Menjadi Nathan itu tidak keren. Hidupnya penuh akan banyak tanya juga keragu-raguan. Ditinggal sendiri tanpa kepastian membuatnya kian terombang.
Bukannya ingin menjadi berlebihan tapi selama hidupnya Nathan selalu mendapat apa yang dia mau. Semustahil apapun.
Mungkin itu juga yang membuatnya kian egois. Merasa bahwa segala hal di dunia ini harus bisa dia miliki. Merasa bahwa sebenarnya orang-orang di sekitarnya dapat dia kendalikan.
Nyatanya dalam beberapa hal sifat egoisnya mungkin saja membuat orang lain terluka.
Tapi Nathan adalah Nathan. Selain lahir dengan sendok emas dia juga dilahirkan dengan tingkat kepekaan paling bawah dari manusia lainnya.
Tidak mampu mengartikan apa maksud dari tatapan seseorang yang dilayangkan untuknya. Nathan terlampau tak peka.
Jadi saat tanyanya mengambang Nathan berusaha melupakan. Melupakan bagaimana Jeff tak bersuara dan hanya mengatakan selamat malam.
Apa pertanyaannya tadi malam salah?? Atau apakah inginnya terlalu mustahil?? Atau apakah dia terlampau egois meminta suatu hal yang membuat kakaknya terdiam??
Nathan tidak tahu. Dia tak berani mencari tahu.
Karena sebenarnya jauh dalam lubuk hatinya Nathan tahu bahwa sikap Jeff kemarin malam adalah pengalihan. Sebuah bentuk sebelum akhirnya penolakan yang akan terucap.
Nathan menghela nafas menatap ke depan pada papan putih yang sudah penuh akan rumus pitagoras.
Berusaha mengalihkan perhatian dengan menyimak guru di depan sana. Berusaha meredam semua suara-suara sumbang dalam kepalanya.
Nathan hanya anak empat belas tahun yang tengah kebingungan.
🌹🌹🌹
Kalau boleh jujur sebenarnya berbagi masalah itu adalah suatu hal yang baik. Bisa melapangkan dada yang terasa sesak hanya karena memikirkannya.
Tapi Jeff terlampau tahu. Berbagi masalah artinya membiarkan orang lain melihat lukanya yang susah payah dia samarkan.
Berbagi masalah artinya membiarkan orang lain masuk dalam masalahnya secara tak langsung.
Berbagi masalah artinya rahasia-rahasia kecil yang seharusnya tak terucap bisa jadi akan terbongkar begitu saja.
Jeff terlampau tahu.
Karenanya alih-alih berbagi masalah Jeff lebih suka memendamnya sendiri. Sehingga kemungkinan-kemungkinan yang sempat terpikirkan tadi tak akan terjadi.
Tapi sejatinya Jeff juga hanya menusia biasa. Otak yang penuh dengan suara berisik yang menyerobot tak ayal membuatnya kelimpungan.
Dia berusaha. Dia berusaha sekuat mungkin agar mulutnya tak melontarkan semua hal yang memenuhi kepalanya.
Dia berusaha, sangat keras. Sampai-sampai tak hanya kepalanya yang terasa penuh, namun dadanya pun kian terasa sempit.
Jeff menarik nafas dan menghembuskannya dengan keras. Ingin berteriak sebenarnya agar semua tahu berapa besar beban yang dia pikul.
Namun sekali lagi. Jeff adalah Jeff, manusia yang hanya bisa diam menyembunyikan dirinya. Berlindung dibalik senyum juga lesung di kedua pipinya.
Jadi saat Erwin bertanya yang dia lakukan adalah tersenyum lebar dan mengatakan, tidak apa-apa dia baik-baik saja.
Tapi Erwin tak lantas percaya akan itu semua sehingga alih-alih mengiyakan Erwin malah menarik tangan Jeff menuju rooftop sekolah.
Membiarkan angin membuat rambut mereka berantakan. Membiarkan gema bel masuk seolah tak terdengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nathaniel ✓
FanfictionBagi Nathan keluarganya itu merepotkan tapi sayang sekali dalam hatinya Nathan juga ingin mengakui bahwa dia sangat sangat menyayangi mereka. Spin-off Wirasaksena