.
.
.
."Paman itu siapa? Kenapa dia menangis di makam bunda?" tanya Nara ikut menghentikan langkahnya bersama sang ayah.
Jungkook menoleh pada Nara disampingnya, masih menggenggam gadis kecil itu.
"Teman bunda."
"Teman bunda?!" tanya Nara antusias, ingin bergegas menghampiri pria asing yang masih duduk di samping makam ibunya. Ia ingin menyapa dan bercakap-cakap tentang ibunya. Paman tersebut pasti mengetahui banyak tentang sang ibu.
"Mau kemana?" tanya Jungkook ketus, menarik kembali tubuh Nara mendekat dengannya.
"Ketemu paman itu, kasihan dia menangis sendirian."
"Diam disini, biarkan saja."
"Loh," Nara melayangkan protesnya. "Katanya teman bunda, pasti orang baik dong. Kenapa malah dibiarkan menangis sendirian."
Nara melepas genggaman sang ayah dari tangannya dengan paksa. Mengabaikan Jungkook yang memanggil namanya.
"Halo paman."
Pria yang dimaksud mendongakkan pandangannya ke sumber suara. Menyeka buliran yang jatuh di atas pipinya. Itu Nara. Putri kecil sahabatnya.
Nathan menarik senyum simpul. "Hai, Nara ya?" tanyanya dengan suara serak. Wajahnya sembab dengan mata yang masih membengkak.
Nara mengangguk antusias, "Paman temannya bunda, ya?"
Nathan mengangguk dengan senyum tipisnya.
"Kenapa paman menangis sendirian? Mau Nara temani tidak?"
"Paman tidak menangis."
"Lalu itu namanya apa? Orang dewasa suka sekali berbohong ternyata." celetuknya sambil menggelengkan kepala.
Nathan hanya terkekeh pelan. Menepuk-nepuk pinggiran makam agar Nara bisa duduk disana. "Kau datang sendiri?"
Nara menggeleng pelan. Ikut duduk disamping teman ibunya itu. "Itu ada ayah juga." tunjuk Nara pada Jungkook yang masih berdiri tegak ditempat semula sambil menggenggam buket bunga ditangan kanannya.
"Oh ada ayah, ya? Kalau gitu paman pamit ya, salam untuk ayahmu."
"Loh kenapa tidak mengatakannya langsung? Itu ayah juga tidak jauh dari sini."
Nathan menarik senyum tipisnya lagi. Mana mungkin ia bisa mengatakannya langsung pada yang bersangkutan. Dirinya masih ingat dengan jelas pertengkaran yang terjadi diantara keduanya dulu saat sahabatnya pergi untuk selama-lamanya.
"Apakah ayah dan paman bertengkar?"
"Tidak kok hehe, paman permisi, ya."
"Tunggu," Nara menarik ujung jaket teman ibunya itu dan menghentikan langkah Nathan yang mau pergi dari sana.
"Hari ini ulang tahunku, aku dan ayah mau pergi piknik, apakah paman mau ikut? Ada paman Yoongi juga nanti."
"Bolehkah?"
"Tentu saja, lebih ramai lebih seru."
"Mau ya, ya?" pinta Nara berharap pria jenjang di depannya menyetujui ajakannya. Ia mau mengobrol banyak hal dengan pria itu.
Nathan mengangguk setuju usai melirik Jungkook sebentar. Ia juga harus berbaikan dengan Jungkook agar rasa bersalahnya pada Karin bisa sedikit terobati.
"Paman tunggu di parkiran ya, nanti jika sudah selesai panggil saja paman. Ayahmu tahu yang mana mobil paman."
"Ay ay, siap kapten."

KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny || JJK [END]
FanficHidupnya terlalu fokus pada apa yang diinginkan. Mengabaikan semua perkataan orang yang membuatnya jatuh. Karin. Wanita muda yang masuk ke dalam karya tulisnya sendiri. Menganggap semua kejadian itu adalah nyata. Menuduh semua orang membohonginya ka...