Srash!
Suara air wastafel kembali terdengar cukup nyaring.
Lagi, aku memuntahkan makanan yang baru saja kumakan. Ini bahkan sudah terjadi selama tiga hari berturut-turut, selalu mengeluarkan semua asupan yang baru saja masuk ke dalam perut.
Aku mengusap peluh yang mulai membasahi pelipis, napasku memburu ketika mual terasa dan semua makanan berhasil keluar hingga seluruh bagian perutku terasa tertarik.
Tangan dan kakiku bahkan sampai ikut gemetar, tubuhku sangat lemas. Sekuat mungkin aku memegang wastafel agar tidak terjatuh, kepalaku pusing sekali.
"Sayang?"
Suamiku menghampiri dan mengelus punggungku hati-hati, ia menuntun tangan perlahan kemudian membawaku terduduk dan memberikan air hangat.
Wajahnya terlihat khawatir, sorot matanya begitu dalam ketika menatapku.
"Kita ke Dokter ya?" Suamiku berucap sangat lembut.
Aku hanya menggeleng.
"Kalau begitu, aku akan panggil saja Dokternya datang kemari."
Aku menggeleng lagi.
Terdengar helaan napas pelan dari bibirnya, ia menangkup pipiku lalu mengusapnya penuh sayang.
"Wajahmu sangat pucat. Sudah berapa hari pun kau tidak mau makan. Aku khawatir. Jadi, kita ke Rumah Sakit, ya?"
Aku lagi-lagi menggeleng.
"Lalu, aku harus bagaimana? Jika tidak melakukan pemeriksaan, kita tidak akan tahu kau sedang sakit apa, sayang ..."
Kini, aku menatap suamiku dengan ujung nata diikuti kepala sedikit menunduk sambil menautkan jemari malu-malu.
"Aku telat."
"Haa?"
"Ish! Aku telat!" Ucapku dengan sedikit nada lebih tinggi.
Suamiku memiringkan kepala, alisnya bertaut serius.
"Telat ke mana?"
Sungguh, aku ingin menjambak rambutnya!
Padahal semula aku merasa lemas, tetapi tiba-tiba saja sekarang merasa emosi hanya disebabkan masalah sepele.
Aku pun segera berdiri, melangkah cepat yang tetap diikuti suamiku di belakang masih dengan wajah khawatirnya.
Masuk ke kamar dan aku memilih untuk merebahkan diri, menarik selimut hingga menutupi wajah.
"Sayang! Kenapa kau tiba-tiba sensitif begini? Jangan marah. Jelaskan padaku dulu kau telat apa? Telat ke mana? Hey, sayang ... sayaang ... sayaaang ..."
Kesal, aku membuka selimut dan menatapnya nyalang.
Entah kenapa aku merasa emosiku benar-benar naik hanya karena hal kecil begini.
"Aku telat datang bulan! Sudah 3 minggu!"
Aku kembali menarik selimut, mengabaikan suamiku yang kini wajahnya berubah semakin ditekuk.
"Kalau begitu kita segera periksa! Sayang! Sayang ... hey! Ayo, cepat! Cepaaat!"
"Tidak mau!"
Suamiku menarik selimut dan itu sungguh membuatku langsung kembali menatapnya nyalang, sedangkan ia malah terlihat menyeringai sambil menggerakkan kedua alis naik turun.
"Harus periksa!"
"Tidak!"
"Sayang ... periksa, ya?"
"Tidak mau sekarang! Aku lemas, Atsumu-kun!"
Mendengar hal itu suamiku mendekat.
"Kalau begitu, biar 'adikku' yang periksa. Kita lihat, apa benar sudah ada Atsumu kecil di dalam sana. Bagaimana?" Bisiknya.
Tidak menunggu lama aku segera bangkit, melupakan perasaan mual dan lemas di tubuhku. Memilih untuk menurut periksa ke Rumah Sakit sekarang juga.
Melihat itu suamiku terkekeh pelan.
"Ayo, kita berangkat, calon Papa sudah siap!"
Apa benar aku sedang hamil?
♡♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMI : Miya Atsumu ✔
Fanfiction【 SUAMI SERIES #03 】━━ ❝Pria bersurai pirang itu suamiku, Miya Atsumu.❞ © HAIKYUU, HARUICHI FURUDATE © DACHAAAN, 2021