Suara peraduan pedang terdengar di mana-mana, teriakan para prajurit dari kedua belah pihak menambah keramaian di tempat itu, ratusan bahkan ribuan anak panah dilesatkan tepat pada jantung musuh, dan darah telah mengotori padang tandus itu.
Dari atas kudanya, Azler melihat jika ayahnya sedikit kewalahan melawan seorang ksatria yang kuat. Selain itu dia juga melihat jika Kaisar Raymond akan menyerang ayahnya dari belakang menggunakan pedang.
"Dasar pengecut!"
Azler turun dari kudanya dan berlari menghampiri ayahnya. Tepat sebelum Kaisar Raymond yang berada di belakang ayahnya itu akan menusukkan pedangnya, Azler segera menendang keras perut kaisar itu hingga tersungkur ke tanah.
Selagi Kaisar Raymond terjatuh, Azler membantu melawan ksatria yang bertarung dengan ayahnya dan dengan mudahnya dia mengalahkan ksatria itu. Lalu mereka pun berbalik dan melihat Kaisar Raymond sudah kembali berdiri.
"Jadi ini caramu untuk mengalahkan ayahku? Dengan memerintahkan seseorang untuk mengalihkan perhatiannya dan kau akan menyerangnya dari belakang, huh?"
"Pangeran Azler, aku tahu jika pasukan kalian tinggal tersisa sedikit dan aku hanya tinggal mengakhiri perang ini dengan satu langkah itu."
"Dan dengan kemenanganmu tentunya kau akan merasa senang."
"Ya, Pangeran, dia hanya ingin membalaskan dendamnya karena tidak bisa menerima kekalahan pamannya." Kaisar Darwine memperjelas tujuan Kaisar Raymond mengadakan peperangan ini.
"Oh bukan hanya itu saja. Aku telah kehilangan putriku saat dia baru saja lahir dan itu karena salah satu rakyatmu yang menculiknya."
Azler menangkis serangan Kaisar Raymond lalu mereka bertiga terdiam sejenak.
"Kenapa kau begitu yakin jika rakyatku yang menculiknya?"
"Karena aku menemukan kalung putriku yang terlepas di daerah perbatasan Ziurich, dan aku yakin jika dia memang berada di Kekaisaranmu."
Flashback off
Azler yang tengah duduk di kursi kerjanya memijat-mijat kecil pelipisnya sambil memejamkan mata. Memikirkan kembali pembicaraan dengan Kaisar Raymond saat berperang membuat kepalanya bertambah pusing.
Tubuhnya sangat lelah dan masih ada luka-luka kecil yang belum diobati. Di saat pertemuan tadi siang selesai, sebenarnya Johanna sudah meminta izin untuk mengobati lukanya, namun dia tidak mau dan ingin memiliki waktu sendiri lebih dulu untuk beristirahat sambil menenangkan pikiran.
Ketukan pada pintu ruangan yang baru saja terdengar membuat Azler mendengus kesal. Tidak bisakah teman-temannya itu membiarkannya sendiri untuk beberapa waktu ini? Azler merasa heran karena mereka senang sekali berkumpul di ruangannya dan mengganggunya.
Saat pintu terbuka ternyata Azler hanya melihat Eldean dan prajurit pilihannya saja. Sepertinya ada kabar baru lagi yang akan diberitahukan oleh prajurit itu. Untuk mencegah Eldean mengetahui kabar dari prajurit itu, Azler pun mengangkat tangannya untuk menghentikan Eldean yang akan melangkah masuk.
"Tunggu di situ, El. Dan kau, masuklah!"
Si prajurit itu mengangguk kecil dan melangkah masuk, sedangkan Eldean mendengus kesal sambil melipatkan tangannya di depan dada. Dia pun bersandar pada pintu untuk menunggu gilirannya dipersilahkan masuk.
Si prajurit itu membungkuk hormat sebelum memberikan sesuatu yang dibawanya pada Azler. Dia membawa sebuah kain berwarna abu-abu dan memiliki lambang kristal es berwarna putih.
"Yang mulia, kain ini di dapat dari dalam kamarnya."
"Lalu kondisinya?"
"Dia baik, hanya saja masih di kurung di dalam kamarnya sendiri."
"Pergilah."
Azler menghela napasnya dan memasukkan kain berwarna abu-abu itu ke dalam laci mejanya. Setelah si prajurit keluar barulah Eldean masuk dan duduk di sofa yang ada di sana.
Hal mengenai Putri Grayson yang diculik oleh salah satu rakyat Ziurich hanya diketahui olehnya dan kaisar saja, dan sepertinya Azler akan memberitahukan hal itu pada Eldean sekaligus membicarakan tentang apa yang harus mereka lakukan.
"Kaisar Raymond mengira jika salah satu rakyat Ziurich menculik putrinya."
"Menculik? Kaisar Raymond memiliki putri yang diculik? Bagimana bisa? Apakah keamaan di sana kurang ketat sehingga putri mereka dapat diculik?"
"Aku tidak tahu."
"Jadi, apakah ini salah satu alasan Kaisar Raymond menantang kita berperang?"
"Ya."
"Jika seperti ini bukankah kita harus dapat menemukannya agar Kaisar Raymond mau menghentikan peperangan ini?"
"Aku sudah memikirkan itu, namun kemana kita mencarinya?"
"A-"
"Maaf, Yang Mulia, ada kabar buruk yang ingin saya sampaikan," ucap seorang prajurit yang tiba-tiba datang dan mendahului Eldean yang akan berbicara.
Kabar buruk, tiba-tiba saja perasaan Azler berubah tidak enak. Apakah keadaan ibunya semakin memburuk? Atau ada masalah lain?
"Sebelumnya maafkan hamba, Yang Mulia." Suara prajurit itu terdengar bergetar dan dia ketakutan akan reaksi Azler nanti.
"Cepat katakan."
"Yang mulia putri di temukan mengapung di atas kolam berisi air darah dan sudah ... Tidak beryawa."
"APA?!" Azler menggebrak meja dan segera bangkit lalu menghampiri si prajurit. Dia menatap tajam prajurit yang sedang ketakutan itu.
"Pangeran," panggil Eldean untuk menyadarkan Azler dari amarahnya.
"Anneliese..." Setetes air mata keluar sebelum akhirnya Azler segera pergi untuk melihat keadaan adik kesayangannya itu.
*To Be Continue*
KAMU SEDANG MEMBACA
BLACK MAGIC [END]
Fantasy[High Fantasy-Bukan Transmigrasi] Amora, putri dari seorang Marquess yang merasa jika hidupnya selalu di beda-bedakan dengan sang adik. Apakah ini semua karena Amora memiliki sebuah penyakit langka? Entahlah. Namun ternyata di balik penyakit yang se...