Bab 3 - Pencurian

11.9K 1.1K 7
                                    

Sepasang mata cantik mulai terbuka menampilkan manik abu-abu indah miliknya. Bola mata itu digerakkan melihat ke sekeliling ruangan yang ternyata sepi. Tidak ada seorang pun selain dirinya saat ini. Entah kemana perginya laki-laki menyeramkan itu di pagi-pagi seperti ini. Dia tidak peduli.

Semalam, saat laki-laki itu telah mengunci pintu rumah pohon ini dan terus menggenggamnya, Amora benar-benar tidak bisa pergi. Dia langsung berbaring di atas tempat tidur dan menghadap tembok, mengabaikan laki-laki itu yang sepertinya sedang mengobrak-abrik isi lemari. Tak lama setelah itu Amora tidak mengingat apa-apa lagi. Dia tertidur dan baru saja terbangun saat suasana sudah berubah menjadi terang kembali.

Jika dipikir-pikir, wajah laki-laki itu seperti tidak asing bagi Amora, apalagi matanya yang berwarna biru itu. Seketika Amora teringat seseorang. Seorang anak laki-laki yang dulu pernah ditemuinya tepat di bawah pohon ini memiliki warna mata yang sama dengannya.

Mungkin itu hanya kebetulan sama saja. Tidak mungkin jika teman kecilnya itu merupakan laki-laki ini. Lagi pula dari sifat saja sudah jauh berbeda. Laki-laki ini sangat menyeramkan, dan juga menyebalkan. Tidak-tidak! Mereka orang yang berbeda! Batinnya.

"Tangkap!"

"Aaw..." ringis Amora sambil mengusap-usap kepalanya yang baru saja tertimpuk sebuah apel. Siapa lagi pelakunya jika bukan laki-laki itu. Bukannya merasa bersalah dan meminta maaf, dia malah berdecak dan duduk di sofa.

"Sudah kuperingatkan untuk menangkapnya."

"Kau melempar apelnya bersamaan dengan mengucapkan itu, jelas saja aku belum siap untuk menangkapnya," gerutu Amora sambil mengambil apel hijau yang jatuh ke pangkuannya, lalu memakannya.

Masih pagi-pagi seperti itu, dia sudah membuat Amora kesal saja. Rasanya Amora ingin cepat-cepat pulang agar bisa terbebas dari laki-laki ini. Sepertinya Amora hanya tinggal menunggu si laki-laki berambut pirang datang sebelum akhirnya dia pergi dan tidak akan berurusan lagi dengan laki-laki yang selalu membuatnya ketakutan dan juga merasa kesal dalam waktu yang bersamaan.

"Mengganggu acara sarapan?"

Suara itu, Amora langsung menoleh ke arah pintu dan melihat si laki-laki berambut pirang tengah berdiri di ambang pintu. Akhirnya yang dia tunggu-tunggu datang juga. Amora segera melahapkan apel yang sudah berukuran kecil itu ke dalam mulutnya, lalu bangkit dan berjalan ke arah pintu.

"Akhirnya kau datang juga, kalau begitu aku akan pergi sekarang."

"Tunggu, kau akan pergi kemana?" tanya laki-laki yang masih berdiri di ambang pintu dan menghalangi jalan untuk Amora keluar.

"Tentu saja aku akan pulang, dan pastinya aku akan langsung dimarahi karena tidak pulang semalaman. Huh, ini semua gara-garanya. Sekarang, bisakah kau memberiku jalan?"

Mendengar sindiran dari Amora tadi, laki-laki berambut hitam yang masih sibuk memakan apelnya itu hanya diam saja dan memandangi Amora dari belakang. Sedangkan si laki-laki berambut pirang, dia langsung berpindah tempat dan duduk di atas tempat tidur, karena tidak mungkin jika dia harus duduk di lantai.

"Kalau begitu, aku permisi tuan-tuan," ucap Amora sebelum keluar dari rumah pohonnya.

"Ah ya, aku teringat dengan rencanaku semalam. Aku pasti akan langsung memberitahukan keberadaanmu tuan menyebalkan, jika memang di tengah jalan nanti aku bertemu para musuhmu itu," teriak Amora saat dirinya sudah berhasil menginjak tanah, turun dari pohon besar.

"Sialan." Si laki-laki berambut hitam langsung berlari ke luar, tetapi saat dia melihat ke bawah, Amora sudah menghilang. Benar-benar gadis bodoh yang menyebalkan. Seharusnya saat gadis itu tidur semalam, dia ikat saja gadis itu agar tidak bisa pergi.

BLACK MAGIC [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang