Bab 13 - Steve Aleister

6.6K 694 2
                                    

Setelah semua makanan yang sebelumnya di sajikan untuk mereka habis, barulah mereka memulai perbincangan mengenai perjodohan antara Amora dengan Steve.

Amora masih merasa tidak percaya jika dirinya tiba-tiba saja di jodohkan seperti ini. Amora bahkan belum mengenal Steve, hanya sebatas tahu namanya saja, itupun baru beberapa saat yang lalu. Apakah Steve orang yang cocok untuk Amora? Apakah dia laki-laki yang baik? Apakah Amora akan merasa nyaman dengan Steve? Entahlah, lagi pula Amora merasa belum siap untuk kedepannya nanti. Jika bisa mungkin dia akan langsung menolak perjodohan ini sedari tadi, tetapi Amora tahu itu tidak mungkin karena kedua orang tuanya pasti akan tetap memaksanya.

"Steve, bagaimana jika kau membawa Amora berjalan-jalan ke taman belakang? Sepertinya dia merasa bosan dengan perbincangan ini," ucap Duchess Aleister.

Amora yang tadinya menunduk, kini mengangkat kepalanya dan menoleh pada Duchess lalu berganti menatap Steve yang mulai bangkit dari duduknya. Laki-laki itu menghampiri Amora dan mengulurkan tangannya. Amora yang ragu-ragu, menoleh pada ayah dan ibunya secara bergantian sebelum akhirnya menerima uluran tangan Steve. Mereka pun pergi ke sebuah taman kecil yang ada di halaman belakang mansion ini, meninggalkan para orang tua yang masih sibuk membahas rencana perjodohan mereka.

Suasana terasa sangat canggung saat dalam perjalanan hingga akhirnya mereka sampai di taman itu. Terdapat sebuah kolam kecil dengan air mancur yang berada tepat di tengah-tengah taman. Lalu tersedia empat kursi panjang di setiap sisi taman, serta beberapa buah lampu tiang untuk menerangi taman ini.

"Apa kau menikmati makan malammu tadi?" tanya Steve pada Amora. Kini mereka sudah duduk bersampingan di salah satu kursi panjang yang ada di sana.

Menurut Amora makanan yang dia dapat saat berada di istana jauh lebih lezat dibandingkan dengan makanan manapun.

"Ya, makanan itu membuatku kenyang," jawab Amora apa adanya.

Amora yang sedari tadi siang belum makan tentu saja tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk makan banyak saat tadi. Dia merasa kini perutnya benar-benar penuh. Untung saja tadi orang-orang hanya terfokus pada makanan mereka masing-masing. Tidak ada yang memperhatikannya dan membuat dirinya malu karena terus-terusan menambah makanannya.

"Itu sangat terlihat jelas, karena kau terus menambahkan makanan ke atas piringmu, Nona Amora."

Jawaban Steve seketika langsung membuat mata Amora membulat dan wajahnya memerah karena malu. Ternyata laki-laki itu memperhatikannya tapi Amora tidak menyadarinya sama sekali.

"Lupakan saja itu. Oh iya, panggil saja aku dengan namaku, aku tidak suka bicara secara formal seperti itu," ucap Amora.

"Kalau begitu, panggil aku juga dengan namaku, bagaimana?"

"Baiklah ... Steve?"

"Ya begitu."

Suasana kembali hening. Kini Amora sedang menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya dan menerbangkan beberapa helai rambutnya. Sedangkan Steve tengah memperhatikan gadis itu dari samping. Jujur saja dari pertemuan pertama mereka saat itu, Steve sudah terpesona pada kecantikan Amora. Apalagi saat menatap iris abunya yang unik.

Sebelum acara makan malam ini dilaksanakan, Steve sudah diberitahu jika dia akan dijodohkan dengan putri dari Marquess Cambrean. Yang Steve ketahui, Marquess Cambrean hanya memiliki seorang putri bernama Moritha. Lalu rencananya, tadi dia akan menolak perjodohan. Namun ternyata dugaannya salah dan Amora yang datang, dia pun tidak jadi menolak perjodohan ini.

"Apa aku boleh menanyakan sesuatu?" tanya Steve yang kembali memulai percakapan di antara mereka.

"Tanyakan saja."

"Kenapa aku baru mengetahui jika Marquess Cambrean ternyata memiliki dua putri?"

Ternyata tentang hal ini lagi. Benar kata Azler, semua orang hanya mengetahui Moritha saja sebagai putri tunggal di keluarga Marquess. Tunggu, Azler? Kenapa tiba-tiba Amora terpikirkan laki-laki itu?

"Amora?"

"Ah iya? Untuk jawaban dari pertanyaanmu itu mungkin karena aku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dan tidak pernah diperkenalkan pada siapapun," jawab Amora seadanya dan Steve hanya mengangguk-anggukan kepala.

Hening sesaat sebelum Amora kembali berucap, "Oh ya, melihat kemampuan bela dirimu saat melawan pencuri itu sangat mengagumkan. Aku tertarik untuk mempelajari bela diri seperti itu," lanjut Amora yang mengalihkan pembicaraan mereka.

"Benarkah? Lalu apakah aku bisa menjadi guru untuk mengajarimu bela diri?"

"Tentu saja. Aku akan sangat senang kau mau menjadi guru untuk mengajariku bela diri." Bola mata Amora kini sangat berbinar menatap Steve, dan Steve balas menatapnya dengan tersenyum.

"Em ... Bagaimana jika kita kembali menemui yang lain? Ini sudah hampir larut malam dan tidak baik berada di luar dengan angin malam yang cukup kencang. Apalagi kau memakai gaun yang seperti itu."

"Ah iya, ayolah."

Akhirnya mereka memutuskan untuk kembali masuk ke dalam mansion. Lalu saat baru saja akan berbelok ke lorong yang akan menuju ruang makan, seorang pelayan datang menghampiri mereka dan membungkuk hormat sebelum menyampaikan sesuatu.

"Maaf, Tuan, tetapi Tuan dan Nyonya Cambrean sudah pulang sejak tadi. Lalu Tuan Duke memeritahkan saya untuk memberitahu jika anda yang akan mengantarkan Nona Amora pulang jika anda tidak keberatan," ucap pelayan itu.

"Tentu saja, aku tidak keberatan. Kalau begitu siapkan kereta kuda untuk kami," ucap Steve yang membuat pelayan itu pergi untuk menyiapkan kereta kuda.

"Tapi Steve, aku bisa pulang sendiri," ucap Amora.

"Apa kau mengetahui jalan menuju rumahmu? Ku yakin kau tidak mengetahuinya karena kau bilang jika selama ini kau hanya menghabiskan waktu di rumah saja. Lagi pula, tidak baik seorang gadis berpergian di malam hari sendirian. Itu sangat berbahaya."

Ah ya, kenapa Amora bisa sangat bodoh sekali dengan menyebutkan akan pulang sendiri. Tentu saja dia sangat buta arah, dia hanya mengetahui jalan dari rumah menuju hutan dan pasar, hanya itu saja. Saat kemarin kembali dari istana, tentunya Azler memberitahukannya lebih dulu jalan yang harus dilewatinya.

"Ayo, kereta kudanya sudah siap," Steve mempersilahkan Amora masuk lebih dahulu lalu dirinya. Selama dalam perjalanan, kesunyian dan rasa canggung menyelimuti mereka. Steve tidak berniat membuka suara, dan Amora fokus memperhatikan jalanan yang mereka lalui.

*To Be Continue*

BLACK MAGIC [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang