Bahaya
Drtt drtt drtt...
"Sebentar, Fris." Revan lantas menjeda percakapannya karena HP-nya bergetar, menandakan ada yang menelponnya.
"Maaf, Bos sebelumnya, apakah saya dan teman- teman bisa bekerja lagi?" ujar salah satu karyawannya yang menelponnya itu. Revan pun lantas menghela napasnya berat, mencoba memberi pengertian pada karyawannya supaya tidak salah paham mengenai mengapa ia menutup Vanrevco saat ini.
"Saya akan bertanggung jawab," balas Revan mengakhiri sambungan telepon itu.
Tuttt tutt.
"Hufth, kau harus cepat menyelesaikan ini, Bang! kalau tidak, bisa rusak reputasi Vanrevco. Kalau aku sih gakpapa, liat tuh masih punya gaji tambahan dari penjualan tanaman-tanaman," ucapnya seraya melirik sekilas tanaman hias yang dipajang di depan rumahnya.
"Kau benar. Karyawan lain tentunya butuh uang juga untuk saat ini."
"Argh! Sialan."
"Awas saja kau banyak cakap mengenai Genda. Kau harus merahasiakannya. Demi aku ...."
"His! Iya. Sana, enyahlah dari sini. Kau menggangguku saja!" ketus Friska sambil menutup pintu rumahnya kasar.
Brakk!
___
Ting! tong!
"Oh, Kak Rev. Kukira siapa." Ria pun menyilangkan lengannya menatap kakaknya yang tampan itu.
"Kenapa, Dek?" tanya Revan seraya mengusap pucuk kepala adiknya.
"Hm, aku kesal soalnya tadi para ibu-ibu komplek yang gosip kalau Kakak itu bangkrut. Kau tahu, Kak?" gerutu gadis itu mengingat hal menyebalkan yang dialaminya tadi.
"Tak apa, biarkan para anjing menggonggong. Kakak mau ke perpus dulu, Dek. Mau ikut gak?" ajak Revan pada Ria mencoba mengalihkan perhatian.
"Yeyyyy! Bertemu kak Genda. Hayuk, siapa sih yang gak mau!!" heboh Ria. Beralih mengambil tas kecilnya kemudian lari ke halaman rumah dan langsung masuk ke mobil kakaknya itu.
"Dek, kapan-kapan kakak mau ganti cat rumah, ah. Ck, terlalu cerah, kurang estetik," ujar Revan menyadari warna cat rumahnya yang out of the box itu (tosca).
"Ya, juga sih."
Di dalam mobil pun mereka ngobrol kembali.
"Kak, apa kau menyukainya?" gumam Ria sambil menatap lurus jalanan dari kaca dashboard mobil itu.
"Maksudmu?!" bingung Revan karena Ria berujar aneh.
Pasti soal Genda.
"Berharap saja sih, kau segera menikah dengannya, Kak." Ria menaikkan alisnya beberapa kali mencoba menggoda kakaknya itu.
"Hiss, kau ini menyebalkan! Dikira, menikah itu gampang apa?" dengus Revan mencoba sambil fokus menyetir.
"Pffttt," ejek Ria sambil menjulurkan lidahnya.
"Sudah, lupakan," kesal Revan. Ria pun masih dalam mode menggoda kakaknya beberapa kali di dalam mobil itu.
Cukup aneh memang, padahal kau ini tampan tapi single, dari lahir lagi. Lagian, kalau dipikir-pikir, banyak wanita yang ingin bersamamu loh, Kak. Sungguh, kulihat-lihat kau ini memang terlalu datar untuk sekadar bergaul dengan mereka. Rugi sekali. Tapi tak apa sih, artinya kau hanya ingin dengan yang pasti-pasti saja, bukan nempel ke sana-kemari seperti pria tak tahu diri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fall on Deaf Ears (COMPLETED)
FanfictionHujan bukanlah bencana, melainkan secuplik kisah pahit yang sekian lama tidak dilihat ataupun didengarkan. ◉ Revisi setelah selesai. ✓ ◉ Dilarang plagiat, apalagi report ⚠. Belajar menghargai sesama penulis. Menulis cerita itu tak semudah membalikka...