Johanna Veelaz, dia adalah putri seorang Earl yang sudah di angkat menjadi kepala medis oleh kaisar sejak usianya 18 tahun. Keahliannya dalam pengobatan memang sudah tidak diragukan lagi. Sejak kecil dia memang sudah sangat tertarik dengan dunia pengobatan, dan dia selalu belajar sungguh-sungguh.
Salah satu pembuktian kecilnya, dia pernah bertindak cepat saat Anneliese tiba-tiba saja merasa sesak napas. Saat itu Johanna tengah di undang ke acara perjamuan teh Anne dan di sana ada kaisar serta permaisuri. Itulah yang membuat kaisar mengangkatnya menjadi kepala medis pada dua tahun setelahnya. Dia menggantikan kepala medis sebelumnya yang sudah terlalu renta. Kepala medis yang sebelumnya itu adalah seorang wanita yang sudah sangat tua dan sudah bekerja di istana dari masa pemerintahan Kaisar William.
Kini gadis cantik bersurai hitam itu tengah melakukan rutinitas paginya. Setelah kedatangan Amora di istana dia di tugaskan untuk merawat gadis itu dan setiap pagi dia akan pergi ke kamar Amora untuk memberikan secangkir teh ramuannya yang juga terdapat obat untuk menyembuhkan luka dari dalam.
Pintu terbuka dan baru saja Johanna melangkahkan kakinya masuk dia langsung terkejut melihat keberadaan Azler di sana. Laki-laki itu tengah tertidur dengan posisi duduk pada sofa dan kepalanya jatuh ke lengan sofa.
Entah kenapa melihat itu perasaannya menjadi aneh. Dia merasa marah, kesal dan bingung secara bersamaan. Johanna memang memiliki perasaan pada Azler. Sejak kecil dia sering melihat laki-laki itu, hingga suatu saat dia selalu merasa senang jika bertemu dengan Azler.
Saat Azler pergi untuk pendidikannya, Johanna kehilangan semangatnya. Dia selalu merindukan Azler dan berharap bisa segera bertemu kembali dengan laki-laki itu. Setelah kembali dari pendidikannya, ternyata Azler membawa seorang gadis yang katanya telah menyelamatkan Azler dari serangan musuh.
Johanna segera kembali melangkah dan menyimpan cangkir teh itu di atas nakas dekat tempat tidur. Dia langsung berbalik untuk pergi dari sana secepatnya.
"Hanna?"
Suara serak dan berat seseorang menghentikan langkahnya. Johanna masih terdiam dan tak membalikkan tubuhnya, sedangkan Azler mulai memfokuskan pandangannya yang buram dan mengacak-acak rambutnya.
"Periksa keadaannya sebelum kau pergi."
Kini Johanna berbalik menatap Azler, ada ekspresi bingung pada wajahnya namun dia segera mengalihkan pandangan pada Amora yang masih tertidur.
"Amora? Apa lukanya terasa sakit lagi?"
"Semalam dia kesakitan."
Johanna menganggukkan kepala lalu menghampiri tempat tidur Amora. Dia mulai memeriksa nadi gadis itu lalu mengecek luka pada perutnya dan mendengar detak jantungnya yang ternyata normal. Johanna tidak menemukan keanehan apapun dan lukanya semakin membaik.
"Tapi Azler, dia baik-baik saja. Lukanya pun semakin membaik."
"Baiklah."
Johanna terdiam sejenak, "Ah iya aku akan kembali pergi." Dia kembali menoleh pada Azler yang kini sudah berdiri di dekatnya dan tersenyum tipis.
Di ambang pintu, Johanna menghentikan langkahnya lagi untuk menoleh ke belakang dan kini dia melihat jika Azler sedang duduk di tempat tidur itu menatap Amora lekat dan menggenggam tangannya.
Johanna mendengus sebelum akhirnya kembali melanjutkan langkahnya. Dadanya jadi terasa sesak dan dia ingin sekali marah, tapi siapa dia? Sayang sekali dia hanya bisa menertawakan dirinya sendiri.
"Jadi ini kekalahanku?" gumamnya pelan.
***
Berdiam diri di dalam kamar sedari tadi pagi membuat Amora merasa kesal dan bosan. Entah kenapa hari ini Anne tidak datang menemuinya, dan tentu saja karena hal itu Amora bingung akan melakukan apa di kamarnya sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLACK MAGIC [END]
Fantasy[High Fantasy-Bukan Transmigrasi] Amora, putri dari seorang Marquess yang merasa jika hidupnya selalu di beda-bedakan dengan sang adik. Apakah ini semua karena Amora memiliki sebuah penyakit langka? Entahlah. Namun ternyata di balik penyakit yang se...