.
.
.
."Kata manager Sejin tadi pagi kau pergi memancing ya?"
Seokjin mengangguk, "Apa lain kali kau ingin ikut?"
"Ah tidak, aku hanya bertanya"
Karin memasukkan mentega dan coklat batang ke dalam wajan yang sudah ia panaskan untuk membuat pasta, "Aku jadi teringat dengan ayahku, ia juga sangat menyukai permancingan"
"Benarkah?" tanya Seokjin sambil mengayak tepung terigu ditangannya.
"Eum" Karin menarik kedua sudut bibirnya, ia tersenyum mengingat bagaimana dulu ia menemani ayahnya memancing saat masih kecil. "Sangking gemarnya, ayah selalu mencuri-curi waktu untuk bisa mancing."
"Memang apa pekerjaan ayahmu?"
"Ayahku seorang dosen kelautan, sesuai dengan hobinya. Ia selalu pergi memancing saat jadwal mengajarnya kosong, perlengkapan permancingan selalu ada didalam mobilnya"
"Wah bukankah itu menyenangkan, aku jadi iri."
"Kurasa tidak, aku tidak menyukainya, sangat membosankan ketika menunggu umpan pancing dimakan oleh ikan" Karin mem-pout bibirnya. Ia ingat dengan jelas bagaimana dulu ayah membelinya makanan ringan yang banyak agar mau menemani ayah memancing, berujung ia bosan karena ayahnya tidak mau pulang.
"Kau harusnya menyukainya, itu hal yang menyenangkan, sungguh. Aku akan pergi memancing untuk menghilangkan penat setelah lelah bekerja, dan itu benar benar melegakan."
"Kurasa aku harus memancing bersama ayahmu kapan-kapan."
"Benarkah?" tanya Karin semangat, itu adalah hal yang bagus. Ayahnya seorang fobia ketinggian dan sangat susah jika ia meminta ayahnya untuk pergi kesini karena tidak ada alternatif lain selain naik pesawat untuk datang kesini. Dengan adanya hal ini, ayahnya pasti akan tertarik.
Seokjin mengangguk, "Tentu saja, didengar dari ceritamu sepertinya ayahmu memang pemancing yang ahli."
Karin tertawa, itu benar. Ayahnya sudah bisa dikatakan sebagai pemancing yang handal. Dilihat dari hasil tangkapan yang benar benar luar biasa.
"Benar apa katamu kak, ayah pernah mendapatkan ikan sebesar ini" Karin mengangkat kedua tangannya, mengukur seberapa besar ikan yang pernah ayahnya tangkap dulu.
"Itu besar sekali, aku bahkan tidak pernah menangkap ikan yang jauh lebih kecil dari itu"
Karin tersenyum bangga, menyenangkan bisa bercerita dengan Seokjin, ia menganggap Seokjin sebagai kakak nya. Karin tidak punya kakak laki laki dikeluarganya.
Karin merasakan kehangatan dari beberapa laki laki yang bisa ia anggap sebagai kakak untuknya. Mereka semua adalah orang yang ramah kecuali satu orang.
"Jika mereka kesini aku akan memberitahumu dan juga meminta ayah untuk ikut mancing bersamamu kak, ayah pasti menyukainya."
Seokjin tersenyum, "Itu hal yang bagus, aku akan menunggunya." ujarnya.
Seokjin mengaduk adonan tepung yang sudah ia beri susu barusan, "Karin, tolong masukkan telur kedalam adonan"
"Dimana telurnya?" tanya Karin karena tidak menemukan telur yang dimaksud oleh Seokjin.
"Didalam kulkas" sahut Seokjin
"Tidak ada kak" ucap Karin lagi saat tiba disamping Seokjin. Tidak ada satupun telur yang dimaksud oleh Seokjin.
"Ah benarkah? berarti sudah habis" ucapnya lagi.
"Biar aku membelinya di minimarket."
"Tidak usah, digudang sepertinya ada"
"Baiklah aku akan mengambilnya." ucap Karin semangat. Selama ini ia belum pernah membuat kue sendiri, ibunya selalu membuatkan untuknya dan ia tidak pernah membantu. Setelah sekian lama berada jauh dari Ibu, ia baru menyadari dan menyesalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny || JJK [END]
FanfictionHidupnya terlalu fokus pada apa yang diinginkan. Mengabaikan semua perkataan orang yang membuatnya jatuh. Karin. Wanita muda yang masuk ke dalam karya tulisnya sendiri. Menganggap semua kejadian itu adalah nyata. Menuduh semua orang membohonginya ka...