22. Penengah

6K 959 148
                                    

Aku menghela napas dengan sangat sangat sangat pelan, mencoba bersabar ketika melihat suami dan saudara kembarnya berkelahi bahkan sesekali saling menjambak penuh keributan.

Hari ini, Ibu mertuaku datang berkunjung ditemani oleh Osamu. Mereka membawakan beberapa perlengkapan bayi bahkan membantu kami menata ulang rumah agar tidak terlalu penuh dengan barang.

Ibu mertuaku mengelus punggungku lembut, namun tatapan matanya begitu tajam menatap dua anak kembarnya yang kini tengah saling meneguhkan pendapatnya masing-masing.

"Bodoh! Bola voli tidak perlu disimpan dalam box bayi!"

"Bantal onigiri yang tidak perlu, sialan!"

"Mainan itu harusnya digantung sebelah kanan! Kau buta hah?!"

"Dalam gambar panduannya pun sebelah kiri! Kau yang buta!!"

Aku sudah tidak tahu lagi harus bagaimana, mereka semakin ribut bahkan kini terlihat saling menendang.

Ketika berniat untuk melerai, Ibu mertuaku lebih dulu menghampiri mereka dan langsung menarik kuping keduanya dengan keras.

"A-adduuhh Ma, sa-sakit!" Ucap keduanya bersamaan.

"Kapan selesainya kalau begini?!"

Bukan diam, mereka terlihat saling menyalahkan satu sama lain. Membuat Ibu mertuaku memelototkan matanya, dan akhirnya mereka menunduk dengan patuh.

"Atsumu, sebentar lagi memiliki anak tapi kau masih saja kekanakan! Merepotkan istrimu saja!"

"Maaf, Ma."

"Rasakan kau!---"

"Osamu juga! Bulan depan sudah mau menikah biasakan untuk tidak berkata kasar! Membuat pusing istrimu saja nanti!"

"Maaf, Ma."

Akhirnya mereka mendapat omelan dari Ibu mertuaku cukup panjang, sedangkan aku hanya tertawa pelan ketika melihat wajah mereka berdua yang benar-benar tunduk pada sang Ibu.

Tetapi, apa setelah anak kembarku lahir, aku juga akan seperti Ibu mertuaku yang harus menjadi penengah?

Ya ampun kembar, Mama harap kalian bisa baik-baik, ya!

♡♡♡

SUAMI : Miya Atsumu ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang