Sebenarnya jika boleh jujur sekolah bukan tempat yang Nathan sukai. Terlalu banyak hal yang harus dia ikuti.
Nathan terbiasa hidup dengan aturan sederhana 'apa yang dia mau akan dia dapat'. Tapi saat masuk sekolah peraturan sederhana itu tidak lagi berlaku.
Semua kadang tak sesuai inginnya. Awalnya sulit menerima tapi sekarang dia sudah delapan tahun ditempa di tempat yang disebut 'sekolah' sehingga aturan yang dulunya dia genggam erat sedikit demi sedikit mulai dia lepaskan.
Bukannya apa hanya saja Nathan sadar tak semua hal yang dia inginkan harus dia dapatkan.
Yah paling tidak ada satu hal baik yang dia terima dari sekolah.
Selain itu juga Nathan belajar toleransi. Bukan pada teman-temannya tapi lebih ke arah lingkungan.
Dia mulai belajar berbaur sedikit demi sedikit walaupun lebih banyak takutnya tapi Nathan tetap mau berusaha.
"Aw!"
Sebuah penghapus pengenai keningnya. Terlalu banyak berfikir juga kadang tidak bagus ternyata.
"Tolong perhatikan saya tuan Wirasaksena"
Dia meringis mengusap pelan keningnya. Dia melamun lagi di pelajaran sejarah.
Huh biar Nathan beritahu sesuatu. Sejarah itu membosankan tapi entah kenapa gurunya luar biasa galak, nampak tidak sabaran.
Rasanya Nathan ingin mengatakan kepada Om Cahyo agar mengganti gurunya saja. Eh tapi tidak jadi soalnya hanya guru ini yang benar-benar tidak memandang dirinya siapa.
Untuk informasi saja kadang Nathan sebal saat ada guru yang memperlakukan dirinya berbeda. Selalu tampak segan dan penuh kehati-hatian.
Padahalkan dia juga hanya murid biasa seperti yang lain ???!!
Tapi yasudahlah dia adalah Wirasaksena, bukannya malah aneh jika itu benar-benar terjadi ?? Iya terlalu aneh bahkan untuk dibayangkan.
Memperhatikan guru sejarahnya sekali lagi Nathan berdecak. Kenapa sejarah harus ada di setiap Minggu ya ??!! Kenapa tidak sekali sebulan saja ??
Nathan lebih suka belajar IPA dan matematika dari pada sejarah. Sejarah itu tidak menantang menurutnya. Soalnya kerjaannya hanya menghafal dan mengungkit masa lalu.
Dia mendesah menangkup wajahnya dengan tangannya. Pipinya tertekan oleh tangan membuatnya tampak menggembung dan kenyal.
Dia dengan tidak ada kerjaan malah mencubit pipinya sendiri. Menguyal-uyalnya.
"Pantas Papa sama kakak suka" katanya sambil terus mencubit pipinya sendiri. Pipinya terasa kenyal dan halus. Tanpa sadar selama pelajaran berlangsung Nathan terus melakukan itu.
Hm. Jangan heran dia anak Agung, sama tidak jelasnya.
🌹🌹🌹
Sekolah mereka adalah sekolah swasta yang didirikan yayasan milik keluarga Dinata, dengan kata lain milik keluarga Juna.
Sekolah mereka terdiri dari semua jenjang mulai dari taman kanak-kanak sampai jenjang menengah atas.
Nathan dan Jeffrey masih pada yayasan yang sama, sekolah mereka bahkan hanya terpisah tembok tinggi saja.
Dulu Nathan pernah dengar kalau kantin SMP dan SMA di gabung saat pertama kali pembukaan.
Untung sekarang sudah tidak lagi. Hanya bayangkan saja bagaimana Nathan akan tenang saat kakaknya pasti akan mengatur makanannya.
Jangan makan ini jangan makan itu. Tidak boleh itu tidak boleh ini. Nathan bergidik ngeri membayangkannya.
Nathan hanya bersyukur kini sekolah mereka dipisah baik dalam administrasi maupun fasilitasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nathaniel ✓
FanfictionBagi Nathan keluarganya itu merepotkan tapi sayang sekali dalam hatinya Nathan juga ingin mengakui bahwa dia sangat sangat menyayangi mereka. Spin-off Wirasaksena