Nathaniel -21-

6.3K 817 21
                                    

Setelah mencoba menjadi orang biasa beberapa bulan yang lalu Nathan kini menerima dan menjalani hidup sebagai orang kaya dengan sepenuh hati. Totalitas tanpa batas untuk menggunakan hartanya.

Punya banyak hal yang tak mungkin orang biasa punya membuatnya merasa istimewa. Tenang kali ini dia merasa bangga kok soalnya kata Papa apa yang dia dapatkan itu memang pantas dia dapatkan.

Tak ada yang berani mengatakan hal-hal buruk yang cenderung menghasut kini pada Nathan. Karena terakhir kali melakukannya Rico tiba-tiba mendapat sebuah rumah baru di luar Jakarta.

Saat sudah diberikan hadiah harus digunakan kan?? Karena itu kini Rico tak lagi ada di Jakarta. Yah siapa suruh berurusan dengan Wirasaksena, dapat hadiah kan jadinya.

Jika dipikir-pikir pantas saja Nathan tidak punya banyak teman. Setiap yang ingin mendekatinya pasti ciut lebih dulu melihat begitu banyak 'persyaratan' hanya untuk menjadi teman Nathan. Bahkan kalau dipikir-pikir lagi Nathan memang tak punya satu pun teman.

Terakhir kali dia Nathan punya teman saat sekolah dasar. Tidak cukup dekat sih karena dia punya tiga ekor yang mengikutinya kemana saja. Tapi bisa dikatakan sebagai teman yang cukup baik, menurutnya.

Nathan awalnya heran kenapa temannya begitu getol mendekatinya. Ternyata usut punya usut dia adalah manusia sejenis lintah. Itu kata Juna.

Saat itu Nathan dijemput Mama, dan ibu temannya tiba-tiba berbicara pada ibunya seperti teman lama. Besoknya Mama melarang Nathan berteman dengan anak itu lagi.

Nathan sih iya iya saja karena menurutnya anak itu berisik sekali. Bahkan lebih berisik dari Juna dan Chandra.

Dan setelah itu Nathan semakin sulit mendapat teman. Nathan mendesah pelan saat sadar dirinya ternyata cukup menyedihkan.

Jika dibandingkan Jeff tentu dia tidak ada apa-apanya. Jeff jauh lebih segalanya dari dia.

Jeff punya banyak teman. Pintar olahraga. Pintar berbicara di depan orang banyak. Tampak berwibawa.

Sedangkan dia adalah kebalikan dari semua itu. Ah sedih sekali rasanya. Apakah dia beban keluarga atau apa??

Huft. Nathan baru empat belas tapi seolah berpikir layaknya seseorang dengan beban begitu banyak.

Kakinya mengayun pelan di balkonnya membiarkan angin malam menerpa wajahnya.

Entah sejak kapan dia mulai overthinking begini. Mungkin sejak melihat teman-teman Jeff datang untuk bermain di rumah atau mungkin juga saat Nathan melihat teman-teman sekelasnya yang tampak berkelompok kemanapun.

Nafasnya terembus pelan memperhatikan pada halaman belakang yang masih ramai akan suara kakak juga teman-temannya. Mereka tampak tertawa keras sambil sesekali mengambil daging atau sosis dari panggangan.

Nathan ingin bergabung rasanya. Tapi jauh di dalam dirinya ada sesuatu yang menahannya untuk tidak melakukan itu.

Rasanya aneh sekali. Seperti seseorang selalu menahannya setiap kali ingin keluar dari lingkaran yang dia ciptakan sendiri.

Don't cross the line.

Nathan tak pernah bisa melewati garis tipis itu sekeras apapun dia mencoba.

Di tengah lamunan tentang betapa menyedihkan dirinya sebuah usapan lembut di kepala membuatnya berkedip dan tersentak pelan.

Dia mendongak dan menemukan Papa tengah tersenyum ke arahnya.

"Mau sosis bakar??"

Nathan tanpa sadar tersenyum tipis dan mengangguk heboh. Membiarkan Agung turut duduk di sampingnya.

Nathaniel ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang