau sudah meninggal beberapa bulan silam," lanjutnya.

"Ya, Tuhan."

___

"Kita harus menemukan anak asli di Eddy itu. Kita sudah dibohongi! Aku tak habis pikir saja mengapa ia tak membantuku kala itu," ucap Irza sambil menyeruput kopi yang ada di meja sisi kamarnya itu.

"Bagaimana kita menemukannya? Ah, kau ingat, bukan? Saat pertunangan John? Lagi-lagi, Revan si anak sialan itu. Cih, melihat wajahnya pun sudah membuatku ingin mencabik-cabiknya," timpal Silfi sengit.

"Kau? Jangan bodoh istriku, Revan tak akan melaporkan kejadian ini ke kepolisian asalkan kita bisa mendapatkan Genda."

"Cih, otakmu itu dangkal atau bagaimana? Kenapa kau harus membakar restorannya? Kau ini! di mana si suruhanmu itu? anak buahmu yang suka memakai slayer kuning itu? Seharusnya dia saja yang melakukannya biar kita aman."

"Kan sudah kubilang! Ia tak mau lagi bekerja sama dengan kita lagi. Sial!" umpatnya kesal.

"Lihat, Revan sampai sekarang masih diam. Aku tak tahu jalan pikiran anak itu. Ah, aku sungguh membencinya. Seharusnya ia mati saja saat masih di perut mendiang Anggita itu."

___

John yang baru saja pulang dari toko dan mendengar sayup-sayup kedua orang tuanya itu pun hanya bisa menghela napas pelan sambil bersabar.

"Maaf, yah/bu, aku harus jujur. Aku hanya ingin berubah. Maaf, jika untuk kedepannya aku tak seperti yang kalian bayangkan."

Jakarta, 26 Desember 2023

"Apa kau tak bosan seperti ini terus?" Itu Rio yang muncul secara tiba-tiba ke perpustakaan Genda. Gadis itu yang mana menyadari keberadaan Rio pun lantas melongo tanda tidak percaya. Keduanya pun menjadi canggung, tapi di sini Rio seperti akan menjelaskan segalanya.

 "Maaf, untuk ucapanku minggu lalu. Aku seharusnya tak mengatakan hal itu padamu."

"Aku tidak keberatan, tak apa. Lagian ini niatku dari awal kalau aku harus menyamar supaya bisa kerja di sini. Perkara Revan membantuku atau tidak itu di luar kendaliku," jawab gadis itu sambil menghadap lurus ke depan menatap jendela sisi tempat ia duduk itu.

"Biar kutanya ..." Rio pun menghela napas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya,

"Kau menyukainya, bukan?" tanya Rio.

"Aku tidak tahu." 

"Kau lupa denganku, Gen?"

"Lupa apa?"

Kenangan kita.

"Mau cokelat? Aku bawa ini?" tawar Rio yang mana menyodorkan sebatang cokelat ke Genda mencoba mengalihkan topik pembicaraan.

"Mana?" 

"Karena sudah menerima itu, artinya kau harus memaafkanku!" paksa Rio kemudian menyilangkan kedua lengannya di dadanya.

"Astaga! Kalau ingat perkataanmu yang kemarin apakah semua pria seperti itu?" 

"Berimajinasi tentang tubuh wanita maksudmu?" 

Fall on Deaf Ears (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang