Last Moment

5.1K 598 29
                                    

“Zayn, bisakah kau membantuku untuk memotong daun bawang ini?” pinta Hazel yang sedang sibuk dengan beef yang diolahnya. Zayn yang mendengarnya langsung menghampiri Hazel yang sedang sibuk di dapur. “Bagaimana caranya?”

Hazel pun mengambil talenan—alas untuk memotong suatu bahan masakan—dan mempraktekkan cara memotong daun bawang pada Zayn. “Kau sudah mengerti, kan?”

Zayn pun mengangguk, kemudian mengambil alih pisau yang dipegang Hazel. “Hati – hati, Zayn,” ingat Hazel.

“Kau sebenarnya mau masak apa?” tanya Zayn yang masih memotong daun bawang.

“Beef Wellington.” Hazel lalu mengambil daun bawang yang sudah berhamburan di atas talenan yang dipakai Zayn untuk di masukkan ke dalam mangkuk kecil. Zayn hanya mengangguk mengerti.

Setelah itu, Hazel menyiapkan puff pastry-nya. Hazel harus berhati – hati di bagian ini, agar puff pastrynya tidak robek. Selanjutnya, Hazel memanggang beef wellington-nya. Sambil menunggu masakannya matang, Hazel membersihkan kekacauan yang dibuatnya, tentu saja dengan bantuan Zayn.

Beberapa menit kemudian, oven yang dipakainya sudah berdenting, menandakan bahwa beef wellingtonnya sudah matang. Hazel mengeluarkannya dari oven dengan sarung tangan. Dan inilah waktunya untuk plating. Hazel menatanya dengan sangat rapi dan indah di atas piring. Setelah itu, barulah Hazel menghidangkannya di meja makan.

“Bagaimana rasanya?” tanya Hazel disaat Zayn sudah berhasil mengunyah suapan pertamanya. Zayn menautkan alisnya dan menyuapkan masakan Hazel kepada Hazel.

“Cobalah sendiri.”

Suapan Zayn itu pun masuk ke dalam mulut Hazel. Hazel kemudian mengunyahnya. Sedetik kemudian, Hazel menyipitkan matanya. “Ini enak, kok. Menurutmu bagaimana?”

“Ini tidak enak, tapi sempurna,” ucap Zayn memuji, membuat Hazel meninju pelan lengannya.

“Makanlah, setelah ini kita pergi,” ucap Zayn kemudian kembali menyuapkan makanannya.

“Kita mau ke mana?” tanya Hazel penasaran. “Entahlah. Aku hanya ingin pergi berdua denganmu.”

Hazel hanya ber-o ria, namun di hati kecilnya, ia juga ingin pergi berdua dengan Zayn. Kemudian memikirkan sesuatu hal. Hazel merasa ada yang lain hari ini dengannya. Perasaannya sudah kacau sedari tadi. Hazel hanya ingin tahu, apakah setelah ini dirinya masih bisa dekat dengan Zayn atau tidak, karena Hazel takut di suatu hari nanti Zayn pergi dari kehidupannya. Tapi, Hazel berharap hal itu tidak terjadi.

***

“Kau menyukainya?” tanya Zayn sambil menoleh ke Hazel. Hazel terdiam sesaat, mengagumi pemandangan indah yang ada di depannya. “Kau bercanda? Tentu saja aku menyukainya. Kau tahu, kita bisa melihat sunset dengan sangat, sangat, sangat jelas dari sini. Dan, hawa di bukit ini juga sangat sejuk.”

Zayn tersenyum di saat melihat Hazel yang berbicara tanpa berbalik ke arahnya. “Aku senang kau menyukainya.”

“Dan aku senang kau membawaku ke sini,” timpal Hazel. Zayn kemudian merangkul Hazel dengan tangan kirinya, membuat Hazel meoleh ke arahnya. Wajah mereka, kini sudah sangat dekat. Dengan cepat, Zayn mencium sudut bibir Hazel lalu tersenyum. Dan tidak perlu ditanya lagi, pipi Hazel sudah memanas dan hatinya ingin berteriak kegirangan.

Beberapa menit kemudian, matahari sudah mulai turun. Hazel memperhatikannya dengan saksama—tak ingin ketinggalan satu pun dari apa yang dilihatnya. Zayn juga sama seperti Hazel, memperhatikan matahari yang sudah mulai turun, namun bedanya, pikiran Zayn melayang ke mana – mana.

Apakah aku bisa memiliki gadis di sebelahku ini? Aku hanya takut jika gadis ini tidak mencintaiku. Dan karena kehadiran gadis itu, membuatku sedikit melupakan gadis ini. Sungguh, aku tidak mau kehilangan gadis ini dan aku juga tidak ingin melupakannya. Namanya sudah terukir permanen di hatiku. Tapi, ada sesuatu yang lain dan pikiranku berkata kalau ini adalah moment terakhirku bersamanya. Tidak, aku tidak mau itu terjadi. Ini bukan yang terakhir!!!

Book 1: Beautiful DrummerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang